"Tet. Kayaknya ada yang baru di lamar ni! kesemsem gitu?.. ha ha ha..." sorak Sonya memancing suasana. Aini menaut alis melihat Sonya seperti orang kesambet.
"Yah. Serius wak. Siapa rupanya? kok gak nyampek undangan ke kita," balas Farida menyuap bakso untuk dirinya sendiri. Sonya tergelak melihat wajah Aini tersenyum kecut.
"Itulah, Tet. Gua juga mikir gitu.. lamaran biasanya kan rame-rame yak. Tapi kok sepi ya.." ledek Sonya lagi membuat Aini gerah. Namun, Aini bukanlah wanita baperan yang suka terpancing dengan ujaran kedua sahabatnya. Dia memilih diam seolah buli itu bukan untuknya.
"Iya ni, Aini. Gak ngabar-ngabar lagi, tau-tau dah di lamar–aja?" Farida mengunyah bakso dalam mulutnya tanpa melihat Aini. Aini yang merasa namanya disebut, melirik sekilas.
"Kok gua. Kalian ngomongin gua?!" tangap Aini cuek. Dia sadar? dirinya sedang di ledekin! ya.. Aini sengaja menulikan telinganya–kaedah bukan dirinya yang sedang dibahas kedua perempua
Ternyata kisah ini bukan tentang kita dan perbedaan itu. Ada dia tiba-tiba hadir dari masa lalumu. Terus, aku harus apa? mungkin ini jalan, tidak usah dipaksakan. Setiap orang pastinya punya masa lalu. Namun seberapa kelamnya perjalanan seseorang pada masa itu? itu hak dan privasinya. Seberapapun kita dekat. Maka masa lalu tetap lembaran yang sudah ditutup dengan alasan 'Dulu'. Terus, selama itu tidak menggangu lembaran baru? otomatis aman-aman saja. Tapi, bagaimana seandainya seseorang di masa lalu hadir dan menjadi momok di masa depan? sebaiknya, itu diperjelas. Agar tidak menimbulkan perselisihan. "Jadi, ini... cewek kampungan yang sudah merebut Victor dariku, beb? kok dekil sekali! apa cewek Medan udah pada buruk rupa semua.. sampai Victor menyukai gadis kampungan? wah. wah. Pasti ada yang salah ini,
Terkadang cinta sulit di artikan. Tentang perasaan atau kegelisahan sering mengusik disaat konflik datang. Cinta bukan berarti sebuah kecemburuan, kekhawatiran yang berlebihan. Cinta adalah ungkapan, pengertian. Cinta cukup sekedar mengerti, bukan pengekangan. Cinta sejati tidak akan mati, Cinta tidak seharusnya dimiliki, bila orang yang kita cintai tidak bahagia. Dan cinta akan sakit ketika orang yang kita cintai ternyata dicintai orang lain juga. "Kamu udah kenal lama sama Victor, Ain? kayaknya ... romantis banget," Pria bertubuh kekar menegakkan tubuhnya menyimak segenap gerakan Aini. Dara Bangsawan yang kini merasuki benaknya. Hampir setiap hari ia terpesona memandang Aini dari ke jauhan. Namun ibarat mawar di tepi jurang, susah diraih hanya mampu dilihat dari kejauhan. Sebelum menjawab, Aini mengedar pandangan ke sudut-sudut kafe bernama SAMANTA. Ia mengamati lukisan abstruk di setiap dingding kafe tersebut. Ada juga sebuah tulisan unik tentang filosofi kopi. "S
Arrgghhhrrr...Siaalll.... bangsattt....!! "Apa maksud kamu pergi dengan laki-laki gila itu, Ain!! apa bedanya kamu dengan perempuan lain, Aini.. hiks ... hiks ... aku mencintaimu, Anggraini!!? kenapa kamu tega menghianati aku..." Victor menghempas semua barang yang ada dalam ruangan itu. Vase hiasan, kaca dan lukisan dingding ia lempar ke lantai hingga hancur berserakan. Tidak mampu menjadi kuat, dia meluapkan perasaan panas pada benda-benda yang ada di depannya. Apa cemburu telah membakar segenap amarah dalam dadanya hingga berujung pada kehancuran? Luruh. Kacau, itulah yang terjadi dengannya. Mejambak habis-habisan rambutnya melampiaskan segala rasa sakit karena sebuah penghianatan. Cinta telah mematahkan segalanya, angkuh, sombong. Bahkan sisi kebiasaan mempermainkan wanita telah punah berganti dengan ketulusan akan sebuah rasa. Cintanya pada Aini begitu nyata melahirkan kecemburuan, konon katanya dulu itu bukan lah sifat seorang Victor.
