Maaf, Mas, Aku Memilih Bercerai (9)
****
Siang itu aku baru sampai di rumah Mama, Isna masih tidur pulas, tidak terganggu dengar suara kebisingan.
Aku menutup pintu mobil, membiarkan Kak Fahmi yang mengambil alih Isna, menggendongnya, dan membawa putri kecilku masuk ke dalam rumah.
“Bella.” Mama menerjang tubuhku dengan sebuah pelukan hangat, kubalas pelukan itu tak kalah erat. Jauh dari lubuk hatiku ini, aku butuh seorang penopang.
“Loh kok gak ngabarin Mama sih kalau mau ke sini, Eeh, Fahmi ... Cucu omah udah tidur, kamu bawa ke kamarnya,” kata Mama pada Kak Fahmi.
Pria itu menurut, aku menunjukkan kamar Isna yang ada di rumah Mama. “Naik tangga, belok kiri, kamar paling ujung,” instruksiku.
Maaf, Mas, Aku Memilih Bercerai (10)****POV Faiz.“Gimana ini Mas? Kamu bayar pakai apa? Aku mau dress itu, tas itu juga. Aku mau semuanya,” ujar Clarissa. Saat ini kami sedang berada di pusat perbelanjaan.“Kamu sabar dulu, ini Mas coba hubungi Bella lagi,” jawabku memintanya tenang, sudah cukup Clarissa merengek. Bukannya membantuku mencari solusi, malah memancing emosiku saja.Aku mengumpat dalam hati, sedari tadi aku kelimpungan mencari kartu ATMku yang tidak ada di dompet. Tahunya di bawa Bella. Mana ia tidak mau di ajak kompromi. Seenaknya sendiri.Sial, di tolak lagi. Ini udah keenam kalinya aku menghubungi Bella. Sederet pesan pun turut aku kiri
Maaf, Mas, Aku Memilih Bercerai (11)****“Ma, tadi Bella kerumah Mama gak?” tanyaku pada Mama, aku berinteraksi padanya melalui sambungan telepon.Memastikan terlebih dahulu, sebelum pergi ke rumah Mama.“Tadi sih ke sini, jemput Isna. Tapi udah pamit pulang,” jawab Mama.Diliputi rasa khawatir, helaan napas berat kuambil, takutnya Bella menceritakan semuanya pada Mama.Aku menoleh ke arah Clarissa, ia meneguk segelas air putih.“Bella, ada bicara sesuatu sama Mama?” tanyaku berdiri tegang.
Maaf Mas, Aku Memilih Bercerai (12)****Satu jam mengendarai mobil, kami akhirnya tiba di puncak. Dan langsung mencari keberadaan Bella. Menanyakan pada orang-orang sekitar, namun, tidak ada yang melihatnya.Kalau Bella tidak ada di sini, lantas dimana ia sekarang? Benar-benar membuat orang pusing tujuh keliling.“Huft, aku capek banget, Mas. Apa jangan-jangan kita salah datang ke sini,” ketus Clarissa.Ia berjongkok, mengatur napasnya yang memburu.“Salah bagaimana? Ini kita di puncak sekarang, ayo cari Bella,” ucapku menyuruhnya bangun.Clarissa mengulurkan tangan, lekas aku menerimanya. Membantunya berdiri, lalu merapikan rambutnya.
Maaf, Mas, Aku Memilih Bercerai (13)****POV Bella.Aku menyentak napas lega kala melihat Mas Faiz menjatuhkan kepalanya, lalu memejamkan mata. Mati-matian aku harus menahan amarahku saat menggodanya. Beruntung rencanaku berhasil. Kini, aku hanya perlu menyiapkan diri menuju rencana inti. Dan memberikan Isna pengertian tentang hubungan orang tuanya ini.“Bella.”Aku menoleh, dan langsung dikejutkan dengan keberadaan Kak Fahmi yang sudah berdiri di ujung pintu.“Kak Fahmi,” pekikku kaget.Aku lantas menarik selimut, dan melilitkannya pada tubuhku. Belum sempat ganti baju, pria itu sudah datang ke sini.“Maaf Bella, saya t
Maaf, Mas, Aku Memilih Bercerai (14)****“Hari ini Papa akan tarik saham Papa dari perusahaan Faiz, Bell,” ucap Papa saat kami ada di meja makan, menikmati sarapan pagi selepas berseteru tegang.Aku mengangkat kepala, menghentikan sejenak kegiatanku menyuap nasi.“Papa yakin?” tanyaku ragu, menurutku ini terlalu mendadak, bukan tidak mungkin akan menimbulkan curiga pada besannya. Karena masalahnya rencanaku baru mau berjalan menuju inti, bukan sudah sampai inti.“Kamu meragukan Papamu ini, Bell? Papa akan beri sendiri pelajaran pada suamimu. Sudah cukup penderitaan yang kamu dapatkan, Papa tidak akan biarkan kamu atau cucu Papa tertekan,” papar Papa.Aku menarik napas kasar, melirik Isna yang se
Maaf, Mas, Aku Memilih Bercerai (15)****POV Faiz.Argggh!Aku tidak tahu lagi harus berbuat apa sekarang. Semuanya semakin ruyam. Kepalaku makin pening memikirkan masalah ini-itu yang tak ada habisnya.Bagaimana caranya membuat Bella luluh, agar ia mau mengembalikan uangku. Sementara, melihat wajahku saja Bella sudah marah-marah, parahnya, ia bahkan sampai menghasut putriku untuk menjauhi Papanya.Kupikir dengan memiliki dua istri tidak akan serumit ini. Tapi kenyataannya, C'k! Harusnya aku menikahi Clarissa dulu, sebelum aku mengenalkannya pada Bella. Mungkin saja kejadiannya tidak akan serumit dan sepanjang ini. Mungkin.“Mas, aku minta uang dong buat perawatan ke salon! Aku mau pangkas rambut, dan
Maaf, Mas, Aku Memilih Bercerai (16)****“Jelaskan! video macam apa ini?! Bisa-bisanya kamu berciuman bibir dengan wanita lain, di saat kamu sudah memiliki istri, kamu selingkuh, hah?!” celetuk Mama, wanita paruh baya itu nekat mendatangi kantorku. Di saat aku sendiri sedang kalang kabut menangani masalah akibat perbuatan Clarissa.Aku membuang nafas gusar, meremas rambutku sambil mengumpat dalam hati.C'k! Kenapa malah jadi begini.Apes!“Jawab, Faiz! Siapa wanita ini, katakan! Kalau kamu tidak mau mengaku, Mama akan cari tahu sendiri?!” sambung Mama dengan amarah menggebu.Aku terlonjak dibuatnya, kalau Mama mencari tahu sendiri. Bukan tidak mungkin, wanita itu pas
Maaf, Mas, Aku Memilih Bercerai (17)****Aku tiba di rumah Clarissa, dan langsung masuk ke dalam rumahnya.Kulihat ia sudah menungguku di ruang tengah sambil menonton tv, di temani kue kering yang ada di pangkuannya.“Yang,” panggilku.Refleks Clarissa menoleh, disusul olehku yang menelan ludah kasar lantaran melihatnya mengenakan pakaian yang menggoda.“Sini deh Mas, ngapain kamu berdiri di situ.” Seketika aku kelabakan, buru-buru menghampirinya. Aku jadi teringat, kala Bella menggodaku malam itu.“Duduk,” instruksinya.Aku lantas mendudukan diri di sana, lalu menatapnya.&