Home / Rumah Tangga / Madu Pilihan Mertua / 05. Seatap dengan Madu

Share

05. Seatap dengan Madu

Author: Miss Yune
last update Last Updated: 2024-07-02 13:57:06

'Kenapa hatiku tetap sakit setiap melihat Aris dan Wulan?' ucap Maya dalam hati.

Pesta pernikahan berjalan dengan lancar, Maya terus berusaha untuk menerima pernikahan kedua. Bagaimana pun juga itu adalah risiko yang harus dia tanggung karena mengizinkan Aris menikah lagi.

Saat ini, Maya dan Hani akan pulang ke rumah mereka. Keluarga Wulan menginap di hotel tempat Aris mengadakan resepsi. Begitu pun dengan Aris dan Wulan yang akan melakukan malam pertama di hotel tersebut.

Aris menghampiri Maya yang menunggu mobil untuk mengantarkannya ke rumah. "Maya, aku harap kamu dapat ikhlas menerima Wulan sebagai madumu. Ini semua aku lakukan bukan karena aku mencintainya. Aku menikahi Wulan semata untuk mewujudkan keinginan Ibu," ucap Aris.

"Bagaimana bila Wulan tidak kunjung hamil sepertiku? Apa kamu akan menikah lagi?" tanya Maya dengan wajah sendu.

"Tentu tidak! Aku tidak mungkin akan menikah lagi. Cukup sekali aku menduakanmu. Berdoa saja aku segera memiliki keturunan dengan Wulan," jawab Aris.

"Aku berharap akulah yang hamil, Mas. Akan tetapi, kalian tidak sabar," ucap Maya pelan.

Ketika masih berbicara dengan Maya, ada suara mendayu yang memanggil Aris. "Mas! Ayo kita ke kamar!" panggil Wulan menghampiri sang suami.

Perempuan cantik itu melirik Maya dengan senyum meremehkan. Dia merasa sangat puas karena semua keinginannya tercapai. Walau hanya dinikahi secara siri, wanita itu yakin bila statusnya akan menjadi sah bila anak hadir dalam pernikahannya.

"Sebentar, Wulan. Aku masih harus ingin berbicara dengan Maya," ujar Aris.

"Sudahlah, Mas. Tidak apa-apa, kamu bisa meninggalkanku. Aku akan pulang bersama Ibu," ucap Maya.

"Maya benar Aris, sudah sana kalian buatkan cucu untuk Ibu. Sudah tidak sabar rasanya mendengar tangisan bayi di rumah kita," balas Hani.

"Rumah kita? Maksud Ibu, aku akan tinggal bersama kalian?" Kini, Wulan yang terkejut mendengar ucapan Hani.

"Tentu saja, kita akan tinggal bersama. Memangnya mau di mana lagi?" tanya Hani dengan dahi yang berkerut.

"Aku pikir, Ibu dan Mas Aris sudah menyiapkan rumah untukku. Aku tidak mungkin tinggal di bawah atap yang sama dengan Mbak Maya," jawab Wulan.

Hani dan Aris saling berpandangan, mereka tidak menyangka Wulan berpikir sejauh itu. Biaya resepsi saja belum mereka lunasi, Wulan ingin tinggal di rumah yang berbeda dengan Maya.

"Memangnya kamu pikir Mas Aris itu pengusaha? Dengan mudah membeli rumah untukmu? Aku saja yang sudah menikah lima tahun belum keluar dari rumah Ibu," ucap Maya yang tersenyum melihat wajah Wulan.

Aris menggaruk kepala, dari dulu Maya memang ingin pindah dari rumah sang ibu. Namun, pria itu selalu beralasan kasihan dengan Hani bila tinggal sendiri. Hani butuh seorang teman untuk menemaninya.

Pada kenyataannya, Maya diminta berhenti bekerja karena tidak kunjung memiliki anak. Setiap hari, Maya harus melakukan pekerjaan rumah tangga. Semua itu dia lakukan tanpa protes sedikit pun.

