Share

Daren Cemburu

Penulis: Yurriansan
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-21 16:46:33

Bella dengan gerakan yang liar dan cepat, melompat-lompat dan berlari tanpa arah. Gerakan tubuhnya yang besar dan kuat menimbulkan kekacauan di sekitarnya.

Madeline berusaha mempertahankan kendalinya dengan berpegangan erat pada tali kekang. Wajahnya tampak tegang dan penuh ketegaran saat dia mencoba meredam gerakan kuda tersebut. Dia sudah berada posisi paling bahaya saat ini, tergantung pada satu sisi tubuh kuda.

"Sean!" Madeline tidak yakin dia bisa bertahan lebih lama lagi.

Darren menunggangi Brown dengan cepat mengarahkan kuda tersebut menuju Madeline dan Bella. Setelah berhasil mendekati, Darren memegang tali kekang Bella, menariknya kuat bertahan dengan posisi yang sangat bahaya lalu melompat ke Bella. Brown jadi berlarian sendiri, sedangkan Darren sudah berada di atas Bella.

Pria itu memegang kuat tali kekang Bella, kemudian membantu Madeline untuk duduk lagi dalam posisi yang aman. Darren memegang perempuan itu erat, membuktikan dia sudah aman sekarang.

"Bella!" Darren memanggil nama kuda itu. "Bella, hei gadis baik. Berhentilah mengamuk!"

Membutuhkan tenaga cukup kuat untuk bisa mengendalikannya, tetapi Darren tidak menyerah. Dia kaki depan Bella terangkat naik, Madeline merasa tubuhnya seperti akan terpental ke belakang, untung Darren masih memeganginya kuat. Hanya dalam beberapa detik, sudah turun lagi dan Madeline merasa terpental kembali ke depan.

Bella perlahan bisa dikendalikan, dia tidak lagi melaju kencang. Darren bisa memintanya untuk berhenti.

Kuda itu berhenti. Madeline merasa sangat ketakutan hingga tubuhnya lemas. Dia nyaris jatuh ke tanah jika saja Darren tidak memeganginya.

Darren turun, Madeline juga turun dengan dipegangi. Saat menjejakkan kaki ke tanah, kedua kaki Madeline begitu lemas. Dia tidak kuat berdiri.

Darren memegang pinggangnya. "Kau sudah aman, Mady. Kau aman …."

Madeline begitu ketakutan tadi. Meski dia terus berpikir kalau ini akan menyenangkan, dibawa lari kuda dengan kecepatan seperti itu yang bisa membahayakannya rasanya seperti akan mati.

Madeline limbung, Darren memegang tubuhnya erat-erat. Dia memeluk perempuan itu memegangnya agar jangan tumbang.

"Aku di sini. Aku menjagamu." Darren berbisik dengan napas tersengal. Satu tangannya berada di punggung Madeline. 

Madeline sebelumnya begitu marah dengan Darren. Tentang hal semalam, yang sudah mereka lakukan dan tentang Cressida yang datang bersamanya. Namun, sekarang Madeline begitu tenang dan dia sangat nyaman mendengar suaranya.

Madeline mengangguk. Dia biarkan dirinya nyaman dalam pelukan Darren. Perempuan itu akan memegang pinggang Darren mempererat pelukan mereka. Namun ….

"Mady!" Suara Sean terdengar.

Ya Tuhan, Madeline hampir saja lupa kalau saat ini sedang bersama Sean. Kenapa dia bisa lagi-lagi lepas kendali. Ah, godaan Darren begitu kuat sampai dia selalu saja melupakan Sean.

Sean segera mendekati Madeline. Wajahnya tampak penuh kekhawatiran sambil ia memeriksa kondisi wanita tersebut.

"Kau baik-baik saja?" Pria itu menyorot dia dari ujung kepala sampai ujung kaki. Memastikan kekasihnya itu tidak terluka sedikit pun.

Madeline menatap Sean, dia coba merasakan kondisi tubuhnya. "Aku baik-baik saja, Sean."

Sean memeluk Madeline, dia hanya ingin meyakinkan dirinya kalau kekasihnya itu baik-baik saja. Setelahnya, kembali dia memeriksa Madeline.

