Home / Rumah Tangga / Madu Wasiat Adik Iparku / Bab 4: Madu Semakin di Depan

Share

Bab 4: Madu Semakin di Depan

Author: Foverflows
last update Last Updated: 2023-05-16 08:18:08

***

Hari-hari bagai neraka bagiku setelah itu. Mas Rafa terus-terusan berada di sisi Andin apapun yang dia lakukan. 

Aku masih membiarkannya.

Sampai akhirnya sikap Andin benar-benar mengujiku di pagi ini saat kami sedang sarapan. Andin berani menyakiti Naura, putriku. Wanita tak tahu diri itu menyalahkan Naura karena Naura tak sengaja menumpahkan air minum ke bajunya. 

"Anak kurang ajar! Kamu tidak punya mata?" bentaknya hingga membuat aku segera meraih Naura dan menyembunyikannya di belakangku. 

Sungguh, Naura tak sengaja menumpahkannya hingga baju Andin basah. Naura hanya ingin memberikannya pada Andin yang tersedak. Entah pura-pura tersedak demi mendapatkan perhatian Mas Rafa atau bagaimana aku pun tak paham. Namun, sikap baik putriku berimbas menyakiti diri sendiri seperti ini. 

"Andin jangan keterlaluan, Nau tidak sengaja," tegurku masih dengan nada suara yang sederhana. 

Namun, perempuan yang pernah menjadi adik iparku itu tampak tidak terima. Ia menatapku tajam. "Mbak jangan bela anak itu! Dia harus diajari!" bentaknya. 

Aku terperangah mendengarnya. Memangnya Naura harus diajari apa olehnya? Yang harus diajari justru Andin sendiri. Perilakunya semakin hari semakin tak menyenangkan hati. "Kamu ngaca, Ndin! Kamu yang harus diajari karena bersikap kurang ajar begini padaku. Kamu juga keterlaluan sampai memarahi anakku yang mencoba bersikap baik padamu. Jangan mentang-mentang aku diam saja, kamu bisa seenaknya di rumah ini!" Pada akhirnya aku meluapkan emosi yang selama ini kupendam sendiri demi keharmonisan keluarga yang pernah aku impikan. 

Namun, sekarang tidak lagi. Andin perlu ditegur agar tak semena-mena dalam rumah tangga ini. Bagaimanapun juga dia harus tahu bahwa aku istri pertama suaminya. Dan, dia hanya seorang madu yang mendapat belas kasih dariku hingga bisa berada di rumah ini. "Aku sudah sangat bersabar, Andin. Kubiarkan kamu menginjak harga diriku sebagai istri pertama Mas Rafa, tapi tak akan kubiarkan kamu menyakiti putriku. Camkan itu!" tegasku. 

Tiba-tiba saja Andin menangis. Ditinggalkannya piring berisi nasi yang tadi ada di depannya, lalu berlari menghampiri Mas Rafa yang sejak tadi hanya diam membiarkan pertengkaran kami. Dia jiga diam saja saat Andin membentak Naura, putrinya tercinta. 

"Mas, lihat betapa kejamnya sikap Mbak Zahra padaku. Dia benar-benar benci sama aku, Mas," rengek wanita itu. 

"Apa maksudmu, Andin? Kau yang bersalah karena menyakiti Naura," 

"Aku hanya mencoba mengajarinya, Mbak Zahra! Aku tidak menyakitinya. Mbak Zahra terlalu berlebihan." Maduku menimpali. Kepalaku menggeleng mendengar ucapannya itu. Kulirik Mas Rafa yang kini ikut mengabaikan piring berisi nasi di depannya. Suami bersama kami itu tampak menghela napas dengan berat. Ia lantas melabuhkan tatapannya padaku, lalu pada Naura yang ketakutan di belakangku. "Andin benar, dia hanya sedang mengajari Naura, Zahra," ucapnya setelah kembali menatapku. 

Astagfirullah ... Aku tak salah mendengar, kan? Kejadian Andin membentak Naura berada tepat di depan matanya. Namun, lihat lah pembelaan yang dia berikan untuk Andin itu! Kepalaku menggeleng berkali-kali, sedih bercampur kecewa hati ini melihat sikap Mas Rafa yang kian berubah. 

