Share

5. Ndeso Bin Katrok

“Ooom!” teriak Azada.

“Iya.”

“Ayok ke Timezone.”

“Boleh.”

“Aidan sama Abrisam mau ikut gak?”

“Ikut,” jawab keduanya kompak.

“Siap-siap sana!”

“Oke.”

Azmi menuju abah dan uminya yang sedang duduk sambil menonton TV. Rupanya kepulangan si bungsu membuat kondisi Abah Ilyas semakin membaik.

“Kamu bawa mbak-mbak khadamah saja, Mi.”

“Iya Umi, lagian gak bisa aku handel mereka bertiga sendirian.”

“Hehehe. Habis kamu selalu kalah sama mereka,” timpal abahnya.

“Heran aku, gimana caranya Mas Azzam sama Mbak Caca ngurus ketiganya kalau pergi-pergi tanpa khadamah atau kang ndalem? Ditambah ada Quila lagi.”

“Mereka, kan orang tuanya, ya mereka harus bisa menaklukan anak-anaknya dong. Kalau gak bisa, nanti bagaimana mereka mengarahkan keluarga mereka?” jawab abah bijak.

“Iya sih, Bah. Itu duo perusuh aja cuma manut sama abah dan uminya. Sama ....”

“Abrisam,” jawab abah dan umi kompak.

“Iya. Duh itu si Abri emang pantes jadi kakak. Soalnya aura wibawanya keliatan banget.”

“Amin. Insya Allah mereka bakalan jadi anak baik semua yah walau agak ....”

“Nakal ya, Um.”

“Iya. Tapi persis Azzam sih waktu kecil sampai remaja. Hahaha,” kenang umi.

“Hah? Beneran, Um?” Azmi gak percaya.

“Beneran. Masmu itu sewaktu kecil pecicilan, gak mau diem, tukang bikin rusuh, jenis kenakalan biasa lah sebagai santri. Masih tergolong wajar. Untung kebantu sama otaknya yang encer. Mirip kamu juga, ‘kan?” ledek Umi Aisyah pada Azmi.

“Hehehe. Sekarang Azmi udah tobat, Um.”

“Harus! Udah gede juga. Bentar lagi jadi ayah kalau punya anak sendiri.”

“Amin. Segera ya Umi.”

“Amin.”

Lalu terdengarlah tawa ketiganya berbarengan dengan kedatangan Desi dan Jenar.

“Pripun, Gus? Katanya manggil kami?” tanya Desi.

“Temeni saya menjaga Aslan triplet main ke Timezone.”

“Nggih, Gus,” sahut Desi antusias sedangkan Jenar bingung.

Timezone itu apa ya?

***

Ketiga Aslan sudah berlarian di sekitar Rita Super Mall diikuti Azmi. Desi sudah senyam senyum gaje dari tadi. Sedangkan Jenar? Dia bingung sekaligus malu. Dia belum pernah ngemall. Tempat terjauh yang ia kunjungi selama di Wonosobo adalah pasar.

“Je, salah bukan ke arah situ tapi ke arah sini!” teriak Desi saat temannya malah berjalan ke arah yang salah.

“Oh. Iya maaf,” jawab Jenar kikuk.

“Santai aja Je, bersikaplah seolah-olah kamu udah biasa ke sini.”

“Tapi aku gak pernah main ke tempat kayak gini, Des,” bisik Jenar.

“Makanya dibiasain mulai sekarang. Apalagi kamu sekarang jadi pengasuh keluarga Aslan.”

“Iya.”

Mereka mengitari lantai bawah dengan penuh antusias. Kalau dulu Azmi yang suka memanfaatkan masnya sekarang gantian Azmi yang dimanfaatin oleh ketiga keponakannya.

Ckckck. Tombok ini om gantengnya. Padahal dulu aku sendirian minta jatah sama Mas Azam, eh ini aku malah dibales langsung sama tiga orang.” Meski kedengaran mengomel aslinya Azmi senang-senang saja membelikan berbagai barang untuk keponakannya. Bahkan dia membeli beberapa baju cantik, bando, dan kerudung untuk Quila.

“Om ... ayok ke Timezone!” teriak Azada yang sudah tidak sabar.

Azada, Aidan, dan Abrisam langsung menaiki eskalator menuju lantai atas. Karena letak permainan anak berada di lantai atas. Jenar melongo. Dia menarik tangan Desi.

“Kenapa sih?” tanya Desi.

“Aku takut. Ada tangga yang gak jalan gak sih?”

“Astagfirullah, jangan bercanda kamu!” bisik Desi.

“Tapi beneran aku takut loh. Aku nunggu di bawah saja ya.” Jenar nampak ketakutan.

