Share

Kebahagiaan Ansen

Saat Ansen menikmati rokoknya, ia tak menyadari ada seseorang di belakangnya yang menatap Ansen dengan wajah kaget.

"Kamu merokok?"

Ansen yang mendengar suara istrinya langsung kaget. Ia tak menyangka Alena akan bangun di tengah malam. Untuk sesaat ia berusaha mencari akal agar gadisnya tak curiga. Ia pun melepas rokok itu dengan wajah menunduk seperti biasanya.

"Maafkan aku," ucapnya mengaku.

Ansen pun mencoba untuk tenang dan menyusun kata-kata terbaik agar Alena percaya padanya mengenai apakah ia bisa merokok atau tidak. Lagipula gadis itu sudah terlanjur melihatnya saat merokok tadi. Apalagi Alena itu sangat pintar. Ansen tak ingin membuat gadis itu curiga dengan tingkahnya yang ada di luar batas normal.

"Sejak kapan kamu mulai merokok?"

Wajah Alena terlihat kecewa, ia tak pernah tau kalau suaminya adalah seorang perokok. Ansen yang sadar bahwa Alena kecewa padanya langsung memeluk gadis itu erat. Dia meringis seolah dia ikut merasa kesakitan saat merokok.

"Maafkan aku, aku sudah merokok sejak lama. Tapi aku sudah berhenti saat kita bertemu dan menikah. Aku... aku hanya tak bisa tidur malam ini. Jadi aku merokok."

Saat mendengar alasan Ansen, Alena masih tak percaya. Ia tak pernah mendengar bahwa Ansen menjadi perokok. Laki-laki itu tak pernah sekalipun bercerita padanya mengenai hal ini.

"Kenapa kamu tiba-tiba tak bisa tidur, bukankah kamu biasanya tidur jam 10?"

Ansen langsung menunduk dan bersikap seolah enggan memberitahu istrinya tentang kenapa ia tak bisa tidur. Itu membuat Alena semakin curiga dan mendesaknya untuk menjawab.

Dengan wajah merah Ansen menatap istrinya dan mulai menunduk lebih dalam. 

"Aku... aku merasa aku tak pantas menjadi suamimu."

"Kenapa kamu berfikir begitu?!"

Nada suara Alena langsung meninggi, ia tak terima Ansen akan mengatakan kalimat seperti itu. Tapi Ansen terlihat semakin memerah seperti malu akan sesuatu.

"Aku adalah seorang gamers miskin. Aku tidak pernah memenangkan turnamen besar. Penghasilanku juga pas-pasan, apalagi aku mungkin akan dikeluarkan dari tim inti karena banyak yang lebih baik dariku. Jika itu dibandingkan dengan mu, bukankah aku tidak pantas. Kamu sangat sukses dan kaya, apalagi kamu sangat cantik dan masih muda. Aku yakin banyak yang akan mencintaimu dan orang itu pasti lebih baik dariku."

Alena merasa sedih dengan pengakuan suaminya. Ia membelai pelan wajah Ansen dan membuat laki-laki sedikit mendongak lalu melihat wajahnya. Alena dengan sangat tulus mengungkapkan isi hatinya untuk membuat Ansen lebih tenang.

"Ansen, bukankah kamu sudah mengatakan bahwa kita adalah satu. Kenapa kamu masih berfikir bahwa kamu lebih rendah. Aku bisa memenuhi semua kebutuhan keluarga dan aku bisa menjamin keluarga kita tak kekurangan suatu apapun. Jadi kamu tak perlu bekerja keras untuk membuat kita menjadi setara. Kamu di rumah dan tersenyum padaku saat pulang. Itu sudah cukup. Untuk karirmu aku akan mendukungmu secara penuh, kamu hanya perlu untuk terus berusaha dan jangan menyerah."

Ansen yang mendengar hal itu hanya mampu mencibir di dalam hati. Betapa bodohnya gadis yang ada di depannya. Itu membuat Ansen semakin termotivasi untuk mendorongnya menuju kegelapan.

"Bohong. Ibumu mengatakan padaku bahwa aku tidak berguna. Kamu sangat sukses dan aku tidak. Kamu juga luar biasa, sedangkan aku hanya seorang pengecut tanpa kekuatan. Tak ada sesuatu yang bisa aku banggakan. Alena, aku tidak percaya diri. Aku benar-benar takut kamu akan meninggalkan ku suatu saat nanti."

