Share

005 - Wanita Gila

“Kayaknya dia mabuk. Singkirin aja dari punggung gue. Gausah pakek kekerasan, kita lagi di tempat umum,” ujar Aksa berusaha mencairkan kekhawatiran Shaka yang terlihat jelas dari sorot mata laki-laki itu.

Tanpa berpikir dua kali, Shaka langsung beralih memegang wanita dengan rambut hitam sedada yang terurai berantakan. Tubuh ramping milik wanita itu membuat Shaka gampang untuk memindahkan posisinya yang terlihat ambigu.

Namun, tanpa Shaka duga, wanita itu justru menampar Shaka, membuat Shaka terhuyung ke belakang. “Lo. Gausah. Pegang-pegang gue!” pekiknya sembari berusaha mempertahankan kesadarannya yang mulai hilang terlahap minuman alkohol yang wanita itu tenggak di bar ini.

Aksa yang melihat kejadian itu, hanya menatap wanita dengan pakaian serba hitam yang membungkus apik tubuhnya itu dengan tatapan jengah. Tangan kirinya ia gunakan untuk menahan pergerakan Shaka yang terlihat akan membalas perbuatan wanita yang kini justru mendudukkan dirinya di samping Aksa.

Tanpa sengaja, Aksa menangkap pergerakan Axell yang duduk tidak jauh dari mereka. Laki-laki itu terlihat menyingkirkan wanita dipangkuannya dan hendak berjalan kearahnya dan Shaka. Namun, Aksa memberikan gestur agar Axell menghentikan langkahnya dan kembali duduk ditempatnya dengan dagu miliknya.

Aksa hanya tidak ingin menibulkan kericuhan di keramaian seperti sekarang.

“Udah, lo duduk lagi aja, Ka. Kayaknya dia beneran mabuk. Biarin aja. Jangan ngundang perhatian orang-orang,” ujar Aksa kemudian melepaskan cekalan tangannya pada tangan milik Shaka.

Meski merasa tidak puas, Shaka mengalah dan memilih untuk kembali mendudukkan dirinya di samping kanan Aksa.

“Lo, ganteng juga,” celetuk wanita itu tiba-tiba.

Wanita yang tidak Aksa ketahui namanya itu menyangga wajahnya dengan tangan kiri sembari terus menatap obsidian milik Aksa. Aksa memilih tidak menggubrisnya dan kembali meminum vodka yang sudah ada digenggamannya.

“Manly … jakun lo manly pas naik turun gitu. Gue suka,” lantur wanita itu.

“By the way, nama gue Nasha Alessia,” sambungnya sembari terkekeh ringan.

Namun, tidak sampai satu menit setelah wanita yang mengaku bernama Nasha itu menyelesaikan ucapannya, dia sudah tidak sadarkan diri dengan kepala yang jatuh ke meja.

Lagi-lagi Aksa mendengus, menatap jengah wanita aneh disampingnya. Namun, bibirnya bergerak sebaliknya. Sudut bibir itu tertarik ke atas, membentuk lengkung singkat selama seperkian detik sebelum kembali lagi menjadi datar.

“Nasha!” pekik seorang wanita yang datang terburu-buru menghampiri wanita yang ada di samping Aksa.

“Astaga ini anak. Nyusahin aja,” gerutu wanita itu namun tetap memapah Nasha untuk berjalan keluar dari bar tanpa menatap keberadaan Aksa yang sedari tadi menatap intens interaksi keduanya.

Sudut mata Aksa masih menagawasi pergerakan kedua wanita itu hingga keduanya tidak terlihat di balik pintu keluar bar. Dia membawa kepalanya untuk menatap Shaka yang kini sedang menenggak winenya.

“Cari tahu soal wanita itu. Cari apapun yang mencurigakan dan bisa ngebahayain identitas kita,” bisik Aksa.

Shaka mengangguk kemudian mulai menyibukkan diri dengan gawainya dan mulai menghubungi pihak-pihak yang akan membantu mereka.

Drrtt … Drrtt …

Ponsel Aksa bergetar, menandakan adanya panggilan masuk untuknya. Tangan besarnya merogoh ponsel yang sedari tadi ada di saku celananya. Nama Risa, sekretaris pribadinya tertera jelas di layar ponselnya.

Dia membiarkan panggilan itu tanpa berniat mengangkatnya. Hingar bingar klub malam membuatnya enggan mengangkat panggilan itu karena sekretarisnya pasti akan banyak bertanya.

“Udah bos. Mereka bilang paling lama besok data-datanya bakal dikirimin,” celetuk Shaka berhasil mengalihkan atensi Aksa dari gawainya.

Aksa berdehem pelan untuk menanggapi kalimat yang baru saja Shaka lontarkan. Setelahnya, dia membawa jari-jemarinya untuk mengambil lagi gelas dan menenggak vodka yang ada didalamnya.

“Pulang, Ka. Lo masih mau di sini?”

“Hah? Oh ya enggak lah, Bos. Kalau Bos pulang, guenya juga pulang lah, hehe.”

“Kalau masih mau di sini gapapa. Gue masih bisa nyetir sendiri,” ujar Aksa kemudian berdiri dari duduknya.

“Ihh, kagak lah. Ayo, gue pulang juga, Bos,” putus Shaka kemudian berjalan mendahului Aksa untuk mengambil mobil mereka.

Aksa berjalan pelan kemudian mengangkat tangannya, seolah mengatakan pada Axell jika ia akan kembali lebih dulu ketika ia menangkap pandangan Axell yang menatap dirinya.

