Share

003 - Kasar, Mati

“Lepas penutup mata ini, sialan!” maki seorang pria berusia setengah abad yang kini tidak sedang memakai seragam kebanggaan yang biasa pria itu kenakan.

Aksa yang baru saja masuk ke ruang bawah tanah miliknya tersenyum miring, ketika mendapati umpatan yang baru saja pria dengan tubuh tegap yang kini mulai dipenuhi dengan lemak-lemak perut itu terdengar sampai ditelinganya.

Tak, tak, tak.

Perpaduan suara sepatu milik Aksa dan lantai kayu di ruangan ini terdengar begitu tegas, hingga pria paruh baya itu ikut menolehkan kepalanya, mencoba mengikuti arah langkah sepatu Aksa meski ia tidak bisa melihatnya.

Aura mencekam tiba-tiba melingkupi seluruh ruangan itu, ketika Aksa mendudukkan diri di kursi kebangaannya yang berada tepat dihadapan pria paruh baya itu. Dia menggerakkan jari telunjuknya, seolah-olah mengatakan agar salah satu mafiosonya mendekat ke-arahnya.

“Lepasin penutup matanya,” ujarnya singkat, padat dan jelas.

Pria berbaju serba hitam yang Aksa panggil itupun langsung bergerak melepas penutup mata yang sedari tadi pria paruh baya dengan tangan terikat itu gunakan.

“Selamat datang, Tuan Abimayu Wicaksono,” sambut Aksa setelah penutup mata itu terlepas.

Pria yang menjabat sebagai kepala kepolisian bernama Abimayu Wicaksono itu mengerjap-ngerjapkan matanya, mencoba menyesuaikan penglihatannya dengan cahaya redup dari ruangan yang tidak ia ketahui dimana tepatnya.

Dan setelah berhasil menyesuaikan penglihatannya, pria itu menatap tajam ke arah Aksa dan memaki Aksa dengan suara lantangnya, “APA-APAAN KAMU! Kenapa saya diperlakukan seperti binatang ketika saya hanya meminta untuk bertemu!”

Aksa terkekeh ringan, sudut bibir kirinya semakin tertarik ke atas, menunjukkan sebuah kesan congkak dan tak tersentuh.

“Jika saya memperlakukan Anda seperti biantang, seharusnya sekarang Anda sedang bersimpuh di hadapan saya dengan kedua kaki dan tangan yang menopang tubuh Anda. Bukan duduk di kursi dihadapan saya seperti sekarang. Bukan begitu, Tuan Abimayu?” ujarnya tanpa mengubah posisi kakinya yang bersilang.

“APA?! Sudahlah, saya tidak ingin berdebat. Lebih baik, sekarang kamu suruh anjing-anjing kamu ini untuk melepas ikatan di tangan saya!” 

Aksa mengernyitkan alisnya ketika mendengar sebutan yang barus saja pria tua itu berikan pada mafiosonya. “Anda sebut apa orang-orang saya tadi, Tuan Abimayu?” tanya Aksa dengan suara dalam dan dingin miliknya.

Dia menatap tajam pria tua yang ada dihadapannya itu, membuat bulu kuduk pria itu berdiri seketika. Tapi, pria tua itu tidak gentar. Sudah terlanjur basah maka harus menyelam sekalian, pikirnya.

“Anjing. Saya sebut mereka anjing, haha. Bukankah begitu, mereka hanya menurut seperti anjing pada tu-”

Ucapan Tuan Abimayu terhenti ketika ujung pistol revolver berwarna hitam tiba-tiba sudah menempel tepat di pelipisnya. Entah kapan Aksa berdiri dan melangkahkan kakinya, tapi posisinya sekarang sudah tepat berada dihadapan pria tua itu.

Tangan kiri Aksa bergerak, mencengkeram kuat rahang milik Tuan Abimayu dan menariknya ke atas agar menatapnya. Dia menyunggingkan senyum miring Andalannya. Matanya tidak membentuk bulan sabit seperti saat ia menunjukkan senyumnya. Mata itu justru terlihat tajam, menghunus tepat pada mangsa yang kini berada digenggamannya.

“You rude, you die.”

“Saya tidak bercAnda, Tuan. Saya bisa membunuh siapa saja yang saya mau. Saya bahkan tidak peduli jika Anda adalah bagian dari pemerintahan. Lagipula, saya yakin Anda tidak memberitahu bawahan Anda, jika Anda bertemu dengan saya sekarang,” sambung Aksa kemudian menguatkan cengkeramannya pada rahang pria itu.

“Karena, saya yakin. Anda … seorang pria berpangkat tinggi ini tidak mau jika namanya sampai tersandung berita tentang dirinya yang bekerja sama dengan seorang mafia. Bukan begitu, Tuan Abimayu Wicaksono?” ucapnya telak berhasil membuat Tuan Abimayu membelalakkan kedua matanya takut.

