Share

Bab 4

Maduku Tak Tahu Aku Kaya

Part 4

**

Tepat pukul lima sore aku tiba di rumah dengan mengendarai Mobil Grand Livina hitam milik abang-abang taksi online. Aku melangkahkan kaki mantap masuk ke dalam rumah yang sepertinya tengah sepi tak ada orang. Namun aku salah, ketika masuk dan mendapati begitu banyak orang tengah berkumpul di ruang tamu sedang asik bercengkerama satu sama lain.

Semua mata tertuju padaku, seorang tuan rumah yang dianggap seperti ART ini kini telah berubah menjadi seorang konglomerat dadakan. Tak terkecuali Riska dan Mas Hafiz yang terpaku melihat perubahanku.

Dengan gamis kekinian, serta riasan wajah yang natural dengan tas selempang bermerek dan tak lupa parfum yang sangat menyengat hidung. Membuat semua orang yang ada di depanku itu menatapku dengan penuh kekaguman.

"Ada apa ini? Kenapa ramai sekali?" tanyaku sembari membuka pintu lebar-lebar, agar aroma minuman keras berganti dengan udara segar dari luar.

Mereka tak hanya berbincang, namun juga tengah berpesta minuman beralkohol. Sungguh menjijikkan!

Sejak kapan Mas Hafiz mau menenggak minuman haram itu? Bukankah selama ini ia juga sangat rajin beribadah? Bahkan ia tak segan akan memarahiku jika sampai aku lupa tak mengerjakan sholat lima waktu.

Riska memicingkan mata ke arahku. Menatap dari ujung kaki hingga ujung kepala. Lalu mendekat ke arahku dan menatap tiap inci tubuhku. Aku layaknya seorang pencuri di dalam rumahku sendiri.

"Dari mana kamu mendapatkan semua ini? Bukankah kamu itu miskin?"

Aku meliriknya sekilas yang tengah memandangi tas bermerekku itu. Tersenyum miring lalu berjalan menghampiri Mas Hafiz yang sedang memegang satu gelas kecil berisikan minuman haram itu.

"Kamu sudah lupa sama Tuhanmu, Mas?" tanyaku iba.

Ia menunduk, seperti menyembunyikan sebuah penyesalan dalam dirinya. Dan aku pun menemukan sebuah keganjilan pada diri Mas Hafiz, lewat sorot matanya aku tahu betul jika sebenarnya dia tidak nyaman dengan semua yang sedang ia lakukan ini. Ada apa sebenarnya, Mas?

"Tidak usah ikut campur! Katakan saja dari mana kamu mendapat semua barang mewah di tubuhmu itu?" kata Mas Hafiz menyentak tanganku kasar.

Aku terperanjat melihat reaksinya, dia seperti bukan Mas Hafiz yang aku kenal selama ini. Biasanya tak sekalipun ia berlaku kasar padaku, namun kali ini dengan percaya dirinya ia berbuat kasar kepadaku tepat di hadapan banyak orang.

"Katakan! Siapa yang mengundang kalian kemari." Teriakku lantang pada beberapa orang yang tengah duduk menikmati makanan yang berserakan di meja.

"Hei ... Hei, rupanya si miskin ini punya nyali juga, ya? Aku yang mengundang mereka, kenapa? Mereka semua adalah teman-temanku dan Mas Hafiz."

Riska menghampiriku yang sedang berdiri tepat di hadapan Mas Hafiz yang terduduk di atas sofa ruang tamu. Sorot matanya merah, seperti singa betina yang sedang kelaparan dan siap menerkam mangsanya.

"Oh ... Mungkin kamu habis jual diri, ya. Hingga sekarang, kamu mampu membeli barang-barang mahal ini? Mana bisa kamu membeli semua barang mewah ini jika tidak dari menjual tubuhmu sendiri," ucap Riska sontak membuat beberapa temannya tertawa lantang.

Aku mengepalkan kedua tanganku, rasanya ingin sekali menonjok wajahnya jika tak ingat bahwa kini ia sedang hamil.

Tunggu ... Hamil? Ahh, bahkan aku sampai lupa kalau dia sedang hamil.

"Semoga kelak, anak yang ada di dalam kandunganmu itu tak meniru kelakuan busuk ibunya, ya. Merebut suami orang dengan cara yang tidak terhormat," sambungku sembari berlalu untuk masuk ke dalam kamar.

"Apa? Kamu hamil, Ris? Anak siapa?" Celetuk salah seorang teman perempuannya membuatku berhenti tepat di depan pintu kamarku.

