"Siapa bilang Reyna jomblo?" nenek Michele menyela perdebatan dua sahabat itu.
Gotcha
Faira tersenyum licik. Rencananya berhasil. Dia harus memastikan sesuatu.
"Nenek tahu? Jadi Reyna cerita sama Nenek tapi dia tidak cerita pada kami?" Faira bertanya dengan menggebu- gebu.
"Cerita apa?" Rayan tak mengerti arah pembicaraan Faira.
"Itu Reyna. Aku lihat kemarin dianterin pria ganteng. Tapi dia gak cerita sama kita kalau punya kekasih," Faira menjelaskan dengan bibir cemberut.
"Bener Rey?" Rayan bertanya memastikan.
"Gak bener itu. Kemarin aku emang dianter pulang sama manager aku. Tapi kami gak ada hubungan apa- apa kok," Reyna menjelaskan.
"Bohong!" sahut Faira.
"Tadi Nenek juga bilang kalau kamu gak jomblo lagi kok. Iya kan, Nek?""Apa?" nenek menyahut.
"Tadi Nenek bilang kalau
Hans terdiam, Anjas benar. 'Kenapa tak terpikirkan olehnya tadi?' batin Hans.Diambilnya ponsel disaku celananya dan mencari kontak orang kepercayaannya di sana.Beberapa saat bercakap- cakap dengan wajah yang serius akhirnya Hans memutus sambungan ponsel dengan senyum terkembang di bibirnya."Thanks, Jas.""Gak masalah. Bukan hal besar.""Tapi solusi buat aku. Gak tahu kenapa hal sepele seperti ini tapi otakku buntu. Bahkan tak terpikirkan olehku.""Akan menjadi hal yang tidak sepele jika apa yang dikatakan mantan kamu itu adalah hal yang benar," Anjas memperingatkan."Menurutmu gimana?" tanya Hans setelah diam beberapa saat untuk berpikir."Kalau hal itu salah akan mudah menyelesaikannya. Akan berbeda jika hal itu benar. Yang terpenting jangan mudah percaya rumor. Kamu tahu sendiri seperti apa berita
Tak ingin berlama- lama Hans segera menyusuri rak dan mengambil barang belanjaan yang ia perlukan.Saat mengantri di kasir ia melihat seorang wanita yang keluar dari supermarket dengan membawa belanjaan di tangan kiri dan tangan kanan menggandeng anak kecil. Wanita yang sangat ia kenali meskipun hanya melihat dari belakang.Jessica.Berarti memang benar, Jessica tidak berbohong, terlepas mengenai benar tidaknya anak itu adalah anak Hans tapi anak itu benar- benar ada. Pikiran Hans kembali kacau.Keesokan harinya Hans pergi ke kantor dengan wajah yang tidak lebih baik dari kemarin. Pasalnya malam ini ia memimpikan anak laki- laki itu lagi."Papa, don't you miss me?" tanya anak itu dengan wajah murung dan tertunduk.Hans buru- buru menghampiri tapi anak itu malah menjauh."Don't you miss me, Papa?" ulangnya.
Hans segera bangkit menyambut kedua tamu penyelamatnya."Siapa wanita cantik ini, Hans?" tanya Rashad dengan senyum menggoda."Dia teman lamaku Bang, Jessica. Jessica kenalkan mereka rekan bisnisku Anjas dan Bang Rashad," Hans memperkenalkan mereka, tapi kata teman lama yang keluar dari mulut Hans membuat hati Jessica mencelos. Dia kira setelah acara maaf- maafan tadi hubungan mereka sudah kembali seperti semula."Ah kamu ini Hans. Masa' teman lama sih? Jangan percaya Bang. Dia ini mantannya Hans yang di Jerman dulu," Anjas yang bisa sedikit membaca situasi mulai mulai melempar umpan.Jessica menunduk menyembunyikan senyum kecilnya. Merasa ada seseorang yang berada dipihaknya dan membantu mendorong Hans lebih mendekat padanya."Mantan? Oh mantan yang mau dilamar gak jadi itu?" Rashad menatap Hans dengan senyum mengejek membuat Jessica melotot kaget karena mereka tahu sepak terjangnya.Hans menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal
"Tidak apa- apa. Terima kasih."Mereka berdua makan dalam diam. Jessica terlihat sesekali mencuri pandang ke arah Hans tapi Hans diam saja sampai terdengar rengekan Joane yang sepertinya terbangun dari tidurnya.Saat Jessica akan menghampiri, Hans mencegahnya, "Biar aku saja. Selesaikan makanmu," Hans berdiri dan beranjak ke arah sofa dimana Joane tertidur."Hei boy," sapa Hans pada Joane yang tengah mengerjap lucu membuat Hans tersenyum."Daddy," rengek Joane manja."Wake up boy," Hans meraih Joane kepangkuannya dan mengelus kepala anak itu dengan sayang."Daddy, otato," Joane mengulurkan tangannya pada Hans tanda meminta, membuat Hans tertawa dan menciumi wajah Joane terutama pipi gembilnya yang memerah.Jessica yang menyaksikan adegan itu tersenyum senang."Ok, ayo kita cari otato!" ajak Hans bersemangat kemudian beranjak dengan membawa Joane digendongannya.----"Mamama!" teriak R
