Share

Kelakar Semata

Penulis: Erna Azura
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-04 21:29:53

Besok siangnya, Shaquelle muncul di depan meja Aurelie, sok santai, tangan masuk ke dalam saku celana dan senyum miring andalannya.

Setiap hari Shaquelle selalu menggoda Aurelie seolah menggoda Aurelie adalah salah satu pekerjaan wajibnya.

“Rel, makan siang yuk.”

Aurelie mengetik pelan, pura-pura sibuk. “Enggak, Pak. Lagi banyak kerjaan.”

Shaquelle jongkok di samping mejanya, suara diturunin, setengah berbisik, setengah menggoda.

“Ayolah, Rel. Jangan ngeles. Itu spreadsheet aja masih loading dari tadi.”

Aurelie mendelik sekilas ke layar laptopnya—dan ya, benar. Loading.

Sialan.

Dengan pasrah, dia menutup laptop. “Oke, Pak. Tapi tempat biasa aja ya. Jangan fancy-fancy.”

Shaquelle tersenyum lebar, seperti baru mendapatkan piala Nobel Perdamaian.

“Tenang aja. Tempat biasa kok… biasa buat kaum Sultan.”

Aurelie sudah curiga, tapi malas debat. Dia akhirnya ikut juga.

Mereka sampai di restoran fine dining yang interiornya lebih mirip galeri seni daripada tempat makan. Kursi velve
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Magang Di Pelukan CEO   Menyusul Ke Jerman

    Pagi hari di rumah tua Hochstadt penuh dengan denting piring, derik kursi, dan bau roti panggang yang bersatu dengan aroma kesibukan.Oma membuka laci lemari makan dan mengeluarkan taplak meja bordir Belgia kesayangannya—yang hanya dipakai kalau ada perayaan penting.“Kalau dipakai sekarang, kira-kira terlalu cepat enggak ya?” gumamnya, lalu menjawab sendiri, “Enggak. Karena cinta enggak butuh waktu panjang, yang penting niatnya.”Dari ruang tengah, Opa berdiri di atas tangga kecil, memasang lampu hias vintage yang hanya keluar dari kotak kardus satu kali dalam setahun—biasanya untuk Natal.“Kabel ini masih nyala enggak sih?” tanyanya sambil menyambung steker.Louisa muncul dari dapur, membawa toples berisi bunga kering dan pita.“Mama yakin kita enggak terlalu heboh? Ini tuh rencana dadakan,” ujarnya, setengah tersenyum.Oma mendekat. “Cinta enggak selalu perlu direncanakan. Kadang cukup tahu dia pulang tepat waktu dan duduk bersama di meja makan.”Opa menambahkan, “Dan kalau

  • Magang Di Pelukan CEO   Menikah

    Senin dini hari. Jakarta masih gelap, tapi lampu di ruang kerja Shaquelle menyala tajam seperti tidak pernah mati. Gelas kopi keempat dingin di meja. Napasnya tak teratur. Matanya menyala penuh tekanan. Ia menatap layar laptop—menunggu dengan jantung berdetak kencang.Satu pesan masuk.NILS : Aku dapat laporan dari tim lokal. Ada informasi baru tentang Aurelie. Tapi sebaiknya kau duduk dulu.Shaquelle membaca cepat, lalu berdiri begitu cepat sampai kursi hampir terbalik. Dia langsung melakukan panggilan telepon saat itu juga dengan Nils.“Hallo?” Nils menjawab.“Langsung aja, Nils. Gue enggak dalam mood untuk ‘sebaiknya kamu duduk’.” Shaquelle terdengar tidak sabaran.“Tadi salah satu informan lokal kami melihat Aurelie di Alt-Hochstadt Market. Dia sedang bersama seorang pria—Kai.” Nils menjawab dengan suara tenang dan datar.“Ya, sepupunya itu. Gue tahu.”“Yang kamu belum tahu… Kai berlutut. Di depan kios cincin. Dan memakaikan sesuatu di jari Aurelie.”Dunia seolah berhenti

