Home / Romansa / Mainan Baru Tuan Montevista / 56: Tangan Kokoh di Punggungku

Share

56: Tangan Kokoh di Punggungku

Author: Ana_miauw
last update Last Updated: 2025-12-14 16:15:22

Rina membawaku ke kamar staf yang berada di ujung koridor, sebuah kamar kecil tetapi bersih, jauh lebih baik daripada kamarku sebelumnya apalagi gudang yang jelek dan berdebu itu.

Di sana, Rina segera menutup pintu. Nyonya Mira hanya memberikan pandangan sinis saat Rina memintanya obat-obatan dan kompres. Semua pelayan lain masih terlalu terkejut dengan pengusiran Claudia dan perintah Axel untuk fokus pada kami.

Rina menidurkan tubuhku yang gemetar di atas kasur. Aku hanya bisa meringis dan mengerang setiap kali dia menyentuh luka-luka bekas pukulan Claudia di perut dan punggungku.

“Tahan, Nyonya! Aku akan kompres lukamu dulu,” bisik Rina, wajahnya penuh kekhawatiran.

Aku memejamkan mata, membiarkan rasa dingin dari kompres air meredakan demamku sedikit.

“Argh... Sakit, Rina,” erangku pelan, dengan air mata yang bercucuran pula. Dalam keadaan demikian, aku terpikirkan Ellys. Ellys, semoga kelak kau mempunyai nasib yang baik ya, Nak. Jauh lebih-lebih baik dari mommy mu. Dan pange
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Mainan Baru Tuan Montevista    77: Pukulan Telak

    Aku memeras handuk kecil itu, lalu kembali meletakkannya di kening Alexander yang masih kurasakan panas. Sulungku melenguh kecil, kelopak matanya bergetar namun tak sanggup terbuka. Melihatnya serapuh ini, dadaku rasanya seperti dihantam godam. Kemarahan pada Axel yang tadinya meluap-luap, mendadak berubah menjadi rasa bersalah yang mencekik.Tepat saat aku hendak mengganti kompresannya, pintu kamar terbuka perlahan. Seorang wanita berseragam nanny masuk dengan membawa nampan berisi bubur dan obat-obatan.“Nyonya?” serunya tertahan. Dia tampak terperanjat melihatku sudah duduk di tepi ranjang Alexander dengan baskom air di sampingku. “Nyonya s-sedang apa di sini?”Aku berdiri dengan tatapan tajamku. “Sedang apa, tanyamu? Aku sedang menjaga anakku! Kenapa tidak ada satupun dari kalian yang memberitahuku kalau Alexander sakit semalam?!”Nanny itu menunduk dalam, tangannya gemetar memegang nampan. “Ma-maaf, Nyonya. Kami sudah diperintahkan untuk tidak mengganggu istirahat Nyonya da

  • Mainan Baru Tuan Montevista    75: Cepat Sembuh Jagoanku...

    Pagi itu, sinar matahari menembus celah gorden kamar utama dengan begitu cerah, namun hatiku justru diselimuti mendung kegelisahan. Aku terbangun dengan rasa bersalah yang tiba-tiba menghantam dada. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa aku begitu terfokus pada Ellys dan amarahku pada Axel hingga aku melupakan keberadaan putra sulungku sendiri sejak aku tiba kemarin?Mansion ini memang terlalu luas, terlalu megah hingga menyerupai istana yang dingin. Letak kamar utama di sayap kanan dan kamar anak-anak di sayap kiri membuat jarak di antara kami terasa berkilo-kilometer. Ditambah lagi dengan absennya Axel yang membuat suasana rumah ini terasa asing dan canggung.Setelah memastikan Ellys masih terlelap dengan nyenyak di balik selimut tebalnya, aku berjingkat keluar. Aku harus melihat Alexander. Aku merindukannya, meskipun kemarin dia menolakku dan memanggilku “Tante”.Aku menyusuri koridor panjang dengan langkah kaki yang sengaja dipelankan. Aku tidak ingin para pelayan atau nanny heboh

  • Mainan Baru Tuan Montevista    75: Kemana Si Pengecut Itu Pergi?

