"Jangan tidur dengannya lebih dari sekali. Setelah itu mintalah cerai padanya, jika dia tidak mau, bermalas-malaslah kamu sebagai istrinya. Jangan pernah mau melayaninya untuk kedua kali. Ingat aku, Dik. Aku menunggumu di rumah ini, bersama anak kita."***"Assalamualaikum, Dek Naya."Wanita berkebaya pengantin itu tersentak saat mendapati sebuah tangan menyentuh bahunya seraya mengucapkan salam. Lintasan peristiwa yang terjadi seminggu lalu bersama mantan suaminya, terhapus seketika. Nyatanya, kini dia di sini, di kamar pengantinnya bersama seorang lelaki. Lelaki yang baru seminggu lalu ia kenal melalui aplikasi jodoh di handphonenya. Ia tak ingin percaya, bahwa hari ini, lelaki itu sudah mengijab qabul namanya. Sudah sah menjadi suaminya, dan sesaat lagi, seperti permintaan mantan suami, dia harus melayani lelaki itu."Mas Yudhi?""Maaf lama menunggu."Wanita itu menarik napas. Harusnya cinta yang mempersatukan mereka, tetapi tidak.Namanya Tiara Kanaya, janda satu anak yang baru
"Mas ingin kita menunda melakukan hubungan suami istri, Dik. Dua hari buat Mas tidak cukup untuk mengenali siapa kamu, siapa keluargamu, mantan suamimu. Biarlah kita berpacaran dulu sambil saling mengenal, masalah keluar masuk gawang, itu soal sepele. Kalau menurutmu, gimana, Dik?"***Jantung Tiara tak karuan saat mendapati Yudhi memegang ponselnya, didekatkan langkah. Aneh, wajah lelaki itu yang tadi memerah perlahan kembali normal. Yudhi tersenyum sambil mengarahkan ponsel ke arah Tiara."Berapa kode sandinya, Dik? Bolehkan Mas buka?"Tiara merasa lega. Ternyata Yudhi belum membuka ponselnya. Bersyukur ia sudah mengantisipasi dengan memakaikan kata sandi. Jika tak sesiapa bisa mengakses hapenya.Tiara memilih tak langsung menjawab, ia justru berjalan dan memilih duduk di sebelah Yudhi, lalu meraih ponsel yang ada di tangan lelaki itu."123456," sebut Tiara sambil menekan enam angka di layar ponsel. Hanya berselang detik segala fitur hp terpampang jelas di depan mata. Wanita itu t
[Bangun, Mas.]Suara Tiara terdengar lirih di telpon. Sudah menjadi hal yang biasa, setiap pagi Tiara bertugas membangunkan mantan suaminya, meski status sudah tak lagi mahrom.[Iya Sayang, Mas sudah bangun. Gimana semalam, sudah?][Belum, Mas.][Kenapa belum?Terdengar suara Wira sedikit meninggi. Lelaki itu memang cepat naik darah jika kemauannya tak segera dituruti. Itu yang membuat Tiara kadang mengeluh dalam diam. Tapi rasa cinta dan kagum, menutupi semua itu. Ya, Tiara sangat mencintai Wira, juga begitu kagum akan segala yang dimiliki mantan suaminya itu.[Mas Yudhi minta waktu, Mas.][Waktu, untuk apa?][Dia mau mengenal Tiara lebih dekat.][Astaga Tiara, itu cuma taktik dia doank. Dia ingin memiliki hatimu, hingga kau sulit untuk lepas darinya. Mana mungkin manusia normal seranjang sama perempuan nggak bereaksi. Mas nggak percaya!]Tiara terdiam. Wira yang menyadari telah terlanjur meninggikan suara, seketika merasa bersalah.[Yank ...]Tiara tetap bergeming, air mata sudah mu
Pandangan Yudhi tidak lekang dari menatap sang istri yang nampak sibuk mengemas diri. Mulai dari memilih baju, hingga polesan wajah. Seperti akan menghadiri kondangan saja, pikir lelaki itu.Yudhi bahkan harus ekstra menahan diri dari nafsu lelaki yang sudah lama vakum semenjak sang istri telah tiada.Bersyukur ia memilih berpuasa, tanggung jawabnya pada Allah membuat ia lebih sabar dan terkontrol hingga tak cepat tersulut bisikan-bisikan itu.Tiara mengibas-ngibas tangan setelah selesai berdandan."Yuk, Mas," ajaknya semangat.Yudhi meletakkan ponsel, sehabis menerima telpon dari uminya. Mata lelaki itu membelalak lebar."Ada apa, Mas? Bajunya kurang cocok, ya?"Yudhi berdehem menetralisir kecanggungan."Ini terlalu terbuka, Sayang."Yudhi menurunkan jilbab segi empat yang kedua ujungnya dinaikkan ke pundak oleh Tiara. Wanita itu hanya diam tak bereaksi."Bentar ya."Yudhi berjalan menuju lemari, beberapa pakaiannya sudah ditaruh rapi oleh Tiara ke dalam lemari.Dia membuka tas ranse
