Share

Chapter 2 (Berjumpa dengan kegilaan)

Kemarin adalah hari yang membuatku sangat jengkel. Kenapa bisa aku di tolak sama Jessen sedangkan aku sendiri bahkan belum mengungkapkan cinta padanya?!

Gila... Ini sangat gila!

Aku bahkan tak habis pikir tentang dia, dia lebih buruk dari pada perkataan orang.

Mungkin aku bukanlah tipe orang yang suka sama bad boy. Ya kau tau sendiri... Kenalan aja udah jahat gimana lagi kalau udah nikah, kelar hidupku!

Seumur hidupku Jassen adalah orang yang paling kubenci!

"Valen kau ngak apa? Wajahmu merah." Tessa menyadarkanku dari pemikiranku yang kesal sama Jessen.

Aku mengubah mimik wajahku menjadi tersenyum. "Ngak apa Tes, aku gereget aja sama kak Jessen. Dasar kurang ajar."

Tessa tertawa dan merangkulku. "Orang galak sepertinya ngak usah di ladenin... Nanti kau jadi cepat tua, hahaha."

"Udah deh, hari ini aku terakhir makan di kantin. Terserah kau mau makan apa. Pokoknya sepuasnya tanpa batas." Sambung Tessa.

Tessa tau aja kebahagiaanku. Kalau aku lagi stress, makan adalah kunci menaikkan moodku.

"Okayy."

Kami berjalan ke kantin.

Aku mengintip ke kanan ke kiri, apakah Jessen lewat atau ngak, kalau iya aku ngak bakal mau ke luar.

Ternyata tidak ada.

Ha... Senangnya tidak ada kehadirannya.

***

"Banyak amat pesananmu Val." Sindir Tessa sambil tersenyum.

"Aku stress banget Tes. Ntahlah, aku rasanya ingin makan banyak aja." Sambungku sambil melahap bakso.

"Ya udah makan dulu, ntar keselek kalau makan sambil ngomong."

Aku mengangguk setuju.

Rasanya bahagia dengan makan banyak.

Moodku naik dua kali lipat.

Tessa yang melihatku yang begitu rakus hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. "Valen Valen."

Tessa mengingat sesuatu. "Oh ya, kau udah siapkan tugas Bu Rina kemarin. Nanti di kumpul loh setelah istirahat."

"Oh iya! Belum siap!" Aku tersentak dan spontan berdiri.

"Sebentar ya Tes aku mau ambil bukuku. Biar aku kerjai di sini"

"Iya... Cepet."

"Oh iya sekaligus ambil buku tugasmu ya." Sambungku.

"Iya."

Aku berlari menuju kelas. Saat melewati koridor aku melihat kak Jessen.

Mata kami spontan bertemu. Mungkin karena suara langkah kakiku berlari.

Oalah.

Kenapalah harus jumpa di sini...

Aku mulai nenghentikan langkah kakiku yang yang berlari tadi menjadi berjalan tenang.

Aku pura-pura tidak melihat si Jessen.

Tapi mata ini memang kegatelan, dan akhirnya aku melihatnya. Namun aku berusaha untuk tetap cool. Aku melihatnya dengan sinis dalam sekejap, sedangkan dia menatapku datar.

Buset nih cowok memang ganteng luar biasa.

Tapi ngak boleh Valen... Dia itu psikopat!

Aku masuk ke kelasku dan duduk di kursiku.

Aku mengelus dadaku. "Deg-degan shit..."

Aku pun mengambil buku dan beranjak pergi ke luar kelas menuju kantin.

Aku keluar kelas dan melihat Jessen duduk di kursi ruang tunggu yang ada di seberang kelasku. Dia menatapku.

Aku melihatnya sinis. "Apa liat-liat?! Kau pikir aku takut samamu apa... "

Tanpa sepatah katapun dia masih menatapku.

Dari pada aku baper di lihatin sama dia lebih baik aku pergi.

Aku berjalan ke kantin dengan sedikit berlari.

***

Aku menyalin semua yang di tulis Tessa di bukunya ke bukuku. Rasanya jari tangan ini mau copot. Dan akhirnya selesai.

"Hu... Capek " Keluhku.

"Makanya, kalau ngerjain PR jangan di sekolah. Rasain." Tessa meledek.

"Biarin."

Tessa menyambung makannya. "Noh... Habisin tu makanan. Jangan sampai tersisa."

"Iya." aku makan sambil tertawa.

Aku melihat Jessen dari kejauhan datang.

Waduh... Kenapa nih?

Ngak mungkin kan mau menghampiriku.

Ah masa?

Atau dia mau mengancamku karena kalimatku tadi tidak sopan padanya?!

OMG

Tidak tidak, mana mungkin dia seperti itu.

Atau mungkin dia mau menghinaku di muka umum bahwa aku adik kelas terganjen sama kakak kelas yang pernah ada?!

Ah tidak tidak, itu tidak mungkin. Ya kan?

Aku mencoba menguatkan batinku. "Ngak ngak... dia ngak bakal ke sini." Kalimat itu terus kuucapkan dengan berbisik. Aku meyakini perkataan itu doa... Jadi semoga doa ini terkabul.

Aku menutup mataku berharap dia ngak ke sini. Ya Tuhan tolong aku...

Seseorang menjitakku. "He..."

Aku membuka mataku.

Sial ini beneran Jessen, astaga!

"Ini bukumu. Aku sudah baca." Sambungnya sambil berjalan pergi.

Tunggu ini apa? Kapan aku ngasih buku ke dia?

Aku membuka buku tulis yang di beri ya.

-Untuk kau yang ngak jelas semalam ngomong apa.

