Share

Kuras ATM-nya

Penulis: ikan kodok
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-29 21:45:12

Maaf, Mas, Aku Memilih Bercerai (6)

***

Pukul 9 malam Mas Faiz baru pulang, ia menanyakan keberadaan Isna, lantaran saat memeriksa kamar putrinya, Isna tidak ada di sana. 

“Tadi Kak Fahmi datang ke sini, Isna ikut sama dia ke rumah Mama,” jawabku. 

Mas Faiz mengangguk, tidak ada pembicaraan lagi. Pria berbalut kemeja polos tersebut akhirnya bangkit dari sofa. Ia berjalan menaiki tangga menuju kamar kami. 

Ini saatnya, Bella. Jangan ulur waktu lagi, jeritku dalam hati. 

Aku sudah pasang target untuk malam ini, akan menguras uang yang ada di ATMnya. Tidak akan kubiarkan Clarissa, atau sundel itu mendapatkan apa yang ia inginkan. Sudah cukup ia merebut suamiku, selebihnya tidak akan kubiarkan. Bella Putri Saphira tidak akan menyerah sampai tujuannya selesai.

Aku buru-buru berjalan ke dapur, membuatkan Mas Faiz teh yang asapnya masih mengepul. Kumasukkan obat tidur pada secangkir teh tersebut, kemudian mengaduknya. Tak lupa bungkusnya kumasukkan kembali ke saku piayamaku. 

Helaan napas panjang kuambil. 

Ini bukan arti dari segalanya, tekankan sekali lagi, aku belum kalah. Aku belum menyerah. Dan aku bisa membuat mereka menderita. Walaupun dengan cara yang menurut di beberapa pasang mata tidak masuk akal. 

Jujur aku sudah muak, tapi mengingat semua aset yang Mas Faiz punya baru kuurus. Mau tidak mau aku harus menetap di sini, sampai tujuanku selesai. 

Sambil membawa secangkir teh, aku menyusul Mas Faiz ke kamar. Akting sedikit tidak akan membuatku rugi. 

***

Pelan-pelan aku membuka pintu kamar, kemudian melangkah masuk, barulah setelah itu pintunya kututup kembali. 

Kulihat Mas Faiz sudah duduk di tepian ranjang. Ia tak henti-hentinya tersenyum, aku yakin dirinya itu sedang bertukar pesan dengan selingkuhnya itu. 

Hari ini kamu boleh bahagia, tapi jangan lupakan fakta, kalau hidup tidak selamanya soal kebahagiaan. Bisa saja dari senyummu hari ini, kamu harus membayarnya mahal nanti, Mas. 

“Lagi ngapain Mas?” tanyaku seraya menaruh teh di nakas. Mas Faiz menoleh, ia langsung memasang raut wajah datar. 

Tahan, Bella. Batinku.

“Punya mata kan, bisa lihat,” jawabnya ketus. Aku geleng-geleng kepala, terlintas ia dan Clarissa yang keluar masuk kamar mandi. Boleh dicoba lagi, tapi nanti lebih dari yang mereka rasakan tadi. 

“Ini aku buatin kamu teh, Mas.” Aku terus mengamati gerak-gerik Mas Faiz, apa yang ia ketik, dan kirim di ponselnya tidak luput dari perhatianku. 

“Biarin aja di situ, kenapa tatap terus?” tanyanya tidak nyaman. 

Aku menggelengkan kepala, lantas berpindah duduk di sampingnya. 

“Tehnya minum dulu, nanti dingin,” kataku lagi. 

Mas Faiz berdecak, ia tanpa menjawab mengulurkan tangan ke kiri, mengambil secangkir teh yang gumpalan asapnya mengambang di udara. Lalu menyeruputnya sembari jarinya itu menari-nari di layar. 

Satu detik berlalu, mulai ada perubahan yang Mas Faiz tunjukan. Ia menguap, sambil menaruh kembali teh tersebut ke nakas. 

“Mas, kok tiba-tiba ngantuk gini,” ucapnya, beberapa kali matanya itu mengerjap. 

“Tidur Mas." 

Kalau perlu, gak bangun juga gak pa-pa, imbuhku dalam hati. 

Mas Faiz merebahkan dirinya, aku masih setia menunggunya sampai matanya itu benar-benar terpejam. 

Setelah memastikan ia tertidur, aku lekas menyambar benda pipih miliknya. Berjalan menuju sofa yang ada di kamar, mendaratkan pantatku di sana. 