“Shhhttt.” Terdengar desisan pelan dari Tuan Abimayu ketika ia merasakan cengkeraman Aksa semakin kuat di rahang miliknya.

Aksa yang mendengar itu semakin menarik miring sudut bibirnya dan beralih menatap salah satu bawahannya. “Bawa salah satu tawanan kita semalam. Di sana, taruh tepat di bawah lampu agar Tuan Abimayu kita bisa melihat dengan jelas,” ujarnya sembari menunjukkan tempat yang ia maksud dengan sudut matanya.

Salah satu anggota mafiosonya itu mengangguk, lalu bergerak cepat menyeret salah satu tawanan mereka. Pria itu meletakkan tawanannya tepat di bawah lampu seperti yang Aksa katakan dan segera pergi meninggalkan pria yang bahkan tidak berani mengeluarkan suaranya barang sedikit saja.

Kondisi pria itu bisa dikatakan mengenaskan. Kemeja hitam compang-camping dengan luka sayat yang terlihat di setiap celah robekan bajunya. Kain hitam yang menutupi matanya terlihat basah karena air mata yang mungkin luruh karena perih yang melingkupi seluruh raganya.

Pria itu hanya bersimpuh tanpa bergerak sedikitpun. Entah apa yang mafioso Aksa lakukan padanya, hingga dia sama sekali tidak mau membuka suaranya. Hal itu mampu memunculkan senyum lebar di paras tampan milik Aksa. Dua lesung pipi ikut muncul seiring senyumnya yang bertambah lebar, membuat kesan manis jika saja ia tersenyum tidak dalam situasi yang mencekam seperti sekarang.

Aksa semakin mengeratkan cengkeraman tangannya pada rahang Tuan Abimayu. Dia menarik kepala itu untuk bisa melihat dengan jelas ke arah pria tidak berdaya yang kini sedang bersimpuh di bawah sinar redup dari lampu diatasnya.

“Lihat. Lihat dengan mata kepala Anda.”

Dor! Dor! Dor!

Mata Tuan Abimayu membelalak kaget. Tepat setelah Aksa berbisik pelan padanya, suara tiga tembakan peluru terdengar. Dan pria malang itu tersungkur dengan darah yang merembes mili dari dahi milik pria itu. Seluruh kepalanya terendam dengan darah yang mengalir deras dari lubang kepala yang berhasil Aksa ukir dengan pistol revolver Andalannya.

“Haha.” Suara kekehan ringan yang baru saja keluar dari mulut Aksa membuat mata Tuan Abimayu menatapnya dengan tatapan bergetar. Nyawanya seakan diseret keluar ketika Tuan Abimayu melihat bagaimana mata Aksa terlihat berbinar setelah menarik paksa nyawa seseorang untuk keluar dari tubuhnya.

Aksa yang merasa diperhatikan, menoleh. Menatap tepat kepada bola mata Tuan Abimayu dengan tatapan menghina. “Bagaimana, Tuan? Anda mau bernasib sama seperti pria itu?” ujarnya sembari menghempaskan cekalannya pada rahang milik pria itu.

Tanpa menunggu jawaban, Aksa berbalik dan kembali ke arah kursi kebanggaannya. Dia mendudukkan dirinya di sana kemudian menatap kembali Tuan Abimayu yang terlihat seperti tikus kecil yang sedang ketakutan.

“Jadi ada perlu apa?” tanya Aksa dengan nada tegas yang terselip di setiap kata pada kalimatnya.

“O-oh … Itu. Itu, atasan meminta kamu untuk datang ke pesta perayaan yang akan di adakan lusa nanti,” ujar Tuan Abimayu dengan tergagap.

Aksa mengernyitkan dahinya dalam, dia tidak merasa jika apa yang baru saja Tuan Abimayu lontarkan adalah sebuah kalimat yang harus Aksa dengar langsung di telinganya. Kalimat itu telak membuat Aksa berdecak pelan.

“S-saya diminta menyampaikannya langsung pada kamu. Makanya, saya mengajak b-bertemu,” gagap Tuan Abimayu ketika telinganya mendengar decakan pelan dari mulut Aksa.

Aksa menatap jengah pada pria tua yang masih meringkuk takut di kursinya itu. Dia memberi isyarat pada salah satu mafiosonya. Dan anggota mafioso yang menangkap isyarat itu langsung memukul leher belakang milik Tuan Abimayu hingga membuatnya tidak sadarkan diri.

“Eksekusi tawanan lainnya besok, tapi gali mereka dulu, cari hal-hal yang bisa kita jadiin kunci buat nyari dalangnya. Dan soal pria tua itu, lakukan seperti biasanya,” ujar Aksa kemudian berdiri dan melangkah keluar dari ruangan tempatnya bersenang-senang setiap kali penat menghampiri dirinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status