"Kau yakin baik-baik saja?" tanyanya lagi. "Jangan dipaksakan kalau memang merasa tidak enak."

Madeline mengangguk dan meyakinkan Sean bahwa dia benar-benar dalam kondisi baik. "Aku serius, Sean." Kali ini Madeline sampai memegang wajah pria itu dengan senyum hangat terukir.

Darren menyaksikannya dan dia bertanya sendiri. Apakah Madeline sengaja melakukannya? Dia sengaja membuat Darren cemburu di sini?

Sean kelihatan bisa bernapas lega. Sekali lagi dia memeluk Madeline karena yakin wanitanya itu tidak kenapa-napa.

Sementara itu, Cressida telah memacu kuda miliknya dengan cepat dan kuat, melintasi padang rumput. Rambut panjangnya berkibar di udara, menyisakan jejak perjalanan mereka yang bisa dilihat oleh mata telanjang.

Namun, setelah cukup jauh Cressida mulai merasa ada sesuatu yang tidak beres. Dia menoleh ke belakang dan mengamati jarak yang telah mereka tempuh. Tidak ada siapa pun atau apa pun yang menyusul mereka.

Dengan alis berkerut  Cressida memerintahkan Chloe agar untuk berhenti. Kuda tersebut meredam langkahnya sampai akhirnya berdiri diam di tengah jalur tanah bebas.

"Ke mana Darren?" Perempuan itu bertanya sendiri. "Harusnya, dia bisa menyusulku lebih cepat dari yang aku duga!"

Cressida mengarahkan Chloe agar kembali ke jalan yang tadi.

Saat mendekati tempat itu, Cressida melihat Darren malah memperhatikan Madeline yang sedang bersama Sean. Ekspresi Madeline yang tampak tenang dan bahagia bersama dua pria tersebut, membuat  Cressida kesal. Tanpa berpikir panjang lagi, dia turun dari kudanya dan berjalan cepat menuju Darren.

"Kenapa kau tidak menyusulku!" teriak Cressida, suaranya bergema di udara sejuk pagi itu. Wajahnya memerah dan matanya memancarkan kekecewaan  

Darren menoleh kepada Cressida, wajahnya tetap tenang meski ada sedikit kebingungan yang terpancar dari matanya. Dia hanya mendengkus kecil sebelum akhirnya membuka mulut untuk menjawab.

"Ada insiden," ucap Darren dengan suara yang datar. "Madeline hampir saja celaka."

Cressida mengangkat tangan, menghentikan kata-kata Darren. "Aku tahu," potongnya cepat. "Madeline memang amatir soal berkuda. Harusnya pengawas kuda mengikutinya."

"Bukan begitu, Madeline?' Cressida meliriknya dengan tatapan yang sangat meremehkan.

Madeline memelotot mendengar itu. Ada apa dengan Cressida ini? Kenapa dia jadi menyalahkan Madeline untuk Darren yang tidak menyusulnya?  Padahal, sudah jelas dari tadi juga ada Sean yang menjaganya. Itu Darren sendiri yang berinisiatif. 

Sejenak suasana menjadi hening, hanya suara desiran angin dan hembusan napas kuda-kuda yang bisa didengar. Darren tahu kalau Madeline sedang dihina, tetapi dia tidak bisa melakukan apa-apa. Sean justru yang bisa pasang badan.

"Ini bukan salah Mady. Aku yang kesulitan mengontrol Green sampai dia membuat Bella kaget."

Cressida acuh tak acuh mendengar itu. Dia lebih peduli dengan bagaimana Darren harus bersikap padanya.

"Tunggu!" Cressida menyadari Darren seperti menahan sakit dari tadi di pergelangan kirinya. 

Dia mendekati Darren, memaksa agar pria itu menggulung baju panjangnya. 

"Kau terluka!" Cressida memekik.

Madeline berubah pucat. Jangan-jangan, saat melompat dari kuda tadi dan dia memegang tali kekangnya begitu kuat sampai jadi begitu lengannya.

Sean mendekati kakaknya untuk memastikan. Saat diperiksa, ternyata itu sudah kelihatan sedikit bengkak dan biru. "Jangan berkuda, aku akan panggilkan pengawas untuk membawamu ke klinik."

