Sejak kepergian Dani, Reni sama sekali tidak bisa tidur. Melihat wajah suaminya itu, membuat kepalanya mendadak pusing.
Ingin sekali dia mengamuk suaminya itu, tapi masih ditahannya. Dia tak ingin dinilai bar-bar oleh Dani. Dia harus terlihat berkelas dan elegan, agar jika suatu saat dia meninggalkan Dani. Suaminya itu akan merasa menyesal.
Bukan karena masih mencintainya, tapi dia ingin membuktikan bahwa tanpa Dani, hidupnya akan baik-baik saja.
"Maafin Ibu, Nak ...." Reni mengelus perut ratanya, yang di dalamnya rbesarang malaikat kecil yang selama ini dinantikannya.
"Ibu berjanji, akan memberikanmu kehidupan yang layak meski tanpa orang tua utuh." Berkomunikasi dengan janinnya, menjadi hiburan tersendiri bagi Reni.
Semangatnya yang redup kembali bangkit dan bersinar. Bagaimanapun dia masih memiliki kekuatan untuk tetap bertahan.
Perasaannya kali ini sedikit lebih tenang. Akhirnya dia mampu memejamkan matanya.
Dani keluar dengan mar
"Halo,assalamu'alaikum." Reni mengucapkan salam ketika mengangkat telepon itu"Wa'alaikumsalam, Ren."Reni berpikir sejenak, mengingat pemilik suara itu."Ehm ... maaf, ini siapa, ya?""Ck! Baru kemarin ketemu masak sudah lupa sih, Ren!"Pria di ujung telepon sana merasa kecewa karena Reni melupakannya. Padahal dia berharap wanita itu akan selalu mengingatnya."Yudha?" ucap Reni ragu-ragu. Yakin nggak yakin saat mengucapkannya. Apa laki-laki itu tidak kapok dicuekin terus oleh Reni?"Nah! Itu baru inget. Aku pagi ini mau mampir ke sana sebelum berangkat kerja. Kamu mau dibawain apa?"Reni mengernyitkan dahinya, tidak tahu harus menanggapi bagaimana perhatian mantan pacarnya ini."Nggak usah repot-repot, Yud," tolak Reni halus. Padahal sebenarnya ada sesuatu yang memang diinginkanya, tapi dia tidak mau semakin berhutang pada pria itu."Nggak usah sungkan, Ren. Aku tahu
"Ibu mandiin kamu, lalu ganti baju, ya?""Mandi?" Bukanya Reni tidak mau mandi, tapi melihat tangannya seperti itu dia tidak yakin bisa mandi. Bahkan kemarin dokternya bilang, jika dia tidak boleh banyak bergerak."Ya, bukannya mandi di kamar mandi, kamu cuma ibu lap-lap saja pakai air anget.""Ow ...!" Bibir Reni membulat mendengarnya.Yanti pun mengelap badan putrinya itu dengan sabar dan telaten. Dan akhirnya, Reni kini telah merasa bersih dan segar. Bahkan kini dia telah berganti baju."Tok ... tok ... tok ...!" Baik Reni maupun Yanti menoleh ke arah pintu yang diketuk. Yanti menatap Reni seolah bertanya, yang dibalas Reni dengan mengedikkan bahunya. Tanda Reni pun tidak tahu siapa yang mengetuk pintu."I-iya masuk saja!" seru Yanti dari dalam.Pintu ruangan itu terbuka dan masuklah sesosok pria yang tadi pagi-pagi sekali telah menelponnya."Yudha!?" Meski tadi pagi sudah memberi kabar kepadanya bahwa dia akan mampir
Seharusnya Reni tersenyum bahagia kala melihat Dani kembali ke sini, nyatanya bukan hal itu yang Reni rasakan.Bahkan melihat wajah lelaki yang telah menjadi suaminya selama tujuh tahun itu, membuat perutnya merasa mual."Buk ...." Dani tersenyum manis kepada Yanti. Dia menghampiri wanita paruh baya itu dan mencium punggung tangannya.Awalnya dia heran melihat ada lelaki asing yang pagi-pagi sudah berada di sini, tapi dia mencoba berpikir positif."Ah, iya." Yanti nampak bingung bagaimana harus bersikap terhadap Dani. Dia tidak memiliki hak untuk ikut campur dalam urusan rumah tangga anaknya itu.Meski hatinya begitu sakit melihat anaknya dikhianati, tapi dirinya tetap tidak bisa apa-apa. Semua keputusan ada di tangan mereka berdua."Gimana, Ren? Kamu udah baikan?" Melupakan kejadian semalam, Dani berusaha bersikap biasa saja. Reni benar-benar muak dengan sikap Dani yang sok perhatian itu."Ehm ...alhamdulillah,"
Dani segera berlalu dari hadapan Reni. Dia begitu terluka atas penolakan wanita yang masih berstatus istrinya itu.Apa dia sebersalah itu hingga Reni terlihat begitu membencinya?Pikiran buruknya bertanya-tanya, apa gara-gara pria ini Reni jadi begitu?Dasar Dani! Dia tidak pernah bisa belajar dari kesalahan, selalu saja menyalahkan orang lain akan setiap hal yang terjadi padanya.Hatinya bergemuruh hanya dengan memikirkan Reni dekat dengan pria lain."Bisa bicara sebentar!" Tangan Dani memegang bahu Yudha. Tatapan matanya seperti seorang pemangsa yang sedang mengincar buruannya.Namun sebisa mungkin Yudha tetap menunjukkan wajah yang tenang. Dia tidak ingin memperlihatkan amarahnya kepada Dani.Yudha tersenyum dan mengikuti Dani keluar ruangan. Dia ingin tahu, apa yang hendak suami Reni bicarakan dengannya.Yanti melihat pemandangan itu dengan khawatir, terlebih Reni. Dia tidak ingin terjadi apa-apa dengan Yu