"Ya, tapi aku 'kan istri muda, Mas Aris. Sudah sewajarnya aku mendapatkan rumah yang layak. Tidak harus tinggal bersama ibu mertua dan kakak maduku," ujar Wulan membanggakan statusnya sebagai istri muda.

Hani yang sejak tadi diam saja angkat bicara. "Sudahlah, Wulan. Nanti, kita akan pikirkan lagi. Setelah ini, kalian akan tinggal di rumah Ibu. Suka atau tidak suka kamu harus seatap dengan Maya," tukas Hani yang membuat Wulan bungkam.

"Baiklah, kalau begitu kami pamit, Bu, Mbak. Ayo kita ke kamar, Mas!" ucap Wulan menggandeng tangan Aris.

"Kamu harus ingat, aku hanya mencintaimu, Maya!" ujar Aris sebelum mengikuti Wulan.

Maya hanya terpaku menatap kepergian Aris dan Wulan. Jujur saja, dia tidak merasakan apa pun ketika Aris mengatakan cinta. Semua itu bagi Maya hanya omong kosong.

Bila Aris memang mencintai Maya, pria itu dapat menolak permintaan Hani untuk menikah lagi. Namun, sang suami tidak dapat berlaku tegas dan hanya mengatakan kalau itu semua demi mewujudkan keinginan Hani.

"Maya, apa kamu yang menyebarkan berita kalau Ibu meminta Aris menikah lagi? Tadi, Bu Hindun mengatakan itu pada Ibu," tanya Hani pada sang menantu.

Dahi Maya berkerut, dia merasa tidak pernah membicarakan tentang pernikahan kedua Aris. Sebagai seorang istri, Maya berusaha untuk menutupi masalah yang ada dalam rumah tangganya.

"Aku tidak mengatakan apa pun, Bu. Mungkin Bu Hindun mendengar orang mengatakan hal itu atau dia menarik kesimpulan sendiri," jawab Maya.

"Jangan bohong pada Ibu, Maya. Ibu tahu kamu belum ikhlas Aris menikahi Wulan. Ini semua Ibu lakukan juga demi kalian. Aris membutuhkan anak untuk menambah kebahagiaan kalian, tetapi kamu sendiri belum bisa memberikannya," tukas Hani.

Selalu saja anak yang menjadi alasan Hani. Padahal, Aris tidak pernah menekan Maya untuk segera memiliki momongan. Dari awal mereka menikah, Hani memang tidak begitu menyukai Maya.

"Walau aku belum ikhlas, tapi aku sudah mengizinkan Mas Aris untuk menikah lagi, kan, Bu? Jadi, aku harap Ibu tidak terus menerus menekanku untuk memberikan anak. Sekarang, sudah ada Wulan yang bertugas untuk melahirkan anak Mas Aris."

Hani ingin membalas perkataan Maya. Akan tetapi, mobil yang akan mengantarkan mereka ke rumah sudah tiba. Maya segera saja memasuki mobil, tidak ingin beradu mulut dengan sang mertua.

Dengan sengaja, Maya duduk di depan dekat sopir. Hani kesal setengah mati karena sikap Maya. Perubahan sikap Maya padanya sangat signifikan, biasanya Maya tidak membalas ucapannya dan hanya menerima ucapan sang mertua. Berbeda dengan saat ini, Maya sudah berani menjawab semua ucapannya. Menantunya itu, mulai berani mengungkapkan isi hatinya.

Hati Maya yang hancur tidak dapat dirangkai kembali. Ingin rasanya dia menggugat cerai Aris. Akan tetapi, dia tidak memiliki kekuatan bila melakukan hal tersebut. Saat ini, Maya sudah berhenti dari pekerjaannya dan tidak memiliki penghasilan.

