Share

Kenangan

"Aku mencintaimu, Ra. Maukah kamu menjadi istriku? Menjadi ibu dari calon anak-anakku?" ucap Mas Hilman sembari mengulurkan seikat bunga mawar merah padaku.

Aku membekap mulut dengan mata berkaca-kaca. Tidak pernah terbayangkan jika Mas Hilman melamarku dengan begitu romantis.

Ah, aku merasa sangat beruntung bisa menjadi calon pendamping hidupnya. Selama menjadi kekasihnya, Mas Hilman selalu bersikap baik padaku, memperlakukanku dengan manis. Dia tidak pernah berlaku buruk padaku selama ini.

"Iya, Mas. Aku bersedia menikah denganmu," sahutku tanpa banyak berpikir lagi, sembari menerima bunga mawar yang Mas Hilman ulurkan.

Hatiku berbunga-bunga menerima lamaran dari Mas Hilman. Aku merasa menjadi wanita paling bahagia sedunia bisa menikah dengan lelaki yang sangat aku cintai.

Mas Hilman tersenyum lebar setelah mendengar jawabanku, nampak raut wajahnya juga terlihat bahagia.

"Terima kasih banyak, Ra. Terima kasih karena mau menerima lamaranku. Aku janji, aku akan membahagiakanmu, aku akan membuatmu menjadi wanita paling bahagia di dunia ini," ucap Mas Hilman sembari menggenggam tanganku.

Aku mengangguk cepat, aku sudah tidak bisa berkata-kata lagi, hatiku teramat bahagia mendapat calon suami seperti Mas Hilman. Dapat kubayangkan bagaimana kehidupan pernikahanku dengan Mas Hilman yang akan sangat bahagia kelak.

Selang satu bulan, kami pun menikah dengan acara yang sederhana. Aku tidak pernah memaksa Mas Hilman untuk mengadakan acara besar-besaran. Aku sangat tahu kondisi keuangan Mas Hilman, jadi aku tidak menuntut apa-apa darinya. Bagiku, Mas Hilman mencintaiku saja sudah cukup, aku tidak meminta apa-apa lagi.

Namun, ternyata semua tidak seindah yang kubayangkan, Mas Hilman mengkhianatiku dengan mudahnya. Hanya karena harta dia tega menduakanku. Hanya karena hidup miskin dia sampai hati menghadirkan wanita lain dalam pernikahan suci kami.

***

Kesadaranku kembali tertarik dari kenangan masa lalu. Kenangan saat Mas Hilman melamarku dulu. Saat dia membuatku merasa menjadi wanita paling bahagia di dunia karena perlakuan manisnya.

Kini semua kenangan itu semakin membuatku sakit hati, Mas Hilman telah mengingkari janjinya padaku. Dia telah benar-benar melupakan janji yang dia ucapkan saat melamarku. Janji untuk membuatku menjadi wanita paling bahagia. Sekarang janji itu sudah hilang, menguap berganti dengan pengkhianatan.

Aku kembali meringkuk di atas ranjang meratapi nasib pernikahanku akan bagaimana kedepannya. Impian-impian yang telah aku bangun, runtuh seketika mengetahui pengkhianatan Mas Hilman.

Hatiku teramat sakit, aku tidak bisa menerima jika ternyata aku harus berbagi suami dengan wanita lain. Aku tidak bisa seikhlas itu membayangkan suamiku bermesraan dengan wanita lain.

Hati wanita mana yang tidak akan sakit mengetahui ada wanita lain yang telah memiliki suaminya. Tidak ada wanita yang rela berbagi suami dengan wanita lain. Begitu pun diriku, aku tidak sudi diduakan dengan alasan apapun. Apalagi alasannya hanya harta saja. Bukankah harta tidak sebanding dengan kehidupan pernikahan kami yang bahagia selama ini? Atau hanya aku yang berpikir seperti itu? Entahlah, aku tidak tahu apa yang ada di pikiran Mas Hilman.

"Aku tidak butuh harta, Mas. Aku tidak butuh harta. Yang aku inginkan hanya setiamu saja. Harta bisa kita cari sama-sama. Aku ikhlas hidup miskin denganmu asalkan hanya aku yang menjadi satu-satunya istrimu," rintihku dalam tangis.

Aku kembali menangis tersedu-sedu, menumpahkan segala kecewa dan sakit hatiku pada Mas Hilman.

Biarlah aku menumpahkan segala dukaku malam ini, esok aku akan mencoba untuk tegar. Meminta Mas Hilman mengambil keputusan tentang nasib rumah tangga kami.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status