"Kenapa perasaanku tidak enak? Ada apa denganku?" lirih Hans masih dengan memegangi dada kirinya.Reyna merasa panik luar biasa, saat ini isak tangis bahkan belum berhenti sejak dari apartemen nenek Michele tadi. Brandon yang duduk di sebelahnya di ruang tunggu masih terus mengusap punggungnya, menenangkan. Reyhan masih ditangani dokter di dalam ruangan. Reyhan tak berhenti menangis sampai di rumah sakit tadi. Memang tak terlihat luka luar tapi itu justru membuatnya lebih khawatir.Reyna tak memedulikan ponsel yang dari tadi berdering menandakan ada panggilan dan pesan masuk. Nama id caller muncul di layar ponsel. Rayan dan Faira, mereka berdua bergantian menghubunginya.Brandon yang mengerti suasana hati Reyna sedang kacau mengambil ponsel Reyna setelah meminta izin dan hanya mendapat anggukan kepala sebagai respon."Reyhan gimana, Rey? Dia gak papa kan?" berondong Rayan terdengar cemas setelah panggilannya diangkat."Rey
Selain keadaan Reyhan, kesehatan mental Reyna adalah hal yang juga mereka khawatirkan."Tapi tadi dia jatuh Ray. Kepalanya terantuk lantai," sorot cemas kembali menghiasi mata Reyna."Anak cowok memang selalu bertingkah, Rey. Kami dan kenakalan kecil kami akan jadi kenangan yang indah di masa tua kami nanti. Meskipun ada ibu sepertimu yang setiap detik mengkhawatirkan anaknya tapi kami para pria punya aturan main sendiri," jelas Rayan panjang lebar mencoba memberi peringatan."Pria itu kuat, Rey. Kamu tidak bisa setiap waktu mengkhawatirkan Reyhan. Kamu harus belajar mempercayainya," Brandon ikut angkat bicara memberi pengertian pada Reyna.Reyna terdiam memikirkan perkataan para lelaki di depannya ini. Selama ini ia memang menjaganya layaknya barang yang mudah pecah."Tapi bukankah ia masih terlalu kecil?" tanyanya lagi masih kekeh dengan pemikirannya.Brandon tersenyum, "Apa para pria tua akan hilang kenakalannya?" kemudian menaik tu
Hans POVKalau membiarkan Joane tinggal berarti ibunya pun akan ikut tinggal bersama. Itu yang tidak aku inginkan.Tapi mimpi ini kembali hadir seperti memperingatkanku. Kuusap wajahku, rasa kantuk yang kurasakan tadi hilang.Aku sangat mencintai Jessica, dulu. Tapi setelah dia tidur dengan Joe, entah kenapa rasa itu tiba- tiba mengabur. Apalagi setelah kejadian malam di Bali rasa sakit itu benar- benar menguap, aku tak pernah memikirkannya lagi. Justru Reyna yang sering tiba- tiba terpikirkan olehku. Mungkin karena rasa bersalah itu.Dan sekarang, setelah Jessica kembali aku tak merasakan apa- apa lagi, hambar. Kalau bukan karena Joane, mungkin aku gak mau lagi berhubungan dengannya.Pagi datang begitu cepat tanpa sempat aku terlelap. Sampai di kantor, Nina segera membacakan jadwalku dan karena tak ada jadwal yang begitu penting aku langsung pergi ke kantor Anjas. Akan lebih baik jika aku bekerja dari sana. Karena sebentar lagi p
"Ok, aku akan pulang. Maaf ya Nin, aku menganggumu," Jessica mengubah raut wajahnya diramah- ramahkan."Baik Bu. Akan saya sampaikan," jawab Nina singkat, merasa dongkol karena kelakuan Jessica barusan."Sok ramah, tadi aja petentang- petenteng," makinya setelah Jessica agak jauh.Jessica meninggalkan kantor Hans dengan menggandeng Joane di tangan kirinya. Ia tahu jelas bahwa Hans sedang menghindarinya saat ini.'Ok, fine. Aku terima perlakuanmu hari ini, tapi aku pastikan kamu tidak akan bisa lepas dariku Hans,' katanya dalam hati dengan senyum licik tersungging di bibirnya.Diamatinya Joane yang duduk di sebelahnya. Mereka berada di dalam taksi, perjalanan kembali ke rumah kontrakan. Ada beberapa rencana alternatif yang menari- nari di otaknya dan tentu saja rencana itu melibatkan Joane, kelemahan Hans, karena Hans tidak mungkin mengabaikan anaknya sendiri.---Reyhan sudah pulang dari rumah sakit