Aku memasukan pin untuk membuka ponselnya, masih kuingat angka berapa saja yang ia ketik. 

Usai terbuka, aku langsung meluncur ke aplikasi M-banking miliknya. 

Sandinya di ganti, sialan, tapi tenang. 

Aku keluar dari aplikasi itu, terjun ke note. Biasanya Mas Faiz akan mencatat sesuatu di sini. 

Benar dugaanku. 

Aku mengingat sandi atmnya, kemudian membuka lagi aplikasi M-banking. Dan tanpa basa-basi lagi, aku mengirim sejumlah uang yang kutujukan ke nomor rekeningku. 

Ada bukti transaksi juga di sini.

Dahiku berkerut, 30 juta ke Clarissa. 

Brengs*k, aku akan meminta uang itu kembali dengan caraku ini. 

Persetan dengan privasi, aku membuka aplikasi berwarna hijau yang ada di ponsel Mas Faiz. Mengirim pesan beserta foto pada Clarissa. Yang dimana, foto tersebut aku ambil dari ponselku. 

[Jelaskan apa ini? Selama ini kamu tipu Mas yah?] Begitulah kira-kira pesan yang kukirim, menyelipkan sebuah foto Clarissa dan Kak Fahmi. Dalam foto tersebut wajah Kak Fahmi tak terlihat. 

Hanya berselang satu menit, Clarissa sudah mengirim belasan. 

[Aku bisa jelaskan semuanya, Mas. Kamu jangan salah paham dulu.]

Najis, penuh drama. Dan apalagi yah, ia sangat cocok jika bersanding dengan Mas Faiz. Satunya tak punya hati, satunya lagi tidak tahu diri. 

[C'k, Bangs*t kamu Clarissa. Kembalikan uang yang tadi Mas transfer. Atau hubungan kita berakhir.]

[Tapi Mas, uang itu kan jatahnya untuk belanja.]

[Ya sudah jangan hubungi Mas lagi kalau begitu.] 

Aku menahan tawa, pasti diseberang sana, si jalang ini sedang panik sekarang. 

[Baiklah Mas, aku akan tranfer kembali.] Balas Clarissa disertai emoticon menyedihkan. 

[Buruan, Mas tunggu tiga menit.] 

Aku terkekeh, mudah sekali ternyata. 

Sampai tiga menit berlalu, lebih beberapa detik. Ada notifikasi M-banking masuk. Tanpa bacod lagi, aku langsung mentransfer uang tersebut ke nomor rekeningku. 

[Mas please jangan tinggalin aku. Udah kukembalikan uangnya.] 

Sekadar kubaca saja, selepas itu aku menghapus pesannya agar Mas Faiz tidak curiga. Kalau nanti Clarissa mengadu padanya, aku tinggal tunjukan bukti tadi. Pasti Clarissa akan bungkam.

Tak lupa juga, aku menghapus aplikasi M-banking di ponsel Mas Faiz. Kemudian aku meletakkannya kembali ke posisi semula. Lalu beralih ke dompetnya. Tak tanggung-tanggung, aku mengambil dua ATM Mas faiz. 

Next?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Citra Afrilia021
mantap banget ceritanya kak.gini nih yng aku suka pemeran utama harus kuat jngn selaly di tindas gregek aku kadang2
goodnovel comment avatar
Fahmi
Sesuatu yang dilakukan sangat menarik
goodnovel comment avatar
Putri
permainan cantik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Maaf, Mas, Aku Memilih Bercerai    Ekstra Part (Penyesalan Yang Membelenggu)

    Maaf, Mas, Aku Memilih Bercerai (36)****POV Faiz.Kematian Bang Fahmi setidaknya menjadi momok tersendiri bagiku. Gara-gara kejadian itu, aku kini harus mendekam di penjara. Menjalani hukuman selama 6 tahun. Belum lagi, Mama dan Papa yang enggan bicara padaku.Harusnya Bella yang bertemu ajalnya. Bukannya saudaraku. Argh sialan, lagi-lagi aku yang harus menanggung getahnya. Kenapa selalu aku yang ketipan sial.Ada sedikit rasa bersalah yang membayangi pikiran, harusnya aku tidak melakukannya. Tapi apa boleh buat, nasi sudah terlanjur jadi bubur. Rencana yang kususun matang-matang ternyata dicium oleh Bang Fahmi. Ia datang di saat pisau itu hampir menancap pada perut Bella, alhasil pisau yang telah kulumuri racun tersebut jus