Aksa terkekeh ringan, dia kira Axell sudah masuk ke dalam kamar VIP di bar ini dan melakukan sesuatu yang lebih dengan wanita yang masih setia berada dipangkuannya itu. Tapi, ternyata tidak. Dia lupa, jika Axell terlalu kaku untuk urusan wanita.

Aksa masuk ke dalam mobil dan menyamankan dirinya ketika mobil itu mulai dijalankan oleh Shaka. Perlahan, rasa kantuk mulai menghampiri dirinya. “Ka, nanti kalau gue ketiduran, gendong ya? Capek banget gue, hehe,” ujarnya diiringi dengan kekehan kecil dibelakangnya.

Shaka mendengus pelan ketika sikap asli dari bosnya itu kembali lagi. Dia kemudian berdehem pelan untuk menyahuti dan membiarkan Aksa tenggelam dalam mimpinya.

Aksa mengerjapkan matanya pelan. “Shhtt …” desisnya. Badannya terasa remuk apalagi lengan kirinya. Dia menatap sekilas lengan kirinya yang kini kembali diperban, padahal semalam dia sudah melepaskannya.

Ceklek

“Eh … udah bangun si Bos,” celetuk Shaka dengan cengiran khasnya. Shaka yang tidak mendapat respon apa-apa, memilih untuk mengikuti arah pandang Aksa ke lengan kiri laki-laki itu.

“Ohh, semalem jahitannya kebuka lagi. Jadi, Dokter Devan dipanggil buat nutup lukanya lagi,” ujar Shaka menjawab pertanyaan di kepala Aksa.

Aksa hanya bergumama tidak jelas, namun kepalanya tiba-tiba mengingat, jika sekretarisnya sempat menghubunginya semalam. Dia bergegas mengecek ponselnya dan melihat ada dua pesan masuk dari sekretarisnya itu.

Namun, karena malas untuk membacanya, Aksa lebih memilih untuk menekan tombol dial dan menunggu Risa, sekretarisnya menjawab panggilan itu.

“Selamat pagi, Pak,” sapa sekretarisnya di seberang.

“Pagi, Risa. Semalem kenapa nelphon?”

“Hari ini ada meeting mendadak dengan perusahaan perabotan milik Bapak Adiguna jam sepuluh pagi. Beliau meminta pengajuan jam karena beliau memiliki jadwal lain di hari selasa. Tetapi, saya belum mengiyakannya, pak. Jadi, apakah bapak berkenan jika rapatnya dimajukan? Karena, kebetulan untuk pagi ini bapak tidak memiliki jadwal untuk bertemu dengan kolega yang lain,” jelas Risa dalam dua tarikan napas.

“Oke. Atur aja. Jam sepuluh minta Pak Adiguna buat temui saya di kantor.”

Aksa menutup panggilan itu setelah Risa kembali berkutik untuk mengatur jadwalnya. Shaka yang mendengar perubahan nada suara bosnya ketika berbicara hanya berdecak pelan, berniat menyindir dalam diam yang ternyata justru sampai di pendengaran Aksa.

“Kenapa?”

Shaka hanya menyengir kemudian menggelengkan kepalanya. “Oh iya, bos. Ada beberapa tawaran misi yang masuk. Tadi, udah sempet dipilah sama Axell. Mau di cek ulang?” tanya Shaka sembari menunjukkan beberapa amplop coklat yang berada ditangannya.

“Jangan langsung di terima. Gue cek lagi nanti malem. Kita abis aja nyelesain satu misi beberapa hari yang lalu. Mending suruh anak-anak yang lain buat isi energinya dulu,” putus Aksa.

Shaka menunjukkan jempol kanannya pada Aksa sebelum berbalik dan berjalan keluar dari kamar milik Aksa. Sedangkan, Aksa yang melihatnya hanya melongo kemudian tertawa ringan, menampilkan dua lesung pipi yang ia miliki.

Laki-laki yang hanya memakai boxer tanpa atasan itu, memilih untuk berdiri dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Tidak sampai dua puluh menit, Aksa sudah selesai dengan urusannya. Dia keluar hanya dengan handuk yang terlilit di pinggangnya. Badannya terlihat semakin atletis dari hari ke hari. Delapan kotak yang mengukir perutnya itu terlihat semakin menonjol memberikan kesan manly pada tubuh atletisnya.

Dia membuka lemari pakaiannya, mengambil kemeja putih polos dan jas hitam juga celana bahan berwarna hitam untuk ia padu padankan dengan pakaian kerjanya.

Sempurna adalah kata yang bisa mendefiniskan tampilan Aksa sekarang. Kemeja putih yang ia masukkan ke dalam celana bahan hitam juga jas hitam yang ia pakai sekarang, menambah kadar ketampanan dari seorang Aksara Kalandra. Tidak lupa, sebuah dasi hitam yang terpasang rapi di kerah kemejanya itu, memberi kesan seorang CEO muda yang telah sukses di bidang usahanya.

Aksa menata rambutnya ke atas, memperlihatkan dahi putih mulus yang ia punya. Alis tebal dan rahang tajam yang ia miliki menambah kesan dewasa pada wajahnya. Dan voila … tepat pada saat Aksa mengangkat kedua sudut bibirnya.

Dua buah lesung pipi itu muncul ditambah dengan mata yang ikut melengkung seperti bulan sabit, memberinya kesan ramah pada siapa saja yang melihatnya. Perfect, pikirnya.

Dia berbalik, membelakangi cermin kemudian melangkahkan kakinya untuk berjalan keluar dari kamar miliknya. Namun, dia menghentikan langkah ketiganya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status