Kemelut rindu kian menyiksa. Derita hati semakin menepi. Namun, keegoisan terbentang nyata sedang membudaki cinta hingga tak berdaya. Dua hati yang kini terkikis saling menyalahkan memaksa menolak realistis sesungguhnya rasa tak dapat didustakan Tak terasa sudah tiga hari terlewatkan semenjak konflik terjadi. Tiga hari itupula keduanya tidak saling bertemu apalagi bertanya kabar. Aini yang sudah memutuskan masuk ke kelas lain, yang tidak ada jadwal bidang study Victor membuat Sonya bertanya-tanya. Apakah mungkin? Aini pulang ke kampungnya di Nanggroe? karena sudah tiga hari gadis itu tidak menampakkan batang hidungnya di kampus. Sama halnya Victor. Setiap kali jadwal mengajarnya, pria itu termenung memperhatikan kursi yang biasanya di duduki Aini. Selama tiga hari sikapnya dingin, wajahnya datar tidak sedikitpun terukir senyum di sana. Itu juga membuat Sonya curiga, apa mungkin? mereka sedang ada masalah, atau marahan. Victor berdiri lemah di depan para mahasiswanya
Hujan deras kembali menguyur kota Medan. Berkubik air jatuh membasahi bumi. Udara dingin berhembus menyelimuti kediaman Victor Walidin sang dosen jenius di salah satu universitas ternama di kotanya.Jutaan percikan air menerpa dingding kaca membuat kabut menghalau pandangan. Pemuda jenius itu berdiri di depan jendela besar dalam kamarnya di lantai dua. Ia memperhatikan air hujan membasahi balkon dengan tatapan kosong. Secangkir kopi di tangannya yang masih mengeluarkan asap. Tubuhnya dibaluti dengan sweteer celana training berwarna hitam tidak lupa sehelai syall melilit lehernya.Victor menyeruput kopi yang rasanya sangat nikmat dengan mata terpejam. Seketika ia mengerjab mendengar suara pintu terbuka. Namun pria itu tidak menggubris. Ia melanjutkan perhatiannya pada air yang berjatuhan tanpa henti membasahi lantai balkon"Vic, kamu yakin tidak mau ke dokter? apa gak sebaiknya kita chek up dulu?" kata sosok yang berdiri segan di belakangnya.V
Arloji berdetak di tangan Aini. Dara berdarah Aceh itu duduk tenang di sudut ruangan memperhatikan papan tulis di depannya.Keterkejutan yang tidak bisa dianggap biasa. Dia merasa belum pikun, atau lupa diri. Jelsa-jelas dia masuk di gedung A. Tapi, dia sempat ragu. Bagaimana tidak? ke mana pak Ismuha, bukannya hari ini beliau ya? pikir Aini bingung.Aini menepis segala perasaan aneh dalam dirinya. Ia memusatkan perhatian belajarnya karena itu tujuan ia datang ke kampus. Aini juga tau? siapa Victor di kampus ini. Semua bisa dilakukan pria itu. Mungkin, sebaiknya enjoy saja? toh, bukan urusannya lagi?Satu jam telah berlalu, Aini duduk tenang mendengar setiap baik kata penjelasan tentang hukum public. Ia mendatarkan pandangan setiap kali Victor menatap canggung. Kepribadian cuek dan gak perduli seorang Syahbandar telah mengalir dalam darah Aini. Ia tak tergoyahkan meskipun Victor berkali-kali lewat di sampingnya sambil menjelaskan tentang materi terse
"Jadi, lu gak mau maafin dia, Ain?"suara Sonya di tengah keramaian suasana kantin. Gadis itu meneliti wajah Aini yang dirundung pilu.Aini menarik nafas panjang seraya merapatkan tubuhnya ke dingding kursi. Sesak, itu yang dirasakannya saat ini."Mungkin, lu butuh waktu, Ain. Coba, lu tenanngin pikiran dulu? memang ini rumit, apalagi, lu ngerasa ... Victor gak ngehargai, ellu," tambah Farida menenangkan Aini. Ia mengelus bahu Aini lembut."Yeah... mybe," lirih pasrah.Memang tidak mudah bagi siapapun, ketika harga dirinya di lecehkan. Apalagi, Aini merasa dirinya bukanlah perempuan gampangan seperti yang dikatakan Victor. Terlebih, dirinya menyandang gelar kebangsawanannya yang begitu kental. Meskipun, tidak semua orang menganggap itu suatu kehormatan. Namun, bagaimana pun, siapapun, berhak menjaga kehormatan marga masing-masing.Sonya mendengus melihat kerapuhan sahabatnya, ia merasa ikut terhanyut dalam problema Aini saat
Azan magrib terdengar lantang dari toa mesjid dekat rumah Victor. Aini bingung. Ia duduk gelisah dalam kamar itu. Belum lagi tubuhnya gerah karena belum mandi."Son, lu gak sholat gitu? masak, aku harus ninggalin sih?" Aini mendengus prustasi mendekati Sonya sedang duduk mengotak ngatik hanphonenya. dia melirik Aini sekilas,"Ya, mau gimana, Ain.. gua juga bingung? ya udah, lu sholatnya besok aja," jawab Sonya santai. Gadis itu masih menyibukkan diri dengan ponselnya, hingga membuat Aini kesal."Apah. Lu gila, apa.." Aini mengacak pinggang di depan Sonya. Namun, gadis berambut gelombang itu tidak perduli malah fokus dengan tontonan tiktoknya.Aini menyerah, lalu mendarat kembali di sofa panjang itu dengan posisi menjulur kaki merebahkan badannya.Baru, ia akan merenggangkan otot-ototnya, suara Victor terdengar disaat dirinya hendak memejam mata. Aini bangun bergerak ke arah ranjang di mana lelaki malang itu tidur."Ain.."