Share

006 - Sisi Malaikatnya

Plak!

Itu adalah suara pukulan yang ia berikan pada dahinya. Dia ingat, dia belum mengganti perban di lengan kirinya. Tapi, dia sudah terlanjur malas jika harus kembali membuka seluruh pakaian atasnya hanya untuk mengganti perban yang menutupi jahitan luka di lengan kirinya.

Maka, dia memutuskan untuk mengabaikan itu dan kembali berjalan keluar, bersiap untuk pergi ke kantor miliknya. Tidak masalah, dia tidak akan terinfeksi hanya karena tidak mengganti perban untuk beberapa jam ke depan, pikirnya.

"Bos, data wanita aneh semalem udah ada. Dan bos harus tahu, ada yang menarik dari wanita itu," ujar Shaka sembari menaik turunkan alisnya ketika melihat Aksa turun dari tangga.

Aksa mengernyitkan alisnya, kemudian tersenyum evil ketika ia menangkap sinyal yang diberikan oleh Shaka.

Axell yang menatap interaksi keduanya pun berdehem pelan, ia rasa dia tertinggal banyak hal.

"Ohh ... hai, Axell," sapa Shaka ketika menyadari keberadaan laki-laki dingin itu.

Axell hanya menatap Shaka jengah, kemudian ia kembali menatap Aksa yang kini menatap remeh padanya. Alis Axell jelas terlihat mengernyit, karena tiba-tiba merasa di remehkan oleh Aksa tanpa tahu apa yang sedang ada dalam kepala laki-laki itu.

"Ada apa?" tanya Axell, dingin.

"Inget wanita semalem?" tanya Aksa.

Axell mengangguk.

"Ada yang aneh dari dia. Jadi, gue minta Shaka buat cari tau latar belakangnya." Itu suara Aksa yang menjawab pertanyaan di kepala Axell.

Shaka yang juga mendengar itu langsung memberi jempolnya pada Axell dengan cengiran khas miliknya. Sekali lagi, Aksa terkekeh melihat interaksi keduanya.

Menurutnya, Shaka dan Axell adalah perpaduan yang sempurna untuk membuat suasana di mansion besar ini menjadi lebih berwarna. Sikap mereka yang jelas bertolak belakang itu justru memberi warna pada sisi suram yang ada di mansion besar ini. Membuat Aksa hampir lupa, jika ia memiliki jadwal rapat pagi ini.

"Ka, mobil udah siap? Gue mau berangkat sekarang aja. Bawa datanya ke mobil, biar gue baca di sana," ujar Aksa kemudian berjalan meninggalkan Shaka dan Axell yang masih beradu pandang.

Aksa mulai membuka data-data wanita bernama Nasha Alessia itu. Dia membaca profil hingga latar belakang dari wanita aneh yang tidak sengaja ia temui di bar semalam.

Alis Aksa tertekuk, ketika ia sampai di bagian data keluarga Nasha. Nama Abimayu Wicaksono tertera jelas di sana.

Aksa terkekeh pelan. Kekehan yang mampu membuat Shaka yang berada di kursi kemudi ikut menengok untuk menatap apa yang berhasil membuat bosnya itu tertawa pelan.

Sudut bibir Shaka kemudian terangkat, "Benar kan, Bos. Ada yang menarik dari wanita semalem, haha."

Aksa mengangguk, menyetujui ucapan Shaka kemudian menutup berkas-berkas ditangannya itu ketika mobil yang Shaka kemudikan sudah terparkir apik di basement perusahaan.

Benar, Aksa menutupnya tanpa tahu jika masih ada satu baris kalimat yang ia lewatkan begitu saja.

Dia menyimpan berkas itu ke dalam tasnya, kemudian turun diikuti dengan Shaka yang juga ikut masuk ke dalam perusahaan ekspor barang miliknya.

"Selamat pagi, pak."

"Selamat datang, pak."

"Wah ... bapak terlihat berwibawa sekali hari ini."

Adalah sapaan-sapaan yang Aksa dengar pagi ini. Kalian salah besar jika mengira Aksa hanya akan menanggapi dengan senyuman kaku dibibirnya.

"Selamat pagi kembali, Ardi."

"Tentu saja, saya kan bos yang tepat waktu."

"Hanya berwibawa? Apa saya tidak cukup tampan hari ini, haha."