"Kamu mau 'kan maafin aku?" Entah kepala Dani baru saja terjedot di mana, hingga dia bisa mengucapkan kata-kata sakral itu.Bukannya terharu ataupun tersentuh akan permintaan maaf Dani, rasanya Reni malah ingin membenturkan kepala suaminya itu agar bisa kembali seperti dulu.Bukannya tidak senang Dani berubah, hanya saja perubahan itu hanya bersifat sementara. Jadi dari pada repot-repot menerima permintaan maafnya, lebih baik Reni tidak pernah melihatnya lagi."Baik, Mas. Aku akan memaafkanmu.""Benarkah, Ren?" Dani terlihat begitusumringahmengetahui hal itu. Dia hampir saja ingin memeluk Reni, jika saja wanita itu tidak menghindar."Iya." Reni mengangguk, "tapi, itu hanya dalam mimpimu, Mas." Reni tampak tenang saat mengucapkannya.Reni menatap Dani sembari tesenyum penuh arti. Bagaimana bisa dia memaafkan laki-laki tukang selingkuh yang tega mengkhianatinya itu?Reni selama ini tidak pernah mengeluhkan ten
Kondisi Reni sudah sepenuhnya membaik. Kini, dia sudah berada di rumah.Sebenarnya, tak ingin dia merepotkan Yudha, tapi lelaki itu terus memaksanya untuk menerima niat baiknya."Terima kasih, ya, Nak Yudha." Reni telah berada di kamar, dan Yudha ditemani oleh Yanti masih berada di ruang tamu.Selama Reni sakit, Yudha tak pernah absen menjenguknya. Hingga Reni merasa tidak enak akan semua perhatian Yudha."Iya, Tante. Tidak usah sungkan. Reni dulu teman saya yang sangat baik. Jadinya, saya tidak akan segan untuk membantunya." Yudha tak ingin orang tua Reni berpikir buruk atas semua kebaikannya. Dia masih ingin menjaga nama baik Reni di mata kedua orang tuanya itu.Ya, meski tak bisa dipungkiri jika hatinya mendamba lebih. Namun, dia masih waras untuk tidak mempermalukan orang yang dicintainya itu."Oh, iya. Tante sampai lupa menanyakan hal ini. Nak Yudha sudah berkeluarga?" Yanti penasaran, jika Yudha sering menjenguk Reni, apakah istr
Tak terasa usia kandungan Reni telah memasuki bulan ke-empat. Usaha ternak kelincinya pun mengalami kemajuan pesat. Sejak saat itu, Dani sudah tidak pernah menghubungi Reni lagi. Bahkan untuk sekedar menanyakan bayi dalam kandungan Reni.Tapi, Reni tak mau berpikir banyak tentang hal itu. Dalam dunianya hanya ada dirinya dan juga calon anaknya. Tak lupa kedua orang tuanya dan juga Zaki."Kak!" Zaki masuk ke dalam rumah. Dia habis membersihkan kandang kelinci agar tidak bau pesing."Iya, Zak." Saat ini Reni sedang menghitung total keuntungan yang diperolehnya. Wajahnya tampak berseri karena besarnya nominal keuntungan yang didapat."Pakan kelincinya sudah hampir habis." Zaki bertugas membersihkan kandang dan juga memberi makan kelinci. Serta mengecek jika ada yang habis, entah itu pakan ataupun vitamin."Oke, Zak. Nanti Kak Reni coba hubungi Kak Yudha." Reni tersenyum pada Zaki. Dia merasa beruntung memiliki adik yang begitu gigih dalam usaha
Dani sedang duduk dengan gusar di sebuah ruangan. Dari pelipisnya keluar keringat dingin yang semakin mengucur deras.Kepalanya hanya bisa tertunduk menahan semua rasa malu dan amarah. Tangannya saling meremas menampilkan kegugupan yang belum pernah dirasakannya."Saya sangat kecewa dengan Pak Dani." Seorang lelaki berisi, dengan perut buncit berusia sekitar 35 tahun meletakkan sebuah map dengan kasar di atas mejanya.Lelaki itu menghela napas kasar, bukti rasa kecewanya yang begitu besar. Dia membenarkan kaca matanya yang sesekali terjatuh karena hidung mungilnya.Dani masih terdiam, tidak bermaksud membantah. Dia terlalu malu hanya sekedar membuka mulut."Sudah berapa lama Pak Dani melakukannya?" Kini kedua tangannya berada di atas meja menopang dagunya yang berlipat.Di samping Dani ada dua orang berpakaian sekuriti yang sedari tadi berdiri tegak di sana."Ba-baru se-sekali ini, Pak." Dapat terdengar suara Dani yang bergertar, rasa