Lewat ekor mataku, kulihat Riska menginjak kaki wanita itu keras hingga ia berteriak kesakitan. Sedang Mas Hafiz telah tertidur pulas di atas sofa, mungkin ia tidak sadar karena pengaruh alkohol. Sungguh memuakkan!

Aku melanjutkan langkahku untuk masuk ke dalam rumah, serta segera mengambil ponsel di dalam tas dan menekan sebuah nomor telepon di dalamnya. Aku harus memberinya sedikit pelajaran, agar ia jera dan tak bermain-main lagi denganku.

"Hallo, Pak. Tolong datang kerumahku sekarang juga, ada pesta miras di sini."

Kurebahkan tubuhku di atas ranjang empuk yang menjadi tempatku bermadu kasih dengan Mas Hafiz selama ini. Namun kini, tak sekalipun ia menjamah ranjang ini. Dan semua ini gara-gara wanita binal tak tahu diri itu.

Setengah jam sudah aku menunggu kedatangan Pak Abdul, petugas keamanan di kompleks ini. Hingga menjelang adzan maghrib barulah kudengar teriakan ketakutan dari beberapa wanita yang kuduga adalah teman-teman Riska, aku hanya tersenyum miring dari dalam kamar. Lalu beranjak menuju depan meja rias dan mulai menghapus make-up yang telah di poleskan oleh Mbak Hana di salon langganan Zahra.

***

"Kamu yakin, tidak mau berpisah dengan Hafiz setelah kejadian ini?" tanya Zahra ketika aku sedang di make over oleh Mbak Hana.

Aku menggeleng yakin, membuat Zahra menghentakkan kaki dan duduk di kursi sebelahku.

"Kamu bodoh, Hum. Seharusnya kamu memilih pisah, apalagi sekarang kamu sudah kaya. Akan ada banyak lelaki yang akan menikahimu setelah ini,"

"Tidak, Ra. Aku adalah tuan rumah di sana, aku juga seorang istri pertama, aku berhak mempertahankan rumah tanggaku sampai titik darah penghabisan. Apalagi, setelah aku tahu Riska mencampur sesuatu ke dalam minuman Mas Hafiz saat ia tengah membuatkan kopi untuknya,"

Zahra mendekat ke arahku dan berjongkok tepat di bawahku. Membuat Mbak Hana sedikit kesulitan saat akan memoleskan blush-on ke pipiku.

"Maksudmu, Hafiz diguna-guna oleh Riska?"

"Feelingku seperti itu, tapi entahlah. Aku belum punya bukti yang kuat untuk membongkar kejahatan Riska," jawabku pasrah.

Zahra manggut-manggut, lalu berdiri dan mondar-mandir di belakangku. Sepertinya ia juga tengah memikirkan cara agar rumah tanggaku bisa diselamatkan.

"Lagipula, Ibu dan Mak Nining telah berpesan padaku. Agar sebisa mungkin aku membawa Mas Hafiz kejalan yang benar dan kembali setia kepadaku, setidaknya agar Mas Hafiz bisa membimbing Riska untuk menjadi madu yang baik untukku," lanjutku.

Sungguh, dalam hati kecilku, aku masih sangat mencintai Mas Hafiz. Sebisa mungkin aku ingin berusaha membawanya kejalan yang benar lagi, agar tak ada perpisahan diantara kami. Karena perpisahan itu sungguh menyakitkan.

"Besok, aku akan membawamu bertemu dengan Mbah Guno, beliau adalah orang sakti. Beliau bisa tahu, seseorang dalam pengaruh sihir atau tidak."

"Tidak, Ra. Aku tidak mau, musyrik!" Bantahku kepada Zahra yang duduk dengan kaki menyilang dan menenggak teh yang dikemas dalam sebuah kardus kotak kecil.

"Ayolah ... Kamu bilang mau mempertahankan rumah tanggamu? Kita tanya saja pada Mbah Guno, apa memang benar kalau Hafiz telah diguna-guna oleh Riska." Ia menatapku dari balik kaca dengan tatapan memohon.

Aku yang merasa tak enak padanya karena telah membantuku sejauh ini hanya bisa mengangguk pasrah dan setuju dengan rencananya. Kamipun lantas pulang setelah penampilanku diubah oleh Mbak Hana menjadi seorang wanita yang sangat cantik.

Kutinggalkan gamis lusuhku dan menggantinya dengan sebuah gamis baru yang sedang trend di media sosial. Membuat Zahra terpaku melihat perubahanku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status