Tiara tampak terhenyak, ucapan ibu mertua membuat jantungnya seakan berhenti memompa."Saya ... tidak menganggap Mas Yudhi sebagai muhallil, Um."Dengan berat Tiara berkata dusta pada ibu mertuanya. Sungguh untuk jujur, ia tak punya cukup keberanian."Alhamdulillah jika memang benar cinta yang menyatukan kalian. Umi doakan semoga rumah tanggamu bersama Yudhi langgeng sampai maut memisahkan. Aamiin. Eh, sudah azan itu Nduk. Tinggalkan semuanya, bangunkan suamimu. Biasa kalau sudah di rumah ini, dia rutin shalat berjamaah di mushalla."Tiara menghentikan pekerjaan yang belum setengah ia lakukan. Lalu ia bergegas ke kamar untuk membangunkan sang suami seperti permintaan ibu mertuanya.***Kamar masih tampak gelap, hanya remang cahaya dari luar yang menjadi sumber pencahayaan. Tiara membuka pintu perlahan, sedang azan sudah tak lagi terdengar. Tiara berjalan menghidupkan lampu tidur yang sengaja ia matikan sesuai permintaan suaminya tadi malam."Mas ...." Sebuah sentuhan mengenai pipi le
"Demi Allah, Ma, Tiara nggak seperti yang Mama tuduhkan.""Lalu apa? Mama lihat tatapan matamu kini berbeda Tiara, nggak seperti biasanya. Kamu seperti malas kembali ke rumah ini.""Astaghfirullah, Ma, gimana Tiara bisa malas, sedang anak Tiara satu-satunya ada di rumah ini ....""Jadi, cuma Danu yang kamu khawatirkan, apa kamu lupa, Wira masih setia menantimu. Dia lelaki normal Tiara, punya syahwat yang harus disalurkan. Jika kamu tidak bisa kembali dalam waktu sebulan, Mama akan mengurus perceraian kalian. Dan ingat satu hal yang pasti Tiara, kamu tidak akan pernah mendapat hak asuh Danu! Ingat itu!"Tiara tergugu tanpa sepatah katapun lagi yang keluar dari mulutnya. Memang, jika berhadapan dengan wanita itu, Tiara tak bisa banyak membantah.Selama ini mantan mertuanya itu terkenal arogan. Pernikahannya dengan Wira memang sempat ditentang diawal. Namun seiring berjalan waktu, perlahan kehadiran Tiara sudah mendapat pengakuan, bahkan sudah begitu menyatu dengan keluarga besar Prange
Suasana di stasiun penyiaran tampak ramai. Hari ini ada acara favorit ditemani penyiar idola, 'Samsa'. Sudah bisa dipastikan, banyak anak gadis yang nongkrong, nungguin DJ kesayangan selesain on air.Semasa muda, Yudhi juga memulai karirnya sebagai seorang penyiar radio. Meski digandrungi banyak wanita, Yudhi tak seperti teman-teman DJ-nya yang lain. Mereka bisa tiap tahun bahkan tiap bulan ganti pasangan. Yudhi justru yang sebaliknya.Tapi itu pula yang menjadi alasan mengapa dia bisa mendapatkan hati seorang Kirana Putri Dee. Seorang inspirator cantik yang kerap mengisi acara yang di bawakan oleh Yudhi. Wanita itu tidak sembarang memilih imam, dari sekian yang melamar, hanya Yudhi-lah, lelaki sederhana dengan tampang seadanya yang mampu membuat hati wanita itu jatuh pada cinta.Mereka menikah tepat di usia Yudhi yang ke tiga puluh. Bertepatan dengan itu pula, Yudhi berhenti menjadi seorang penyiar, dan mendapat posisi terbaiknya di radio tersebut. Ia diberikan wewenang oleh produser
"Astaghfirullah ...."Yudhi mengusap wajah seraya menghela napas. Sedang Tiara sudah tak punya keberanian sedikitpun untuk mengangkat kepalanya. Seberdosa-berdosanya perbuatan yang ia lakukan dalam hidup, belum seberapa dengan perasaan bersalah yang kini menghujam dadanya."Jadi sekarang Mas 'kan sudah tau kebenarannya, saya wanita brengsek! Sangat tidak pantas untuk menjadi istri dari seorang lelaki sebaik Mas Yudhi. Maka itu, ceraikan saya Mas!"Yudhi menarik napas panjang, ingin menertawai sifat kekanakan yang dimiliki istrinya. Tapi ia harus tampil sebagai lelaki bijaksana. "Adik tahu, perkara halal yang paling dibenci Allah?"Tiara bergeming."Ialah perceraian, istriku Sayang. Maka sampai kapanpun Mas tidak dengan mudah mengucap talak kecuali jika kamu melakukan kemaksiatan atau hal-hal yang melanggar syariat, yang jika Mas mengingatkan justru kamu tolak atau kamu bantah. Tapi selama kita bersama, tak satupun permintaan Mas kamu tolak. Mas minta kamu ulurkan jilbab menutupi dada
