Share

BAB 5 - Nasehat ibu yang tidak di dengarkan

Setelah selesei makan, Aku segera mandi dan menidurkan Rangga kembali. Setelah Rangga tidur Aku langsung menelepon suamiku untuk menanyakan kabar Sinta.

"Assalamualaikum, Mas. Gimana Sinta, sudah sadar belum ,Mas?"

"Waalaikumsalam, belum Dek. Ini tadi dokter sudah kunjungan, katanya masih pengaruh obat bius, jadi belum sadar." 

"Aku kesana lagi ya Mas, pasti Mas belum makan, soalnya Mas Rendra tidak pernah selera untuk makan masakan luar."

"Mas sudah makan tadi beli di kantin, kamu nanti sore saja Dek kesininya, kamu istirahat dulu saja di rumah, jangan kecapekan nanti kamu malah yang sakit."

"Oh ya sudah, Mas, kalau begitu. Aku tutup dulu telponnya."

"Oke sayang," panggilanpun berakhir.

Ibu yang sedari tadi mendengarkan percakapanku dan Mas Rendra, kemudian menghampiriku.

"Nak, Sinta itu teman kecilmu yang pernah kamu ceritakan itu?" Tanya Ibu mengingat tentang Sinta yang pernah Aku ceritakan dahulu.

"Iya Bu, loh ibu masih inget? Aku kan ceritanya sudah lama sekali."

"Ibu masih inget semua detailnya, saran ibu kamu jangan terlalu sering untuk membantunya, menurut ceritamu, dia sama sekali tidak mau mendengarkanmu, saat kamu mencoba menghalanginya menikahi suaminya."

"Iya betul Bu, tapi manusia bisa berubah kan Bu? Mungkin waktu itu Sinta salah paham dengan maksudku mengahalanginya menikah."

"Tari, kalau dia sahabatmu yang baik dia pasti akan mencaritahu dulu maksudmu melarangnya menikahi pria itu, bukan malah menuduhmu ingin merebut calon suaminya."

"Bu, sudahlah, mungkin Sinta saat itu tidak dapat berpikir jernih, karena baru ditinggal meninggal ibunya, dan dia sendirian, jadi dia pikir suaminya yang akan menjadi keluarganya nanti."

"Tetap saja Nak, wataknya itu sudah buruk, ibu mau kamu jangan terlalu dekat dengannya, cukup kamu membantunya sampai ia keluar dari rumah sakit."

"Buu.." Aku memeluk mertuaku agar bisa tenang. 

"Tari tahu maksud ibu, ibu sangat menyayangi Tari hingga ibu tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada hidup Tari dan Mas Rendra. Tapi Tari bisa menjaga rumah tangga Tari dengan baik, tentunya dengan doa dari ibu juga," ucapku kepada ibu mertuaku dengan lembut.

"Baiklah nak, kamu memang berhati baik, ibu beruntung memiliki menantu sepertimu."

"Justru aku yang sangat beruntung Bu, memiliki ibu mertua yang super baik dan penyayang seperti ibu," ucapku sambil bergelayut manja pada ibu mertuaku itu.

Aku dan Bu Retno memang tidak terlihat seperti menantu dan mertua tapi seperti anak dan ibu kandung, Bu Retno sama sekali tidak pernah menggosipkan menantunya, Bu Retno hanya selalu memuji menantunya ini di depan para tetangga.

-------------------------------------------------------------

Di rumah sakit Mas Rendra menunggu Sinta siuman, sambil mengecek pekerjaannya lewat laptop yang telah Gilang bawa tadi setelah mengantarkanku pulang. Mas Rendrapun telah menganggap Sinta sebagai saudaranya Tari.

Jika Sinta sudah siuman, Kami berencana untuk melaporkan kasus ini ke polisi agar Ferdi mendapatkan hukuman atas semua perbuatannya kepada Sinta, Aku seperti garda terdepan untuk Sinta, karena Sinta sudah tidak memiliki siapapun kecuali Aku temannya.

Sinta dengan lemah menggerakkan jarinya, dia mengaduh sakit, tampak masih begitu lemah.

Saat siuman nama Tari yang di sebut pertama kali oleh Sinta.

"Tari.." ucap Sinta lemah.

"Sinta, kamu mencari Tari?"

Rendra segera menyadari bahwa Sinta telah siuman dan bergegas menghampirinya.

"Tari sudah pulang, sebentar lagi dia kesini, kamu butuh apa, Sinta?" tanya Rendra.

Bukannya menjawab pertanyaan Rendra, Sinta malah memangis, badannya terasa sakit semua, dia memegang perutnya mendadak tangisnya berhenti, Sinta mengingat tentang kandungannya.

"Gi.. gimana kandunganku, Mas?" tanya Sinta dengan wajah penuh harap jika kandungannya selamat.

"Hmm.. itu nanti dokter saja yang akan  menjelaskannya, kamu tenang dulu biar aku panggil dokter,"Rendra bergegas ke ruangan dokter setelah menenangkan Sinta.

Beberapa menit kemudian Rendra datang bersama dokter, Rendra tidak tega memberitahukan semua kepada Sinta.

"Dokter.. bagaimana kandunganku? Apa baik -baik saja?" tanya Sinta penuh harap.

"Begini bu, kondisi ibu saat ke rumah sakit sangat memprihatinkan sekali, mungkin suami ibu melakukan pemukulan yang cukup keras di area perut, hingga janin meninggal, dan harus segera di kuretase untuk menyelamatkan nyawa ibu." 