'Apa yang harus aku lakukan? Mungkinkah Mas Aris mengizinkanku untuk bekerja lagi? Aku takut jika suatu saat nanti Wulan akan mendepakku dari rumah. Ibu juga semakin tidak menyukaiku semenjak kehadiran Wulan,' batin Maya sambil merilik Hani di kursi belakang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Madu Pilihan Mertua    74. Kebahagiaan

    "Jadi, Maya hamil?"Suara Hani bergema di ruang tamu yang sepi. Aris duduk di kursi, pandangannya lurus ke depan, namun hatinya seolah terguncang oleh kabar yang baru saja dia dengar. Dia tak bisa mempercayai bahwa Maya—wanita yang pernah ia cintai dan gagal dia pertahankan—sekarang sedang mengandung anak dari Gilang."Iya, Bu. Maya akan punya anak," Aris menjawab lirih, menundukkan kepalanya.Hani yang duduk di sampingnya terdiam sesaat, mencoba memahami perasaan anaknya. Ia tahu, kabar ini bukan hal yang mudah diterima oleh Aris. Bagaimanapun, meski mereka telah lama berpisah, Maya masih meninggalkan jejak yang mendalam di hati Aris. Kini, kenyataan bahwa Maya akan menjadi ibu dari anak pria lain mungkin terasa seperti pukulan telak bagi Aris."Aris," kata Hani lembut, "kamu harus kuat. Kita sudah tidak bisa melakukan apa-apa. Maya sudah memilih jalan hidupnya, dan kita harus menghormatinya. Apapun yang terjadi, hidupmu harus terus berjalan."Aris mengangguk pelan, meskipun di dalam

  • Madu Pilihan Mertua    73. Kejutan di Awal Kebahagian

    Pagi itu, udara terasa hangat dan tenang di rumah Gilang dan Nissa. Maya sedang sibuk di dapur, menyiapkan sarapan. Suara pisau yang bergerak cepat di atas talenan mengiringi aktivitas paginya. Dia tersenyum sambil memikirkan hari-harinya bersama Gilang, terutama bulan madu mereka yang penuh kebahagiaan dan tawa. Gilang, dengan segala cinta dan perhatian, selalu membuat Maya merasa seperti wanita paling beruntung di dunia.Namun, di balik kebahagiaan itu, ada satu perubahan besar yang Gilang inginkan. Suatu malam setelah mereka kembali dari bulan madu, di atas ranjang mereka yang nyaman, Gilang memeluk Maya erat dan berbisik, “Sayang, aku ingin kamu berhenti bekerja. Aku ingin kamu lebih fokus pada kita, keluarga yang akan kita bangun.”Maya tertegun sesaat, menatap Gilang. "Apa kamu benar-benar menginginkannya, Gilang?"“Iya,” jawab Gilang dengan penuh keyakinan. “Aku ingin kamu tidak perlu lagi pusing dengan pekerjaan. Biarkan aku yang menafkahi kita. Kamu bisa beristirahat dan meni

  • Madu Pilihan Mertua    72. Hari Bahagia

    Sebulan kemudian, persiapan pernikahan berjalan dengan cepat. Maya dan Gilang sudah tidak sabar untuk menghalalkan hubungan mereka. Gilang memastikan segala sesuatu tertangani dengan baik, dari dekorasi hingga undangan. Ia ingin hari pernikahannya menjadi momen terbaik dalam hidup mereka.Maya sendiri sibuk dengan persiapan pribadi, memilih gaun dan merencanakan acara bersama sahabat-sahabatnya, termasuk Putri yang selalu setia mendampinginya. Dalam hati, Maya merasa bahagia, meskipun ada rasa takut yang kadang muncul. Bagaimana jika pernikahan ini tidak berjalan sesuai harapan? Bagaimana jika masa lalunya kembali menghantui?Namun, setiap kali rasa khawatir itu muncul, Gilang selalu ada untuk menenangkannya. “Percayalah, Maya. Kita akan bahagia. Ini adalah awal baru untuk kita.”Hari pernikahan semakin dekat, dan semua orang sibuk dengan persiapan. Maya sering kali tenggelam dalam tumpukan pekerjaan, baik di kantor maupun dalam persiapan acara, tetapi itu membuatnya merasa lebih tena