    Malam mulai merangkak naik, namun sosok yang ditunggu tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Melihat Ellys tertidur lelap di sana membuatku merasa sedikit tenang, namun rasa dongkol di dadaku pada Daddy nya justru semakin membara.Seminggu penuh kami diabaikan di vila, dan sekarang ketika kami sudah berada di sarangnya, dia masih saja menghilang tanpa kabar. Aku keluar dari kamar dengan langkah gusar. Aku butuh jawaban. Aku tidak bisa membiarkan Ellys bangun besok pagi dan kembali kecewa karena tidak menemukan “Daddy-nya” yang dia tanyakan terus-menerus.Jawaban apa yang harus kuberikan untuknya kalau seperti itu? Rasanya aku sudah kehabisan alasan untuk membohonginya. Karena itulah yang kulakukan dulu acap kali anak itu menanyakannya.Aku memutuskan menuju ke ruang kerja Axel untuk mencari tahu. Pintu itu tertutup rapat. Aku mencoba memutar knopnya, ternyata tidak dikunci. Begitu masuk, aroma maskulin yang khas—campuran antara tembakau mahal, kayu cendana, dan sisa aroma wi

  • Mainan Baru Tuan Montevista    74: Menghilangnya Axel

    Aku membawa Ellys masuk ke kamar utama—kamarku. Langkah kaki kecil Ellys yang tadinya ragu-ragu di atas lantai marmer yang dingin, seketika berubah menjadi langkah-langkah riang saat pintu ganda kamar utama itu terbuka. Aku memutar kenop pintu, membiarkan cahaya lampu kamar yang hangat menyambut wajah mungil putriku. Ellys terkesiap. DIa melepaskan genggaman tanganku, lalu berlari menuju tengah ruangan dengan mulut terbuka lebar. “Mommy! Ini, ini bukan kamar,” serunya dengan suara melengking yang dipenuhi kekaguman. “Ini lapangan bermain yang ada tempat tidurnya!” Dia berputar-putar di atas karpet beludru tebal yang menutupi sebagian besar lantai kamar. Matanya yang bulat menyapu setiap sudut; mulai dari tirai sutra yang menjuntai tinggi dari langit-langit, lampu gantung kristal yang berkilauan seperti bintang-bintang kecil, hingga sofa chaise lounge berwarna krem yang tampak begitu empuk. “Boleh Eyis naik ke sana, Mommy?” tunjuknya pada ranjang king size yang luasnya mungkin s

  • Mainan Baru Tuan Montevista    73: Di mana Daddy?

    Waktu seolah membeku di dalam vila ini. Keheningan yang ditawarkan tempat pengungsian mewah ini justru membuatku gelisah. Aku terus memperhatikan jam dinding, menunggu instruksi, menunggu deru mesin mobil yang menjemputku kembali ke penjara emas di kota, atau setidaknya satu panggilan telepon dari pria arogan itu. Namun, tidak ada. Para pengawal yang berdiri tegap di luar pintu seolah berubah menjadi patung. Aku bingung sampai di mana batas pertemuan kami hari ini. Apakah Axel memberiku waktu hanya beberapa jam? Ataukah aku harus segera pulang sebelum matahari terbenam? Karena tak tahan dengan ketidakpastian ini, aku memutuskan keluar untuk menanyakan kepastian nasibku. “Apa aku harus kembali ke mansion sekarang?” tanyaku pada salah satu pengawal yang tampak paling senior. Anehnya, dia hanya membungkuk sopan. “Terserah Anda, Nyonya. Kami diperintahkan untuk mengikuti keinginan Anda.” Aku tertegun. “Jadi apakah boleh jika aku tidur di sini malam ini bersama putriku?” “

  • Mainan Baru Tuan Montevista    72: Kebersamaan Dengan Gadis Kecilku

    Pertemuan dengan Ellys adalah penawar dahaga yang luar biasa. Kami menghabiskan waktu di atas karpet bulu, menyusun balok-balok Lego menjadi menara tinggi yang kemudian diruntuhkan oleh tawa renyah putri kecilku ini. Untuk beberapa saat, aku lupa bahwa aku adalah tawanan Axel. Aku lupa pada rasa sakit di hatiku.Namun, bayangan Nenek yang sejak tadi hanya memperhatikanku dari ambang pintu tanpa suara, membuat kegembiraanku perlahan menyusut. Aku tahu, inilah waktunya. Aku tidak bisa terus bersembunyi di balik tawa Ellys.Aku meminta pengasuh untuk menemani Ellys bermain di taman belakang, lalu aku melangkah mendekati Nenek yang kini duduk di kursi rotan menghadap jendela. Aku mengira beliau akan memaki, atau setidaknya menuntut penjelasan mengapa aku kembali pada pria yang telah membuangku. Namun, aku salah sangka. Beliau justru lebih banyak diam dengan tatapan yang keruh.“Nek?” panggilku lirih.Beliau tidak menoleh.“Nek?” sekali lagi aku memanggil. Hingga aku merasa aku tak bu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status