"Kok diam terus, Dik? Masih rindu, ya?" Yudhi mengawali pembicaraan setelah Tiara mendudukkan tubuh pada kursi mobil. Wanita itu mengangguk. "Baru saya sadari sekarang, Mas, berpisah dari anak sakitnya seratus kali lipat dari ditinggal suami ...."Tangis Tiara tak lagi terbendung. Air mata luruh membasahi wajah. Yudhi segera menepikan mobilnya, lalu ia bawa wanita yang sudah ia cintai dengan segenap jiwa itu dalam dada."Jangan menangis lagi, Dik. Bersabar ya, kita akan berjuang agar Danu bisa bersamamu."Ucapan Yudhi bukan menenangkan wanita itu, tapi lebih membuatnya terluka. Bagaimana rasanya, jika diwaktu bersamaan kamu diwajibkan untuk menjaga dan memenuhi keinginan banyak orang? Sedang tak sepenuhnya yang mereka inginkan sejalan dengan inginmu. Begitupula dengan seorang Tiara. Semua yang terjadi dalam hidupnya, tak semua berjalan sesuai keinginannya.Malam itu, saat pertengkaran dengan Wira terjadi, Tiara tak bermaksud minta cerai. Hanya ingin menggertak agar Wira mengubah ke
Tok ... Tok ..."Assalamualaikum, Dik Tiara."Jantung wanita itu hampir berhenti berdetak, Yudhi muncul mendadak di muka pintu. Gugup, Tiara mematikan sambungan telpon dari Wira, lalu dia memencet tombol non aktifkan. Bagaimanapun gemuruh hatinya memikirkan mantan suami, tapi ia tak ingin menyakiti hati Yudhi."Mas Yudhi," sebut Tiara gelagapan."Apaan itu?"Tiara menggeleng sambil memasukkan ponsel kembali ke dalam tas."Sibuk terus sama hape, coba Mas lihat, siapa yang berkirim pesan terus sama istri Mas," ucap Yudhi setelah duduk di sebelah Tiara. Tangan kanannya ia arahkan ke dalam tas, hendak merogoh ponsel yang disembunyikan Tiara di tempat itu.Dengan cepat Tiara mencegah aksi sang suami. Wanita itu bangkit menuju meja. Meletakkan tasnya di atas tempat tersebut."Siapa yang nelpon, Dik? Kok kayak rahasia gitu?" tanya Yudhi lagi."Bukan siapa-siapa, Mas? Kamar mandinya dimana ya, Mas? Tiara gerah banget nih, pengen mandi?"Wanita itu mencoba mengalihkan perhatian sang suami. Y
"Nduk, kamu tahu kan maksud hukum talak tiga ini untuk apa? Supaya lelaki itu tidak mengobral hak talak yang Allah berikan kepada mereka. Perjuangkanlah hakmu sebagai perempuan Sayang, ada anak yang berhak memilih untuk hidup denganmu. Ada hak waris yang menjadi bagianmu dalam sebuah perceraian. Jika semua kamu biarkan menggantung tanpa putusan sidang, kamu adalah pihak yang dirugikan, Anakku. Wanita memang dilahirkan sebagai yang berada di bawah naungan kaum lelaki, tapi bukan berarti dia harus pasrah menerima ketidak adilan yang berlaku padanya. Sedang agama dan negara telah menjamin kedudukan dan haknya."***"Menikah siri? Tapi kenapa, Yud?"Yudhi terdiam sesaat, tak ada kata instant yang bisa langsung keluar sebagai alasan. Ia tampak berpikir keras untuk menjawab pertanyaan sang ibu."Tiara belum sah bercerai dari suaminya, Mi."Wanita itu menggeleng-gelengkan kepala."Kenapa nggak nunggu sebentar Yud, jika perceraian sudah dilaporkan, tentu tak akan lama prosesnya berjalan. Umi
Tiara tampak terhenyak, ucapan ibu mertua membuat jantungnya seakan berhenti memompa."Saya ... tidak menganggap Mas Yudhi sebagai muhallil, Um."Dengan berat Tiara berkata dusta pada ibu mertuanya. Sungguh untuk jujur, ia tak punya cukup keberanian."Alhamdulillah jika memang benar cinta yang menyatukan kalian. Umi doakan semoga rumah tanggamu bersama Yudhi langgeng sampai maut memisahkan. Aamiin. Eh, sudah azan itu Nduk. Tinggalkan semuanya, bangunkan suamimu. Biasa kalau sudah di rumah ini, dia rutin shalat berjamaah di mushalla."Tiara menghentikan pekerjaan yang belum setengah ia lakukan. Lalu ia bergegas ke kamar untuk membangunkan sang suami seperti permintaan ibu mertuanya.***Kamar masih tampak gelap, hanya remang cahaya dari luar yang menjadi sumber pencahayaan. Tiara membuka pintu perlahan, sedang azan sudah tak lagi terdengar. Tiara berjalan menghidupkan lampu tidur yang sengaja ia matikan sesuai permintaan suaminya tadi malam."Mas ...." Sebuah sentuhan mengenai pipi le