  • Madu Pilihan Mertua    71. Mendapat Restu

    Matahari bersinar cerah ketika Maya tiba di rumah Nissa, perasaan gugup menghiasi langkahnya. Meski hubungan mereka sudah lebih baik, tetap saja, restu dari calon mertuanya adalah langkah besar yang harus ia lewati. Gilang, yang berjalan di sampingnya, meraih tangan Maya dengan lembut, seolah memberikan kekuatan. “Tenang saja, Maya,” bisik Gilang seraya tersenyum. “Ibu pasti akan merestui kita. Aku yakin.” Maya mengangguk perlahan, meskipun kegelisahan itu masih ada. Dia tahu, restu dari Nissa adalah kunci utama untuk melangkah ke tahap berikutnya dalam hubungannya dengan Gilang. Restu yang selama ini belum sepenuhnya ia dapatkan. Ketika mereka masuk, Nissa sudah menunggu di ruang tamu. Senyuman ramah terulas di wajahnya, namun Maya tetap bisa merasakan ketegangan. Ada sesuatu yang tak terucap di antara mereka. Nissa memang lebih bersikap terbuka belakangan ini, tetapi masalah masa lalu Maya sebagai seorang janda masih menyisakan sedikit kekhawatiran dalam benak ibu Gilang. “Du

  • Madu Pilihan Mertua    70. Berharap Restu

    "Ibu akan memberitahukannya setelah waktunya tepat" ucap Nissa.Nissa meminta Maya dan Gilang untuk bersabar. Dia harus meyakinkan dirinya sendiri untuk menerima Maya. Oleh karena itu, Nissa masih meminta waktu untuk berpikir tentang restu untuk Maya dan Gilang. Akhirnya, Maya dan Gilang mencoba untuk bersabar. Hingga ada seseorang yang kembali mengusik ketenangan Maya.Langit senja terlihat suram ketika Aris berdiri di depan pintu kontrakan Maya. Dengan napas tertahan, dia menekan bel pintu, berharap Maya akan menerimanya kembali. Meski banyak hal yang telah terjadi, Aris masih merasa ada kesempatan untuk memperbaiki kesalahan masa lalu. Dia tahu betul hubungannya dengan Wulan berakhir tragis, dan kini, pikirannya kembali teringat pada Maya—wanita yang pernah dia cintai dan biarkan pergi. Pintu terbuka perlahan, dan Maya berdiri di sana, terkejut melihat siapa yang berdiri di hadapannya. "Aris?" tanyanya, suaranya terdengar datar, meski matanya menunjukkan sedikit keraguan. Aris m

  • Madu Pilihan Mertua    69. Keputusan Nissa

    Wulan duduk di atas ranjang rumah sakit, matanya kosong menatap keluar jendela. Hujan deras mengguyur kota, seolah mencerminkan kekosongan di dalam hatinya. Tidak ada lagi yang tersisa. Kandungannya yang dulu menjadi harapan kini telah tiada. Semua telah lenyap, meninggalkannya dalam kehampaan yang menyakitkan.Pintu kamar perlahan terbuka. Pandu melangkah masuk, wajahnya tampak tegang dan penuh dengan penyesalan. Wulan menoleh pelan, tatapannya bertemu dengan mata Pandu yang muram."Pandu..." suaranya bergetar, nyaris tidak terdengar.Pandu mendekat, berdiri di sisi ranjang, namun ia tidak segera bicara. Hanya keheningan yang terjalin di antara mereka. Tatapan penuh luka di mata Wulan membuat dada Pandu terasa sesak."Aku tidak tahu harus berkata apa," Pandu akhirnya memecah kesunyian, suaranya rendah dan berat. "Aku... sangat menyesal."Wulan menundukkan kepala, mencoba menahan tangis yang sudah tak terhitung jumlahnya. "Kita semua melakukan kesalahan, Pandu," katanya lirih. "Aku ta

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status