Seperti di sambar petir mendengar penjelasan dokter, Sinta hanya mematung dan menangis tanpa suara. Anak yang selama ini dia harapkan nyatanya telah meninggalkan dirinya bahkan sebelum anaknya terlahir di dunia.

"Dengan berat hati juga saya sampaikan kepada ibu, karena penganiayaan ini ibu kedepannya akan sulit untuk hamil lagi, kondisi rahim ibu menjadi sangat lemah, jika nanti ibu memaksa untuk hamil lagi maka nyawa ibu yang menjadi taruhannya." jelas dokter kembali.

Aku yang sudah beberapa waktu berada di ruangan itu, merasa prihatin dengan kondisi sahabatnya, Aku segera memeluk Sinta, Aku  memahami sekali betapa terpuruknya sahabatku kini.

Di pelukanku, Sinta mencurahkan semua sedih hatinya, Sinta menangis sejadi-jadinya.

"Yang kuat Sinta, aku ada disini untuk kamu, kamu tidak sendirian," ucapku sembari menenangkan Sinta.

Sinta hanya menangis, dia tak sanggup berkata apa-apa lagi,  dirinya merasa begitu hancur tahu bahwa kini dia akan sulit untuk mengandung.

Setelah beberapa waktu menangis kini Sinta terlihat cukup tenang walau belum mau berbicara apapun.

Mas Rendra dan Aku hanya saling pandang, mereka pun bingung bagaimana menghibur Sinta, Kami pun tahu betapa hancurnya hati Sinta saat ini.

"Sinta, ayo makan dulu, aku bawakan makanan dari rumah, ini masakan ibuku, masakannya enak sekali," ujarku sembari menyodorkan sendok berisi nasi dan ayam ke mulut Sinta.

"Aku tidak ingin makan ,Tar." 

"Tidak boleh begitu, ayo makan dulu, nanti kita beli eskrim stroberi kesukaanmu," celotehku membujuk Sinta.

"Kamu ini, memangnya aku anak kecil pakai di suap eskrim segala," jawab Sinta sembari menggelitik pinggangku.

"Memang kamu masih seperti anak kecil, ini buktinya disuruh makan saja tidak mau, ayo kalau mau makan aku belikan Eskrim, kalau gak mau makan eskrimnya untuk aku dan Mas Rendra saja."

Kini senyum merekah di bibir Sinta, Sinta sangat bersyukur memiliki sahabat sebaik Tari, walau di masalalu dirinya pernah membuat Tari kecewa, tetapi kini Tari malah merawatnya. 

"Baiklah, aku makan sedikit, tetapi janji yah , eskrimnya jangan kalian habiskan" jawab Sinta dengan senyum meledek.

"Oke, nanti aku belikan Eskrim yang banyak buat kita bertiga, ayo buka mulut aaaa,"  sembari menyuapkan nasi pada Sinta. 

Kami bertiga menjadi tertawa bersama, Mas Redra yang melihat istrinya ini pintar sekali membujuk Sinta dengan cara uniknya pun ikut tertawa.

Betapa beruntungnya dia memiliki istri yang baik hati.

Setelah selesei makan, Mas Rendra benar membelikan eskrim untuk Kami bertiga, tentunya dengan diam-diam tanpa sepengetahuan dari dokter.

Sambil santai, Mas Rendra dan Aku berusaha untuk membicarakan tentang Ferdi, karena perbuatannya Ferdi pantas untuk di jebloskan ke penjara.

"Hmm.. Sinta, kami berniat untuk melaporkan Ferdi ke polisi, kamu keberatan tidak?" 

Sinta yang sedang menikmati eskrimnya lalu berhenti, dan menghela nafas panjang. Aku yang melihat ekspresi Sinta pun khawatir jika Sinta menolak saranku lagi seperti dulu 

"Aku setuju jika kalian akan melaporkan Ferdi ke polisi, dia telah membunuh anakku, aku tidak bisa memaafkan itu, hiks." Sinta kembali menangis mengingat anaknya yang telah gugur.

Aku egera memeluk Sinta, dan mencoba untuk menenangkannya kembali. Ada rasa lega di hatiku, kini Sinta tidak menolak sarannya.

"Ferdi pasti akan mendapat balasan untuk semua perbuatannya kepadamu dan anakmu, Sin."  

Setelah Sinta tertidur, Aku dan Mas Rendra membuat rencana untuk kehidupan Sinta ke depannya. Kami telah membuat laporan kepada polisi dengan bantuan Gilang. Gilang yang mengurus semuanya, polisi tinggal mencari keberadaan Ferdi dan menjebloskannya ke penjara.

"Mas, setelah ini Sinta tidak ada tempat untuk pulang, bagaimana jika Sinta tinggal di rumah kita dulu," ucapku memberi pendapat kepada Mas Rendra.

"Jika memang itu yang terbaik silahkan ,Dek. Dia juga akan merasa nyaman jika dekat dengan sahabatnya sendiri."

"Terima kasih ya, Mas. Selalu mendukungku, kamu memang support systemku yang terbaik," ucapku dengan begitu bahagia dan memeluk Rendra.

------------------------------------------

Tari yang begitu baik hati dan polos, tanpa sengaja membawa petaka yang akan merusak rumah tangganya sendiri, tanpa dia sadari.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status