Adalah sapaan balik yang Aksa berikan setiap kali karyawan-karyawan di perusahaan ekspor barang miliknya itu menyapa dirinya.

Aksa dikenal sebagai seorang CEO muda berkepribadian cerah dengan sisi tegas yang kontras dengan kepribadian ramahnya.

Dia disukai oleh hampir seluruh karyawan dan koleganya karena sisi ramah yang ia miliki itu. Dia selalu tersenyum, memperlihatkan lesung pipi juga mata sabitnya tiap kali ia berbicara dan menyapa karyawan juga kolega-koleganya.

Hal itulah yang membuatnya di kenal sebagai CEO sukses dengan kepribadian baik di setiap majalah-majalah bisnis yang menampilkan profil dirinya sebagai topik utama majalah-majalah itu.

"Pak, lima belas menit lagi rapat akan dimulai ya," ujar Risa ketika melihat presensi Aksa yang akan berjalan masuk ke ruangan milik laki-laki itu.

“Oke, Risa. By the way nanti rapat di ruangan saya aja. Nanti anterin Pak Adigunanya ke ruangan saya, ya,” ujar Aksa sembari menunjukkan senyum manisnya pada Risa. Hal itu telak membuat Risa sedikit tersipu, namun segera menarik lagi seluruh kewarasannya dan mengangguk untuk menanggapi permintaan Aksa.

Ruang milik Aksa sudah dipenuhi dengan kedatangan dua orang. Adiguna Sanjaya, pria berusia empat puluh tahun pemilik perusahaan perabotan beserta Ayu, sekretaris perusahaan perabotan itu.

Wajah Aksa terlihat begitu menawan ketika sedang membicarakan hal-hal serius bersama dengan koleganya itu. Ayu yang sedari tadi ikut nimbrung di dalam percakapan antar pemilik perusahaan besar itu sering gagu ketika tiba-tiba Aksa bertanya padanya terkait kerjasama antar perusahaan mereka.

Perusahaan ekspor barang milik Aksa sudah cukup lama bekerja sama dengan perusahaan perabotan milik Adiguna Sanjaya. Keduanya menjalin hubungan kerjasama yang saling menguntungkan dari tahun ke tahun.

Dan kini, perusahaan Adiguna sedang mengajukan perpanjangan kontrak mereka yang sudah hampir selesai tenggat waktunya.

“Tentu saja, Pak Adiguna. Saya sangat senang bisa bekerja sama dengan bapak. Jadi, ini diperpanjang sepuluh tahun ya? Biar langsung dihandel sama Axell atau Risa,” ujar Aksa sembari tersenyum tulus pada keduanya.

Drrt … Drrt …

Fokus Aksa dan Tuan Adiguna teralih pada ponsel Ayu yang bergetar. Sedangkan pemilik ponsel itu sekarang justru terkejut karena tidak sadar jika dia belum mensilent ponsel miliknya. Ayu segera mendongak dan meminta maaf baik kepada Aksa ataupun Bosnya.

“Tidak apa-apa, Ayu. Angkat saja, lagipula pembicaraan seriusnya sudah selesai bukan?” celetuk Aksa kemudian menatap Tuan Adiguna.

“Benar, angkat saja,” ujar Tuan Adiguna.

Tepat setelah mendapat persetujuan dari kedua pemilik perusahaan, Ayu mengangkat panggilan itu dan bercakap sebentar dengan orang di seberang.

“Siapa, yu?” tanya Tuan Adiguna setelah Ayu memasukkan kembali ponselnya.

“Nasha, pak. Temennya Non Kirey. Tadi ngabarin kalau Non Kirey lagi ke kantor,” ujar Ayu.

Tuan Adiguna hanya mengangguk, berbanding terbalik dengan ekspresi Aksa ketika mendengar nama Nasha baru saja disebut oleh sekretaris Tuan Adiguna.

Dahinya berkerut, karena merasa familiar dengan nama yang baru saja Ayu sebut.

“Kalau gitu saya sama sekretaris saya pamit ya, pak. Semoga kerjasama kita bisa berjalan dengan baik,” ujar Tuan Adiguna membuyarkan lamunan Aksa.

Aksa tersenyum kemudian berdiri dan menyalami keduanya. Dan tepat ketika pintu ruangannya kembali tertutup, dia mengangkat miring sudut bibirnya hingga membentuk sebuah senyum miring yang terlihat licik di wajah tampannya.

“Menarik.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status