  • Maaf, Mas, Aku Memilih Bercerai   Ekstra part (Merindu)

    Maaf, Mas, Aku Memilih Bercerai (35)****Dua bulan kemudian ....Tak terasa sudah dua bulan sejak kepergian Kak Fahmi, suasana duka masih menyelimuti kami. Sedangkan Mas Faiz, pria itu harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.Ia divonis 6 tahun penjara, sidangnya berlangsung kemarin bersama dengan Clarissa. Wanita itu juga terbukti merencanakan pembunuhan padaku.Mobil berhenti di TPU, seminggu sekali Isna mengajakku datang ke sini. Gadis kecil yang kini genap berusia 6 tahun itu, sudah tahu kalau Om Fahmi, yang tak lain adalah Papanya sendiri. Ayah biologisnya, pria yang dulu menemaninya bermain, membelikannya boneka, dan terkadang membacakannya dongeng sebelum tidur. Rasanya sakit, mengingat jika raga itu kini telah menyatu dengan tanah.

  • Maaf, Mas, Aku Memilih Bercerai   Ending (Dia Telah Pergi)

    Maaf, Mas, Aku Memilih Bercerai (34) **** Lima detik berlalu, aku tak juga merasakan apa pun. Kuintip sedikit dari celah jari, dan tatapan mataku langsung jatuh pada pisau yang kini sudah berlumuran darah. Kalau bukan aku, siapa yang Mas Faiz tusuk? Detak jantungku menggila, aku menyingkirkan telapak tangan yang menutupi mataku. Dan melihat apa yang sebenarnya telah terjadi. "Kak Fahmi." Aku memekik kecil, pria itu tersenyum tipis sambil memegangi perutnya. Bibirnya terlihat pucat, belum lagi kaos yang ia kenakan kotor lantaran noda darah. "Abang ..."

  • Maaf, Mas, Aku Memilih Bercerai   Kejadian Menegangkan!

    Maaf, Mas, Aku Memilih Bercerai (33)****Sudah lima hari berlalu, dan hari ini sidang perceraianku dengan Mas Faiz berlangsung.Ku mendengar hakim sudah mengetuk palu, pertanda kami sudah resmi bercerai baik secara agama maupun negara, di sebelahku nampak ia duduk termenung.Tak terasa sudah 5 tahun berjalan, tahun ini pernikahan yang kami bina kandas."Selesai, akhirnya aku bisa bernapas lega," gumamku sambil mengulas senyum. Ada kalanya hubungan menemukan titik akhir, saat di mana tidak ada cinta di dalamnya. Saat di mana pondasi itu telah hancur menyisakan luka yang mendalam.Darinya aku bela

  • Maaf, Mas, Aku Memilih Bercerai   Dua Ego

    Maaf, Mas, Aku Memilih Bercerai (32)****Sejak Kak Fahmi sadar, Isna semakin lengket dengannya. Ia terus memeluk lengan kekar itu, sambil berceloteh. Aku bahkan tidak dibiarkan masuk, meski sekedar menanyakan kondisinya.Aku menghirup oksigen melalui rongga hidung. Mengintip dari celah pintu interaksi mereka. Syukur isak tangis putriku sudah reda."Om makasih yah, udah nolongin Isna. Om jangan benci Papa, Papa kayak gitu karena Mama selingkuh."Perkataan Isna membuatku terkejut. Serasa ada ribuan paku yang kini menancap di dada ini. Apa yang telah Mas Faiz katakan pada Isna, sampai rasa benci yang semula tak pernah tumbuh, kini berkeliaran dalam benak gadis kecilku."Selingkuh?"&

  • Maaf, Mas, Aku Memilih Bercerai   Kebencian Itu Telah Tumbuh!

    Maaf, Mas, Aku Memilih Bercerai (31)****Di tengah perjalanan menuju perusahaan Kak Fahmi, tiba-tiba saja ponselku berdering. Lekas aku merogohnya dari dalam tas, dan melihat nama siapa yang tertera di sana.Apa ada masalah? Kenapa Papa meneleponku?Tanpa pikir panjang aku mengusap tombol berwarna hijau, lalu mendekatkan benda pipih ini pada telingaku."Bell, kamu di mana sekarang?" tanya Papa."Di jalan Pa, memangnya ada apa?""Hallo Pa, Papa baik-baik saja kan?"Aku menoleh kearah Pak Nathan, sebelah alis pria itu terangkat. Menandakan ia bingung, sama sepertiku."Papa baik-baik saja Bell,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status