Dengar ya aku berharap ngak pernah bertemu denganmu lagi. Jangan muncul lagi di hadapanku. Kecuali memang unsur ketidaksengajaan, kalau tidak aku tak akan mengampunimu.

Kalau ada orang yang mengetahui isi surat ini selain kau, kau akan tamat.

-Jessen

Gila bet dah... Ngancemnya pake tulisan lagi. Ternyata dia serem banget.

"Kau pernah ngasih kak Jessen buku?" Tessa penasaran.

Kalau kuberitahu, kelar hidupku Tes...

"Eh pe pernah kok. Hehe." Sambungku kaku.

"Oh bagus deh kalau begitu. Soalnya ada rumor yang beredar kalau Jessen mengancam seseorang yang di bencinya menggunakan buku yang ada tulisan ancaman gitu... Setiap orang yang udah di kasih buku sama dia biasanya langsung pindah sekolah beberapa hari kemudian."

Ya iya lah Tes... Dia ngancem kalau aku menjumpainya aku akan kelar...

Tapi kupikir-pikir aku ngak mungkin pindah sekolah dan juga aku tidak mau menyusahkan kakek dan nenek mengurus perpindahanku. Kasihan mereka.

Mau ngak mau aku harus tetap sekolah di sini apa pun resikonya...

"Valen kau ngak apa?" Tessa kuatir.

"Oh ngak apa kok." Jawabku.

Aku harus bisa, memangnya dia akan ngapain aku rupanya.

Duh... Lagi pula kenapa sih kemarin aku sok dekat sama dia... Nyesel aku.

***

Hari ini aku datang ke sekolah lebih awal berharap tak berjumpa dengannya.

Walaupun di buku ada di tuliskan "Kecuali unsur ketidaksengajaan..."

Kan aku ngak tau apa pikiran dia kalau jumpa aku, saat aku jumpa dia tidak sengaja dan dia pikir itu sengaja... Bisa berabelah.

Aku berjalan melalui koridor sekolah, sangat sepi. Jam berapa ini ya?

Aku melihat jam tanganku mengarahkan pukul 06.30.

Salah perhitungan waktu berangkat aku, ini terlalu cepat. Tapi ya sudahlah, sudah terlanjur. Aku melanjutkan jalanku ke kelas.

Ketika aku hampir sampai ke kelas, aku melihat ada seseorang duduk di kursi tunggu di seberang kelas. Seorang laki-laki berpakaian seragam sekolah duduk dengan kepala merunduk kebawah, tangan yang di lipat di dada dan badan yang bersender di bahu bangku.

Kalau di lihat-lihat sepertinya tidak asing

Sial itu Jassen!

Aku berjalan pelan ke kelas agar tidak membangunkannya. Aku membuka pintu secara perlahan.

Kretektek

Bunyi pintu terbuka sangat kencang.

Terkutuk kau gagang pintu!

Jessen berdehem di selingi batuk dengan unsur kesengajaan. Dia sudah bangun!

Aku gelagapan dan mencoba menenangkan diri masih tidak membalik badanku agar tidak melihat Jessen. "Ha ha..." aku berpura-pura merentangkan tanganku dan bernapas.

"Pagi yang segar, sekolah masih kosong melompong... Tidak ada orang. Aku bahkan tidak melihat siapa pun." Aku sengaja bilang begitu agar dia menganggap aku tidak melihatnya terlebih dahulu melainkan dia yang pertama melihatku.

Aku membalikkan badan dan tertawa yang kuusahakan bahagia. "Eh... Kak Jessen. Kok baru lihat saya. Pagi yang cerah ya kak. A.. aku masuk dulu ke kelas, o.. oke kak." Aku kembali membalikkan badanku ke arah pintu dengan tegang dan berusaha untuk tidak gemetar.

Aku mendengar langkah kaki Jessen yang mendekat, aku langsung segera masuk dan menutup pintu...

Kaki Jessen yang berjalan ke arahku lebih cepat sampai sebelum aku menutup pintu, itu karena faktor kakinya yang panjang. Dia menyangkal pintu yang akan kututup.

Jessen menatapku tajam. "Kau tau siapa yang kau bodohi?"

"Ma maksudnya kak?" Aku masih menyangkal.

"Kau kira aku bodoh ya? Kau tau aku ada di depan duduk dan kau berusaha tidak melihatku." Sambungnya.

Aku menelan ludah berat.

Ya Tuhan cobaan apa lagi ini...

"Kau sengaja tidak melihatku padahal melihat. Dengan kata lain kau bertemu denganku dengan sengaja." Dengan senyuman kecil yang penuh misteri dia lontarkan padaku.

Benerkan dugaanku. Pasti dia mikir aku itu sengaja berjumpa dengannya.

Dia membuka pintu kelasku. Aku masih coba menahannya, tapi kekuatannya lebih besar dariku. Alhasil pintunya terbuka.

"Sekarang kau berurusan denganku." Dia berjalan maju di hadapanku dan  menyudutkanku ke sisi dinding kelas.

Aku mulai memberanikan diri. "Kau pikir aku takut denganmu."

Dia membulatkan matanya dan tersenyum licik.

"Aku ngak pernah takut sama siapapun! Aku juga tadi ngak sengaja tuh jumpa samamu. Kau saja yang kepedean!" Bantahku.

Dia menumpukan tangannya ke dinding yang membuatku spontan bersender pada dinding di belakangku dan mendekatkan wajahnya ke arahku. "Kau tau, sekarang kita hanya berdua di kelas dan... " Dia mulai mengarahkan pandangan matanya ke bawah menyisir tubuhku.

Tapi sebelum itu aku memegang wajahnya keras dan kuluruskan untuk menatapku. "Kalau bicara lihat mata!" Bentakku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status