"Sudahlah." Darren kurang suka mereka perhatikan seperti ini. "Kalian sebaiknya mengurus Madeline. Aku yakin dia juga terluka."

Madeline mengepal tangan. Darren akan terus bersikap begini. Dia memang sok perhatian dan kadang bisa keras kepala sekaligus sok cuek!

"Sean!" Madeline memanggil kekasihnya. "Bisa bawa aku kembali?"

Sean sempat agak bingung tadi antara menolong kakaknya dulu atau mengurus Madeline. Akan tetapi saat Cressida menawarkan diri untuk bisa mengurus Darren. Itu membuat Sean bisa memilih Madeline.

Darren hanya bisa menatap mereka dengan cemburu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Bersatu Kembali

    Darren sontak berdiri dengan ekspresi terkejut. "Sial!" Dia tanpa pamit langsung pergi begitu saja.Lulu menatap kepergian bosnya hingga hilang dari pandangannya. "Kamu ke mana saja, sih? Aku khawatir di sini, tapi kamu malah mengabaikanku!" teriak Crasida di telepon saat Darren mencoba menghubunginya di dalam perjalanan menuju ke Rumah sakit."Maaf, sayang. Aku akan segera ke sana." Darren segera menuju ke rumah sakit. Dalam perjalanan menuju tempat tujuan, ia masih memikirkan Michael. Ia tak percaya Michael akan mengalami kecelakaan karena tidak ada tanda-tanda akan terjadi hal buruk. Ia berdoa semoga Michael dalam keadaan baik-baik saja. Setelah terdiam sambil mengemudi beberapa menit kemudian akhirnya ia tiba di Rumah sakit. Darren bergegas menemui Crasida yang telah menunggunya. Ternyata Sean telah lebih dahulu berada di sana. Walau sempat kesal dan masih marah pada adiknya itu, ia tak ingin dulu mengungkit masalah itu. "Bagaimana keadaan putra kita?" "Dia butuh banyak darah.

  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Tidak Bisa Diam Lagi

    Madeline memeluk erat putranya, ia enggan meninggalkan mobil karena memikirkan keselamatan putra dan dirinya sementara Sean bergeming tanpa memberikan rasa kasihan padanya. Madeline menunggu beberapa saat untuk memohon agar Sean berubah pikiran, hanya lewat tatapannya yang tak berdaya, tetapi Sean masih sama, tidak peduli padanya. Akhirnya Madeline terpaksa turun dari mobil dan tidak butuh waktu lama Sean benar-benar meninggalkannya di jalan sepi itu.Madeline menangis ketika putranya bertanya, "Mama, apa kita akan menunggu di sini? Dylan takut, Ma." Madeline, mencoba menahan suara isaknya agar dapat menjawab Sean, "Sebentar lagi kita pulang. Kita tunggu taksi dulu, ya? Untuk sementara kita jalan dulu ke tempat yang ramai." "Apa Mama, bisa?" Ia menatap luka di lutut ibunya.Madeline tersenyum, sembari menganggukkan kepala. "Ayo, kita jalan!" Darren kehilangan jejak mobil Sean. Hampir saja ia memutuskan untuk kembali ke rumah, tapi saat melihat seorang perempuan dengan putra kecil

  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Menemukannya

    "Om, mau ketemu mama, boleh?" tanya Darren, sambil melirik ke kaca mobil. Dia melihat samar-samar sosok Madeline di sana, sedang bersandar pada bangku mobil. Sikap duduk perempuan itu masih sama, masih melindungi identitasnya. "Mama, lagi sakit, Om. Tidak bisa." "Sebentar saja. Om, cuma mau berkenalan sama mamamu." Setelah berkata, dia langsung menuju ke lain sisi pintu mobil, di mana tempat Madeline duduk. "Tapi kata Om Sean, mama sedang terluka." Ia tidak ingin ibunya diganggu apalagi ia mengira Ibunya kini tengah tidur. Ia juga cemas kalau sikap Sean mungkin sama seperti Crasida yang tidak setuju anaknya berteman dengan sembarangan orang. Ia tidak mau ibunya dimarahi lagi. Meski tadi Darren telah bersikap baik padanya, tapi dia perlu waspada. "Dia lagi tidur, Dar," kata Sean, saat Darren akan mengetuk kaca pintu mobil, tapi Darren tidak peduli, Darren membungkuk melihat kaca. "Aku cuma mau melihatnya. Bisa kamu buka?" "Kami sedang terburu-buru," jawab Sean agak kesal.Darren