Dulu dia tak pernah sampai seperti ini. Dia yang paling menyayangi Naura. Dia juga masih peduli padaku meski kerap kali mendatangi Andin demi Handri. 

"Mas, tega sekali kamu membenarkan tingkah Andin yang terang-terangan menyakiti hati putrimu," ucapku. 

"Kamu harus berlaku adil pada kami, Mas! Kamu sudah berjanji sebelum menikahi mantan adik iparku ini!" 

"Kalau begini ceritanya sungguh aku menyesal menyetujui permintaan Hendri. Aku ... " 

"Sejak kapan kamu berani membantah ucapanku, Zahra?" potong Mas Rafa. 

Entah sejak kapan emosiku merangkak naik ke atas ubun-ubun. Namun, aku benar-benar marah pada Mas Rafa. Memang benar selama ini aku bersikap lunak padanya. Menjadi istri yang luar biasa sabarnya menghadapi segala kekonyolannya yang selalu membela Andin. 

"Sejak Mas berubah menjadi orang lain!" teriakku tak tahan lagi. "Dulu Mas tidak seperti ini padaku dan Naura. Mas menyayangi kami. Mas perhatian dan penuh kasih sayang. Tapi, sekarang? Kami kehilangan sosok Mas yang penyayang dan perhatian sejak Andin masuk ke rumah ini. Kenapa, Mas?" tanyaku. 

Sempat kulirik Andin yang berada tepat di sebelah Mas Rafa. Bibirnya tersenyum culas. "Lihat Mas dia tersenyum! Senang melihat aku dan Naura seperti ini!" tunjukku pada Andin. Namun, saat Mas Rafa menoleh, senyum culas Andin berganti sendu. Matanya menatap sedih padaku, seolah apa yang aku tuduhkan tidak lah benar. 

Tck! Mas Rafa mendecakan lidahnya. Ia menatap tajam ke arahku. "Keterlaluan kamu Zahra! Andin tidak seperti yang kamu tuduhkan. Dia perempuan baik-baik," bentaknya. 

Aku menggeleng. "Andin tak sebaik itu Mas! Andin jahat dan licik. Dia perempuan kurang ajar yang mencoba merusak rumah tangga kita!" balasku.  

"Zahra! Kamu tidak bosan menuduh istriku terus?" 

Jantung ini seperti ada yang menikam mendengar Mas Rafa berbicara seperti itu, seolah aku juga bukan istrinya. Demi apapun, Andin benar-benar telah mencuci otak Mas Rafa. Dia mengubah Mas Rafa sepenuhnya. 

"Andin, ayo pergi dari sini. Mas sudah tidak selera menyantap makanan ini." 

"Mas!" Aku mencoba menghentikan Mas Rafa yang menarik tangan Andin pergi dari ruang makan. "Jangan begini, Mas. Kita bicarakan semuanya baik-baik! Mas harus adil padaku dan Naura," pintaku. Namun, Mas Rafa tidak peduli. Ia mengabaikan panggilan dan permohonanku. Hal itu sungguh membuatku hancur. 

Selama menikah baru kali ini Mas Rafa memperlakukanku seburuk ini. Dia bahkan tak peduli pada airmataku yang terus mengalir. "Apa dugaanku tentang kalian benar, Mas? Kalian memiliki hubungan spesial sebelum Hendri meninggal." Jujur aku tak suka berburuk sangka. Namun, sikap Mas Rafa yang selalu melindungi Andin seolah menjawab semuanya. 

Mas Rafa selalu membela Andin hingga membuat Andin sebagai madu semakin di depan. Dan, aku istri pertamanya semakin terbelakang. 

.  

Bersambung.  