Wis ayuh melu aku. Cekelan tanganku.” (Sudah ayok ikut aku. Pegangan tanganku)

Jenar melingkarkan tangannya pada lengan kiri Desi. Kakinya kebingungan mau naik ke eskalator dengan cara bagaimana. Berulangkali kaki satunya sudah naik tapi kaki satunya bergetar gak bisa diangkat. Jadi gagal deh. Duh muka Jenar sudah memerah karena takut dan malu. Desi sendiri bingung antara mau ketawa tapi merasa kasihan juga. Ya ampun, Jenar ini ya lugu ya ndeso alias katrok.

Azmi yang menyadari para khadamahnya belum juga naik menoleh ke arah mereka. Azmi tidak bisa menahan kekehannya. Astaga! Dia segera memberi kode pada Aslan.

“Tuh, Mbak Jenar dibantu naik Zad.”

“Hah? Oh ... oke Om. Ayok Dan, kita bantu.”

“Oke.”

Azada dan Aidan turun kembali kemudian mereka menggenggam tangan Jenar kiri dan kanan.

“Ikutan aba-aba Zada ya Mbak, nanti di hitungan ketiga kaki kanan angkat dan taroh di sana. Lalu kaki kirinya ditaruh setelahnya.” Azada menunjuk eskalator.

“1 ... 2 ... 3 angkat. Hap.”

Meski dengan agak canggung, Jenar akhirnya bisa menaiki eskalator. Desi mengikuti dibelakangnya sambil terus menahan tawa. Saat akan turun, Jenar hampir saja keserimpet gamisnya karena malah lompat. Untung gak jatuh. Kalau jatuh malu, kan jadinya.

Azmi sendiri hanya bisa geleng-geleng kepala. Ternyata masih ada ya gadis lugu dan ndeso kayak Jenar. Rumahnya pelosok banget apa gimana nih?

***

Ketiga Aslan langsung ke area Timezone dan bermain di sana. Jenar dan Desi mengamati ketiganya. Sementara Azmi sibuk mengecek usahanya lewat ponsel.

Jenar menatap takjub ke sekelilingnya. Dia sungguh merasa gumun dengan semua hal yang baru pertama kali dilihat dan dialaminya.

“Jangan kelihatan gumun gitu Je, kesannya ndeso alias katrok tahu.”

“Tapi aku memang gumun, soalnya ini baru pertama kalinya Des. Di tempatnya aku gak ada kayak ginian.”

“Melosok banget apa rumahmu?”

“Iya. Orang di kelilingi kali alias sungai.”

“Owh gitu.”

Mereka melanjutkan mengobrol hal lain sambil terus mengawasi para gus kecil.

“Om ... laper!” teriak Azada setelah satu jam bermain.

“Oke. Ayok kita makan.”

Mereka menuju ke area foodcourt dan lagi-lagi Jenar merasa panas dingin karena harus naik eskalator lagi. Ya Allah.

Aidan dan Azada sudah siap berada di kanan kiri Jenar. Mereka memberikan uluran tangannya sambil tersenyum. Jenar menunduk pasrah. Ya Allah, malunya. Udah Ndeso, katrok lagi. Pokoknya double malunya.

“Memangnya Mbak Jenar gak pernah ke mall?” tanya Azada.

Mboten Gus, di tempatnya mbak gak ada mall. Adanya pasar sama kali. Wadas lintang, kan terkenal banyak kali.”

“Benarkah? Wah kapan-kapan kita harus ke sana,” ucap Aidan dengan semangat.

“Ngapain Gus? Orang adanya cuma kali gak ada mall kayak di sini.” Jenar mengernyit melihat gusnya tampak bersemangat.

“Justru kita bosen sama mall, Mbak. Kita pengin main jauh berpetualang dan berbaur dengan alam. Gimana Mas?” tanya Aidan pada Abrisam.

“Beres. Liburan nanti kita minta Abah ngijinin kita jalan-jalan ke Wonosobo sekalian ke Dieng.”

“Oke.” Kompak Aidan dan Azada.

“Hah?!” Jenar semakin melongo dengan ketiga gus kecilnya.

“Bapaknya suka naik gunung Mbak, ibunya pramuka sejati. Jadi ya jangan heran mereka suka banget berpetualang dengan alam,” terang Gus Azmi.

“Oh begitu. Nanti Mbak Jeje ajak mancing ya Gus.”

“Mbak Jeje bisa mancing?” tanya Azmi.

“Hehehe. Bisa Gus. Gampang pokoknya.”

“Beneran?”

“Beneran Gus Azmi.”

“Okeh. Yang penting sekarang kita makan dulu.”

“Hah? Boleh Jeje nunggu di sana saja, Gus?” pinta Jeje dengan wajah memelas.

Dan hanya ditertawakan oleh Azmi yang langsung menaiki eskalator. Sementara kedua tangan Jenar sudah digandeng oleh duo gusnya. Dan hap! Akhirnya, Jeje bisa naik eskalator juga walaupun lagi-lagi dia hampir jatuh karena keserimpet gamisnya. Hahaha.

*****

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nury
lucu n gemesin yq
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status