  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Pertemuan

    Sean menatap wajah Madeline yang masih belum menjawab keinginannya untuk ikut menjemput Dylan ke rumah Michael. Terus terang ia begitu ingin lebih lama bersama perempuan itu dan bila bisa tidak akan terpisah lagi. "Kenapa Mady? Apa aku sudah mengganggumu sampai kamu tidak mau menerima bantuanku?""Tidak sama sekali." Madeline menggeleng lemah, sedikit merasa tidak nyaman dengan perkataan Sean barusan. "Lalu?" Sean mengerutkan keningnya, alisnya hampir bersatu karena merasa perempuan itu telah menyembunyikan sesuatu darinya. "Aku cuma tidak mau merepotkan kamu saja." Dia tersenyum hambar, berharap Sean tidak memaksanya lagi."Aku bertanggung jawab atas luka yang kau dapatkan itu. Daripada terjadi apa-apa, lebih baik aku antar kamu ke sana." "Tapi, Se--""Eits! Jangan membantah! Aku akan merasa bersalah bila kamu tidak mau menerima bantuanku," potong Sean sambil memelas.Madeline terdiam sejenak sebelum ia menganggukkan kepalanya. Ia menarik napas sedalam-dalamnya untuk mengurangi be

  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Mantan

    Sosok lelaki yang tidak asing bagi Madeline.“Itu Sean…” lirih Madeline mengucek matanya merasa penglihatannya tidak baik-baik saja. Benarkah itu Sean? Lelaki bertubuh sempurna dengan balutan kemeja berwarna hitam digulung hingga bagian siku tersebut berjalan mendekati Madeline yang berdiri termenung. Mata mereka saling bertemu untuk beberapa saat.“Mady,” panggil Sean dengan lembut, dia ingin memastikan wanita di depannya kini Madeline ataukah hanyalah halusinasinya saja. Ternyata matanya masih berfungsi dengan benar, itu beneran Madeline. Lelaki itu melayangkan sebuah senyum yang paling tulus, bibirnya merekah pertanda bahagianya bisa menemukan pujaan hatinya yang menghilang selama ini. Hatinya bersorak bahagia dipertemukan dengan sang penghuni hati. Madeline masih mematung, kakinya terasa berat untuk segera berlari menjauh dari hadapan Sean. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan Sean kembali di saat seperti ini. Keringat tiba-tiba mengucur deras bahkan punggungnya sudah mulai

  • Madeline dan Dua Pewaris Tampan   Pertemuan Tidak Terduga

    Dilan menatap lama Michael. “Emm, aku harus bilang semuanya kepada ibuku dengan siapa aku berteman, tapi kamu apakah benar ingin berteman denganku?” tanya Dilan bersungguh-sungguh tapi Michel langsung menyambut dengan anggukan kepala yang mantap. “Karena kau adalah orang yang mau membelaku saat Bobby dan teman-temannya nakal,” jawab Michael dengan sejujurnya. Belum sempat Dilan berbicara ternyata di seberang jalan, Madeline telah menunggu kedatangannya. “Aku duluan, besok kita bertemu lagi,” ucap Dilan berlari menemui ibunya. “Halo, Jagoan kecil,” sapa Madeline berjongkok agar mereka sama tingginya. “Hai, Mom, aku tadi kena hukuman dari Miss Neona.” Dilan tidak sabar ingin bercerita dia membuka percakapan tentang hukumannya tadi. “Oh, begitu, kita lanjut cerita di rumah, sekarang pulang dulu.” Bocah kecil sekolah TK tersebut menurut apa kata ibunya. Mereka pulang ke apartemen bersama-sama. Sore harinya. Madeline telah selesai membuat makan makan untuk mereka berdua. Dilan masi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status