Share

Bab 3

Sudah hampir dua minggu aku berada di mension ini dan sudah dari empat hari yang lalu Alex selalu berada di mension yang membuatku selalu merasa dipantau.

Iya, karna dirinya yang memiliki rumah ini. Tapi jika setiap hari Alex selalu duduk tidak jauh dari aku dan Sean bermain bagaimana aku tidak kaku dan sedikit risih.

Saat ini aku sedang menggendong Sean ke taman belakang mension ini yang cukup besar. Aku melihat bunga-bunga yang indah dan kolam ikan yang cukup besar.

Pemandangan disini cukup indah dan udaranya juga segar. Aku menduduki diriku diatas tikar yang tadi sudah digelar oleh salah seorang pria berbadan besar yang membantuku membawakan mainan dan makanan Sean.

Kududuki Sean diatas tikar ini sambil diriku mengeluarkan mainan dan juga beberapa biskuit kesukaanya.

Hembusan angin sepoi-sepoi menerbangkam beberapa helai rambutku. Sudah lama aku tidak menghirup udara segar karna sebelumnya aku hanya bermain didalam mension ini saja.

Kurebahkan badanku diatas tikar sambil menatap langit mendung yang membuat ku tidak kepanasan. Tanpa sadar Sean sudah tidak ada di sisi ku lagi.

Byurr!

Suata seseorang tercebur berhasil mengkagetkanku. Kutatap disana Sean yang hampir tenggelam di kolam ikan yang tidak cukup dalam namun berhasil menenggelamkan diri bocah kecil itu.

Aku langsung berlari dan menggapai Sean hingga ke permukaan. Anak berumur satu tahun itu langsung menangis kencang hingga membuat para penjaga dan peyalan yang berlalu lalang menoleh penasaran.

Tiba-tiba dari dalam rumah, Alex keluar dengan langkah lebarnya menuju kearahku. Walaupun tanpa ekspresi tapi aku tau kalau dia pasti akan memarahiku karna tidak becus merawat seorang anak kecil.

"Apakah merawat seorang anak kecil bisa membuatmu lengah seperti ini?" Tanyanya dengan setiap nada penuh penekanan itu. Sedangkan Sean masih terus menangis digendonganku.

Seorang pelayan tiba-tiba mengambil Sean kecil dari gendonganku. Aku menatap Alex takut. Takut jika aku akan dipecat atau bahkan lebih buruknya dibunuh.

"Maafkan saya, Tuan. Saya lalai menjaga Tuan Sean." Ujarku sambil bersimpuh didepannya dengan tangan saling bertautan.

"Jika kau mengulangi kesalahan yang sama, maka jangan segan-segan untuk angkat kaki dari pekerjaanmu!" Ujarnya lalu berlalu pergi begitu saja.

Jantungku berdetak kencang, kaki ku lemas tak mampu manahan bobot tubuhku. Aku terduduk di atas rerumputan hijau ini sambil memegangi kedua tanganku yang tak hentinya bergetar.

"Apa kau baik-baik saja?" Tanya Ed yang ternyata berdiri sedari tadi di depanku.

"Y-ya. Aku baik-baik saja, Ed." Jawabku lemas. Bahkan aku tak sanggup untuk mengeluarkan suaraku. Aura seorang Alexander sepuluh kali lebih menakutkan daripada guru bk di sekolah ku dahulu.

Ed mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri. Aku menerima uluran itu dan mengucapkan terimakasih kepadanya.

•••

Malam harinya, aku tak hentinya cemas tatkala suhu badan Sean tak hentinya turun. Badannya panas dan aku sudah mengkompres tapi hasilnya nihil.

Dengan panik aku berlari ke ruangan kerja Alex yang berada di lantai tiga. Awalnya aku ragu untuk menaiki tangga ini namun karna ini demi kesehatan Sean aku tidak peduli itu.

Kubuka ruang kerja Alex tanpa permisi terlebih dahulu hingga membuat seseorang didalamnya kaget.

"Apa kau tidak memiliki tata krama, hah!" Bentaknya langsung kepadaku sambil menggerbak meja hingga berbunyi keras.

"Maafkan aku, tapi Tuan Sean badannya sangat panas!" Ucapku dengan panik tanpa menghiraukan ucapannya barusan.

"Lalu kenapa kau mengatakannya kepadaku? Itu semua salahmu dan itu urusanmu!" Ujarnya tidak peduli sama sekali bahkan kembali melanjutkan pekerjaannya.

Aku terdiam tidak percaya. Sungguh, dia adalah seorang paman yang keji. Membiarkan keponakannya demam tinggi tanpa memanggil dokter? Wah, ingin sekali aku memukul kepala pria didepanku ini dengan sendal.

"Jika Sean tidak diberi pertolongan oleh dokter, bisa-bisa badannya akan semakin panas!" Ujarku dengan sedikit berteriak saking kesalnya.

Dia kemudian menatapku kembali tanpa ekspresi di wajah tampannya itu.

"Apa kau sekarang berani menasehatiku?" Ujarnya ynag membuatku semakin kesal. Oh ayolah ini bukan saatnya untuk berdebat. Sean membutuhkan seorang dokter sekarang!

"Bukan begitu, tapi Sean sekarang membutuhkan dokter! Cepat panggil dokternya!" Ujarku dengan sedikit berteriak diakhir kalimatku.

"Oh lihatlah! Seorang gadis asia yang awalnya akan menjadi gelandangan berani menyuruhku? Siapa yang majikan sekarang, hm?" Ujarnya sambil berjalan menuju kearahku.

"Aku bukan gadis gelandangn! Apakah perlu ku ingatkan lagi kalau aku dirampok oleh bangsamu?" Ujarku tak mau kalah. Lagian siapa dia? Dia hanya majikanku. Dan seorang pelayan akan hormat ketika majikannya juga baik kepadanya.

"Tidak perlu katakan lagi jika aku sudah mengetahui seluruh riwayat hidupmu, nona Mona Gelora." Ujarnya dengan menyebut namaku yang membuatku merinding.

Seketika keberanianku cair begitu saja. Alex yang kini sudah berdiri tegap tepat didepan mataku sambil menatapku dengan mata nyalangnya.

"Aku bisa saja memusnahkan orang-orang tersayangmu. Atau kau mau jika perusahaan yang dibangun ayahmu bangkrut dalam waktu semalam?" Ujarnya sambil memojokanku di belakang pintu.

"K-kau tidak akan bisa melakukan itu!" Ujarku karna tidak mungkin sebuah perusahan bangkrut dalam waktu semalam.

"Aku bisa saja melakukan itu hanya dengan sebuah kata perintah!" Ujarnya lagi.

"Siapa kau sebenarnya?" Tanyaku mulai mencurigai status pria tampan didepanku ini. Selama ini aku hanya mengira bahwa alex adalah seorang ceo dan juga merupakan bos dari orang-orang jahat yang ada di kota ini.

Tapi ucapan yang keluar dari mulutnya hampir membuatku nyaris tidak bisa bernafas.

"Mafia."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status