Mereka baru saja selesai menyantap nasi dengan lauk yang tadi pagi dititip ibu mertua. Sejenak meneguk air dalam gelas, lalu dengan sigap Yudhi membantu Tiara membereskan bekas sampah.Setelah semua bersih, mereka kembali bersantai dengan duduk di atas karpet yang terletak di depan ranjang. Rumah ini memang cukup sederhana, hanya ada satu kamar, ruang tamu, dapur dan satu buah kamar mandi. Jika dilihat-lihat memang sangat layak untuk dihuni oleh anak kosan.Yudhi mulai bertanya-tanya, semenjak kapan Tiara menetap di rumah ini."Dik, sebenarnya udah berapa lama Adik tinggal di rumah ini?"Pertanyaan monohok membuat Tiara berhenti membuka aplikasi Facebook yang ada di handphonenya. Wanita itu tampak ragu menjawab."Baru, seminggu, Mas."Yudhi menghela napas. Apa yang selama ini tak ingin ia sangkali benar, sepertinya akan berkebalikan."Jadi selama masa Iddah kamu tinggal di rumah mana, Dik?"Tiara memilih bergeming, malu untuk berterus terang."Kok diam, dijawablah?"Sejenak mereka dik
Selepas kepulangan warga, Yudhi memasuki rumah dengan perasaan campur aduk.Tiara harus segera mengurus perceraiannya, atau kejadian serupa akan terulang kembali. Itulah yang terpikir di benak lelaki itu. Dengan tetap berusaha tenang ia memasuki kamar. Memang diakuinya, setelah pernikahan kedua ini, bagai diundang masalah datang menghampiri. Tapi karena ikrar nikah mereka adalah ucapan suci yang di persaksikan tidak hanya di depan manusi, melainkan di hadapan Sang Pemilik Jiwa. Mana mungkin Yudhi menyerah begitu saja. Atau melimpahkan semua keadaan ini pada sang istri. Sudah barang tentu Tiarapun pasti tak menginginkan berada pada situasi ini.Yudhi menghela napas sambil mendekati Tiara yang tampak merengut dalam tangis. Lelaki itupun duduk kembali di sebelah sang istri, bersandar pada kaki tempat tidur.Baru hendak membuka suara, tiba-tiba ponsel Tiara berdering. Yudhi kembali menyimpan semua unek-uneknya. Sang istri tampak bangkit menuju nakas yang terletak di sebelah kanan ranjan
Dengan bantuan Maya, Tiara berhasil mendapatkan rumah sewa sementara. Meski jujur, ada rasa cemburu yang ikut membarengi hati wanita itu tatkala melihat suaminya berbicara dengan wanita muda yang kata Yudhi adalah teman semasa SMA nya dahulu.Cemburu sebab jika dilihat dari luar, wanita itu memiliki segala yang diimpikan Yudhi sebagai pendamping hidup. Sedang Tiara begitu bertolak belakang dengan wanita itu. Jika keseharian Tiara masih kerap mengenakan jeans dipadukan dengan kemeja atau tunik, maka wanita itu terlihat anggun dengan gamis serta jilbab lebar menutupi dada. Persis seperti yang diidam-idamkan suami keduanya."Hai ...."Yudhi menyentuh pundak sang istri yang sedari tadi nampak melamun. Sudah seminggu berlalu setelah Tiara mendatangi pengadilan agama untuk mengajukan gugatan cerai. Selama itu pula, ia tak pernah mendapat kabar pun tak bisa bertemu dengan Danu.Wira menutup semua akses.Andai bisa diluapkan, rasa rindu di dada sudah seperti anak Gunung Krakatau yang hampir
Degup jantung Tiara berdetak dua kali lebih rancak. Ia menoleh, memastikan apakah Wira sudah melihat siapa yang menelpon ke hapenya.Sejenak memandang wajah lelaki itu. Tapi yang ditatap tampak begitu tenang. Justru Tiara yang dilanda perasaan tak menentu. Apa yang harus ia lakukan, mengangkat telpon dan pastinya Wira akan sangat tersakiti. Atau membiarkan hingga deringan itu berhenti dengan sendiri, namun akan melukai hati Yudhi.Sesaat dia mengembuskan napas panjang."Angkat aja, Dik."Ucapan Wira membuat Tiara tersadar dari pikir panjang yang mungkin takkan usai itu. "Baik, Mas," ucapnya lega sambil bangkit mencari pojokan. Lalu panggilan dari Yudhi segera diangkat."Assalamualaikum Mas.""Waalaikum salam Sayang. Udah shalat Dhuha?"Tiara terhenyak, karena keinginannya bertemu Danu begitu menggebu, ia hingga lupa belum selesai melaksanakan shalat Dhuha. Bahkan, wudhu saja belum."Belum, Mas.""Lho ini dimana? Kok bising sekali?""Tiara lagi ketemuan sama teman, Mas.""Pergi kok ng