  • Magang Di Pelukan CEO   Melamar

    Aroma roti panggang dan kayu manis masih jadi alarm alamiah Aurelie tiap pagi, tapi ada satu hal yang membuat minggu ini aneh:Kai selalu ada. Setiap hari.Padahal Aunty Louisa sudah bilang, “Biasanya Kai cuma pulang weekend. Minggu ke Senin dia pasti balik ke apartemennya di kota.”Tapi sejak Aurel datang—entah mengapa Kai selalu muncul. Entah di dapur, halaman belakang, atau muncul tiba-tiba dari tangga sambil membawa kantong belanjaan penuh stroberi dan yogurt.“Eh, kamu belum ke apartemenmu?” tanya Aurel sambil menuang susu ke mangkuk sereal.Kai duduk di seberang, menyuap potongan apel dengan tenang. “Aku WFH minggu ini.”Aurel mengerutkan dahi. “Kamu arsitek.”Kai mengangkat bahu. “Arsitek juga manusia. Bisa gambar dari mana aja.”Oma yang sedang menyiram tanaman di dekat jendela, menoleh sambil tersenyum kecil. “Dulu dia enggak pernah betah tinggal di rumah lebih dari dua hari. Sekarang… lihat, sampai ikut bantu masak.”Kai nyengir. “Biar dapurnya enggak terlalu sepi.”

  • Magang Di Pelukan CEO   Misi Pencarian

    Langit masih cerah, tapi matahari mulai merunduk pelan ke barat. Udara musim semi yang sejuk membelai pipi Aurelie, membawa aroma rumput basah dan kayu yang mulai mengering.Jalanan di sekitar rumah opa-oma begitu tenang, dengan rumah-rumah tua bergaya kolonial berdiri rapi di kiri-kanan jalan berkerikil.Kai dan Aurelie berjalan beriringan di trotoar, masing-masing membawa roti lapis dari toko roti langganan Opa. Kai mengenakan hoodie abu-abu yang terlalu tipis untuk musim dingin, tapi cukup untuk gaya. Aurelie memakai coat krem dan scarf lembut yang melilit lehernya dua kali.“Ini jalan favorit aku,” kata Kai sambil menunjuk ke arah lorong kecil yang diapit dua rumah tua penuh tanaman rambat. “Waktu kecil aku suka lari di situ, pura-pura dikejar monster.”Aurelie melirik lorong itu. “Monster apa?”“Monster tagihan pajak. Aku anaknya realistis dari kecil,” jawab Kai enteng.Aurelie tertawa kecil, menggigit roti di tangannya.“Aku pikir kamu lebih kayak anak yang main bola, buk

  • Magang Di Pelukan CEO   Hangatnya Keluarga Papi

    Hari ketiga Aurelie di Jerman dimulai dengan aroma waffle dan cahaya matahari musim semi yang menembus tirai kamarnya.Jam dinding menunjukkan pukul delapan lewat sedikit, tapi rumah sudah ramai. Suara Oma bersenandung pelan di dapur, padu dengan denting peralatan makan dan ocehan kecil dari arah meja makan.“Kai, kamu bisa enggak … diem sebentar aja pas motong buah? Ini bukan lomba siapa paling cepat bikin salad!” seru Aunty Louisa dari balik meja dapur.“Tapi kalau terlalu lambat, kiwi-nya bisa kehilangan arah hidup,” sahut Kai santai, tanpa mengangkat kepala.“Anak ini memang ya … selalu dramatis bahkan sama buah,” komentar Oma, terkikik kecil sambil membalik waffle di atas pan.Aurel yang masih di dalam kamarnya, tersenyum sendiri. Ia menyisir rambut cepat, mengganti baju dengan sweater krem yang baru, lalu turun ke lantai bawah.Begitu kakinya menyentuh lantai ruang makan, Kai sudah berdiri di ambang dapur dengan piring di tangan.“Pagi. Sarapan. Oma bilang kamu kurus kare

  • Magang Di Pelukan CEO   Upaya Mencari Aurelie

    Petra, kepala HRD, baru saja duduk sambil menyeruput kopi ketika pintu ruangannya dibuka dengan tenaga penuh.BRAK.“Petra. Kamu yang urus administrasi anak magang bernama Aurelie Alana Heindrich, kan?” suara Shaquelle menggema, sekeras harga dirinya yang baru saja jatuh ke level kaki lima.Petra nyaris menumpahkan kopinya.“I-iya, Pak. Tapi—”“Tempat tinggal dia di Jerman. Ada enggak di data magang?”“Pak, itu informasi personal, sudah dihapus dari sistem karena masa magangnya selesai….”“Restore!”“Pak…”“Restore data itu seperti kamu restore hatiku yang dibuang sama Aurel!”Petra menahan napas. Ia melirik ke arah tumpukan berkas. “Saya coba cek di folder backup dulu, tapi sistem perusahaan—”“Petra .…” Shaquelle mencondongkan tubuh. “Kalau kamu temuin alamat dia, kamu akan jadi pegawai of the month. Kamu bisa pilih; voucher MAP atau nambah cuti dua hari.”Petra mengerutkan alis. “Pak, saya single dan hidup saya kosong. V

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status