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Makandolu Effy
kalau jadi perempuan jangan terlalu bodoh mba, kamu bisa bahagia dengan anakmu tanpa suami mu itu...hhh kesel kalau lihat perempuan lemah
goodnovel comment avatar
Aisyah Risti Sholihah
Ah males ah ceritanya masa istri pertamanya kalah terus
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Madu Wasiat Adik Iparku   Bab 75: Jodoh (END)

    *** Tiga tahun kemudian hidupku cukup memiliki perubahan. Dalam ruang sidang waktu itu sungguh bukan pertemuan terakhirku dengan mas Rafa. Sesuai janji, aku mengizinkannya untuk bertemu Naura sekira dia rindu. Dan, benar saja mas Rafa intens bertemu Naura dalam tahun pertama perpisahan kami. Lalu tahun-tahun berikutnya beberapa kali dia menemui Naura karena dia akhirnya memutuskan untuk bekerja di luar Kota. Sementara kepada Andin, aku benar-benar iba karena wanita itu menjadi gila. Setelah diceraikan oleh mas Rafa, Andin turut kehilangan anaknya. Bayi perempuan itu meninggal dunia karena sakit. Andin kehilangan kewarasannya hingga terpaksa dirujuk ke rumah sakit jiwa. Beberapa kali aku datang ke sana hanya sekadar untuk menjenguknya. Andin selalu meracau, meminta maaf karena gagal menjadi seorang ibu. Sesekali dia juga berkata kasar tentangku, mungkin karena dirinya masih memiliki dendam. Namun, hal itu tak membuatku membencinya. Aku justru merasa sangat iba. Oleh karena itu, setia

  • Madu Wasiat Adik Iparku   Bab 74: SAH

    *** “Rafa akhirnya lepasin kamu, Ra?” tanya Sabrina saat pertama kali aku datang ke apartemennya setelah pamit menjemput koper. Aku mengembuskan napas dengan berat. Entah harus mulai dari mana aku bercerita, tetapi aku tahu Sabrina ingin mendengar semuanya. “Sab jangan terkejut,” ucapku sambil menyimpan koper secara sembarangan. Aku mengempaskan diri ke sofa ruang tamu, mengedarkan pandangan mencari keberadaan Naura. “Lagi main di kamarku. Ada apa?” Sabrina seakan paham apa yang sedang aku lakukan. Aku pun mengangguk singkat sambil mengembuskan napas lega. Mataku kini fokus pada Sabrina. “Mas Rafa menjatuhkan talak pada Andin lebih dulu,” terangkan. Pupil mata Sabrina melebar mendengar itu. “Apa?” tanyanya tidak percaya. “Mas Rafa tahu soal perselingkuhan Andin. Ditambah tadi dia bilang Andin tidur dengan banyak pria,” “Huh?” Sabrina belum juga reda dari terkejutnya. “Tapi nggak aneh sih, madumu itu kan memang suka sama banyak lelaki,” kekehnya melanjutkan. Aku hanya mengedikan

  • Madu Wasiat Adik Iparku   Bab 73: Selamat Tinggal

    ***Pertengkaran itu terjeda saat Andin datang mendekat dari arah kamarnya. Sejenak aku menoleh dan sadar tujuan Andin jelas ke arahku dan mas Rafa.Kutarik napas dalam-dalam saat dia dengan sengaja berhenti di sisi mas Rafa sambil bersedekap dada. Biar kutebak, Andin senang melihat pertengkaran kami ini. Namun, aku benar-benar tidak peduli. Kembali aku menatap Mas Rafa, tanpa ekspresi, seolah segala rasa sakit tak dapat lagi kugambarkan lewat tatapan. "Tukang selingkuh seperti Mas tidak berhak bertanya seperti itu kepadaku," balasku tegas. Mas Rafa terlihat terkejut. Ia menatapku dengan pupil mata yang melebar, lalu menoleh pada Andin yang tersenyum sinis sembari menundukan pandangannya. "Kamu masih membahas soal itu?" tanyanya seakan perselingkuhannya bukan dalang terbesar hingga membuatku ingin berpisah seperti ini. Kalau saja boleh aku meludah di depannya, maka mungkin sekarang aku akan meludah. Namun, aku masih memiliki etika dan sopan santun. "Tidak usah bertanya seperti itu

  • Madu Wasiat Adik Iparku   Bab 72: Maaf Mas, Aku Muak.