Ansen menangis dan memeluk istrinya dengan erat. Seolah-olah dia merasa putus asa dan kehabisan akal. Alena tak sanggup melihat pemandangan seperti itu, ia pun memeluk suaminya dan menenangkannya dengan kata-kata manis.

"... Alena, jika suatu saat nanti Ibumu menyuruh untuk meninggalkan ku. Apakah kamu akan melakukannya?"

"Omong kosong apa yang kamu bicarakan. Aku sudah dewasa dan aku bisa menentukan jalan hidupku sendiri. Ibuku tak akan bisa ikut campur dalam hal yang menyangkut pernikahan kita. Jadi kamu jangan khawatir, aku pasti tidak akan meninggalkan mu."

Ansen tersenyum dalam diam, ia menikmati setiap kalimat bujukan yang keluar dari mulut istrinya. Seolah-olah itu adalah lagu keberhasilan atas semua rencana yang ia siapkan sejak lama.

"Benarkah?"

Alena pun langsung mengangguk dengan pasti. Itu membuat Ansen merasa lebih percaya diri. Ansen lalu mencium bibir istrinya dengan penuh gairah. Bibir itu memiliki bau rokok yang begitu menyengat, itu membuat Alena tak tahan dan mendorong Ansen. 

Melihat penolakan yang dilakukan Alena untuknya, Ansen merasa kesal. Ia tak pernah ditolak oleh siapapun, apalagi jika itu berhubungan dengan masalah ranjang. 

"Apa kamu menolak ku?"

Suara Ansen sangat lembut dan terdengar sedih. Itu membuat Alena buru-buru menggeleng. Melihat hal itu Ansen tak menyia-nyiakan kesempatan. Ia mencium istrinya sekali lagi dengan cara yang lebih ganas. Ia senang karena membuat Alena tersiksa dengan bau yang tidak dia sukai, yaitu rokok. 

Perlahan tangan Ansen mulai membelai punggung Alena, seolah mengisyaratkan sesuatu. Tentu saja Alena yang mengerti hal itu langsung mundur sekali lagi.

Ansen yang tak terima ditolak langsung memasang wajah sedih. "Kenapa?"

Alena langsung panik dan berusaha mencari kata-kata yang tepat untuk menolak permintaan Ansen. Sejujurnya hingga sekarang ada beberapa bagian dari tubuhnya yang masih terasa sakit dan perih. Sebelumnya Ansen melakukannya dengan cara yang agak kasar hingga membuat Alena sedikit tersiksa.

"Kita sudah melakukannya tadi," ucapnya lembut.

"Tapi aku ingin. Ayolah, aku benar-benar merasa sedih saat kamu menolak ku. Sebelumnya kamu tak pernah melakukan itu. Apakah aku sudah tidak menarik untukmu? Mungkin benar apa yang dikatakan Ibumu, kamu akan meninggalkan ku suatu saat nanti."

Kalimat pamungkas itu kembali keluar dari mulut Ansen. Itu membuat Alena langsung tak bisa berkutik. Ia pun segera menerima ajakan Ansen untuk melakukan hal itu sekali lagi.

Melihat Alena tak lagi menolaknya. Ansen segera melakukan semua hal yang ia inginkan. Dia melepas pakaian istrinya dengan cara yang sangat kasar dan melakukannya di atas meja.

Perlakuan kasar Ansen sangat tersembunyi, hal itu terlihat seperti Ansen memang sangat bergairah pada istrinya. Tapi pada kenyataannya Ansen sedang melampiaskan banyak kemarahan untuk Alena.

Semakin banyak air mata yang dikeluarkan Alena, maka semakin bersemangat Ansen saat melakukannya. Seolah-olah air mata Alena adalah bahan bakar untuk semua tindakan yang ia lakukan.

Ansen melakukan hal itu hingga menjelang pagi. Terlihat beberapa memar di tubuh Alena yang membuatnya semakin puas. Ia melihat dengan wajah kecanduan, seolah ia memberikan penghargaan atas hasil karyanya yang luar biasa.

Alena yang lemas dan sedikit pucat hanya mampu menutup mata. Ia tak mampu menggerakkan anggota tubuhnya, bahkan jarinya pun tak bisa. Perlahan suhu AC di ruangan itu mulai terasa dan ia pun sedikit menggigil.

Ansen membopong Alena ke dalam kamar. Ia terus tersenyum dengan perasaan puas. Ia telah lama ingin melakukan hal kasar ini. Ini membuatnya bahagia berkali-kali lipat. 

Ansen menatap Alena dan membelai wajahnya. 'istriku yang bodoh'.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status