    ***Aku tak main-main soal ucapanku yang ingin mengadukan perbuatan mas Rafa. Sehari setelah perdebatan kecil kami, aku tak segan memberinya peringatan sekali lagi. Hanya saja dia tetap tidak peduli. Dirinya masih keras kepala ingin mempertahankanku dan pernikahan kami.Lalu hari ini rencanaku sudah benar-benar bulat ingin pergi.“Bu, kita mau ke mana?” tanya Naura. Iya, kini aku tengah sibuk memasukan semua pakaian ke dalam koper.“Pergi Nak, sudah saatnya kita tinggalkan rumah ini,” jawabku tegas. Naura terdiam. Dia menunduk dalam saat aku menoleh padanya. Mungkinkah hatinya sedih karena pada akhirnya aku dan ayahnya akan berpisah? Mendadak rasa bersalah menyelimuti hati kecilku. Namun, aku tak bisa mengalah kali ini.“Maafkan Ibu ya Nau,” ucapku sembari memeluknya. Naura lagi-lagi diam. Aku menarik napas dalam-dalam. “Ibu antar ke rumah tante Sabrina ya Nau.” Aku raih tangannya sambil tersenyum, berharap senyum ini dapat menenangkan hatinya yang gelisah.Naura akhirnya mengangguk p

  • Madu Wasiat Adik Iparku   Bab 71: Tertawa Jahat

    ***“Aku tetap tidak mengizinkan, Zahra!” ujar mas Rafa keras kepala. “Sebaiknya kamu masuk ke kamarmu sekarang.” Dia memalingkan wajahnya setelah mengatakan itu. Aku menggeleng tak percaya, dirinya masih saja tak ingin melepaskanku setelah apa yang dia lakukan. “Mas!” Rasanya aku sudah tak tahan lagi.Namun, terpaksa aku menghentikan perdebatan ini saat Naura terdengar memaksa Rani untuk keluar dari kamar kami. Kutarik napas dalam, lalu aku embuskan secara perlahan. Kubawa langkahku pergi dari ruang tamu, akan tetapi bukan berarti aku setuju untuk tetap mempertahankan rumah tangga kami.“Ibu!” panggil Naura saat aku membuka pintu. Mata gadis kecilku itu terlihat memerah, menahan tangis. Kupeluk dia dengan erat. “Ibu baik-baik saja?” tanyanya. Terpaksa kepala ini mengangguk agar dia tak khawatir.Aku alihkan pandanganku kepada Rani. Kulihat gadis itu menggigit bibirnya. “Aku nggak apa-apa, Ran. Terima kasih ya sudah menjaga Naura untukku,” ucapku tulus. Rani mengangguk singkat.“Sekar

  • Madu Wasiat Adik Iparku   Bab 70: Aku Mau Pisah Rumah!

    ***Sesuai yang ibunya mas Rafa katakan, beliau membawaku ke rumah sakit setelah itu. Tak lupa aku menelpon Sabrina agar dia datang menemani. Namun, ternyata dia tak datang sendirian. Ada Arlan dan Ari bersamanya.“Ini udah keterlaluan banget sih, Ra! Beraninya Rafa mukulian kamu sampai berdarah-darah!” ujar Sabrina marah. Dia tampak tak peduli meskipun ibu mertuaku juga ada di ruangan yang sama dengan kami.“Sab,” tegurku merasa tak tega melihat ekspresi bersalah di wajah Ibu. Mungkin dia sekarang sadar anak yang dia bela sanggup memukuli seorang wanita.Sabrina melirik malas ke arah ibu. “Maaf Bu, tapi sebagai satu-satunya sahabat Zahra dan satu-satunya keluarga baginya, aku nggak akan tinggal diam. Aku akan laporin masalah ini ke pihak berwajib!” tegasnya.Aku meringis. “Sudah Sabrina, cukup. Masalah ini kita bicarakan nanti saja,” pintaku memohon pengertiannya.Namun, aku lihat Ibu menggelengkan kepalanya. “Zahra benar kamu mau pisah dari Rafa?” tanyanya dengan mata yang berkaca-k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status