Karna Ratih masih bingung untuk sampai ke ruangan Arjuna, Reno dengan sigap menjemput Ratih dilobi. Senyum Reno mengembang saat mobil yang membawa Ratih berhenti. Gegas Reno menghampiri.
"Mas Reno, kenapa aku disuruh kesini?" tanya Ratih dengan raut penasaran. kakinya melangkah mengikuti Reno. "Tuan Arjuna ingin kamu yang melayaninya makan. Aku sudah menawarkan diri, namun Tuan Arjuna menolak." lanjut Reno. "Owh begitu, tak kira ada apa."sahut Ratih. Sesampainya didepan ruangan Arjuna, Reno berseru memanggil bosnya. "Tuan, Ratih sudah datang." "Masuk" jawab Arjuna dari dalam. Reno dan Ratih beriringan memasuki ruangan Arjuna. Namun ekspresi Arjuna tampak tidak senang melihat kehadiran Reno. "Kamu kenapa masih disini Reno? bukankah pekerjaanmu banyak? atau mau ku tambah?" ucap Arjuna dengan ketus. "Maaf, tuan. Saya hanya mengantar Ratih. Permisi." jawab Reno sembari melangkah keluar. Dalam hati bingung dengan perubahan sikap Arjuna yang tiba-tiba menjadi ketus padanya. Setelah Reno keluar, Ratih melangkah mendekati meja yang diatasnya ada beberapa rantang makanan yang belum dibuka. "Apa tuan mau sarapan sekarang?" tanya Ratih lembut. Arjuna menatap Ratih sekilas lalu kembali sibuk dengan laptop didepannya. "Boleh" jawabnya kemudian. Ratih bergegas membuka rantang, menata makanan ke atas meja, lalu mengambilkan nasi ke piring Arjuna. "Tuan ingin lauk apa?" tanya Ratih lagi. "Ambilkan saja yang menurutmu enak. Segera bawa kemari aku sudah lapar." sahut Arjuna. Ratih mengangguk. Tangannya dengan cekatan menuang beberapa lauk ke piring Arjuna, setelahnya membawa piring tersebut ke hadapan Arjuna. "Ini makanannya Tuan"ucap Ratih menyodorkan piring berisi nasi juga lauk pada Arjuna. "Bagaimana bisa, aku kerja sambil makan, Ratih?" balas Arjuna tanpa mengalihkan pandangan dari laptop didepannya. Suapi aku!" lanjutnya. "Hah" Ratih melongo mendengar perintah tuannya, membuat Arjuna kesal. "Hah heh hah heh! Apa kau tak lihat aku sudah sangat lapar, Ratih?" ketus Arjuna. "Eh, ma-maaaf Tuan." ucap Ratih tergagap melangkah, hingga posisinya kini berdiri disamping Arjuna. Tangannya menyendok nasi dan lauk bersiap menyuapi Arjuna. "Aakk tuan" ucap Ratih dengan ekspresi yang sulit diartikan. Ratihbingung harus bersikap seperti apa, ini kali pertama ia menyuapi laki-laki dewasa, terlebih orang itu adalah majikannya sendiri. Tangannya mengarahkan sendok berisi nasi juga lauk ke mulut Arjuna. *** Pov Arjuna "Aakkk tuan" ucap Ratih mengarahkan sendok berisi nasi juga lauk ke mulutku. Aku yang kaget sontak memandang sendok di depanku juga Ratih bergantian. Ekspresi Ratih yang lucu membuatku ingin tertawa namun ku tahan. Ku putuskan untuk membuka mulut, menerima suapan darinya. Aku sengaja menguyah pelan-pelan. Selain ingin menikmati cita rasa dari makanan yang sedang ku kunyah, juga agar aku bisa berduaan dengan Ratih lebih lama. Entah kenapa aku semakin merasa nyaman berada didekat gadis ini. Kepolosan dan kebaikan hatinya telah menyentuh hatiku. Rasanya aku ingin selalu melihatnya, terutama saat ekspresi lucunya muncul ketika ia takut, malu, atau sedang tertawa. Aku kesal saat melihat piring yang dipegang Ratih hanya tersisa satu suapan terakhir. Padahal aku masih ingin berduaan lebih lama dengan gadis ini. Tiba-tiba terlintas ide dibenakku. "Ah, ku suruh saja merapikan kertas-kertas itu sebagai alasan."batinku. "Ratih, rapikan kertas-kertas itu. Susun sampai rapi!" ucapku memberi perintah. Dan seperti biasa ia akan mengangguk patuh. Saat Ratih mulai merapikan tumpukan kertas, aku diam-diam memperhatikan setiap gerak geriknya. Caranya menyusun kertas dengan teliti, ekspresi wajahnya yang serius, serta aroma lembut yang menguar dari rambutnya, semuanya membuat hatiku berdesir. Ternyata Ratih sangat cekatan, tugas yang ku berikan di selesaikannya dengan cepat. Sekarang aku kalang kabut, bingung harus memberinya tugas apalagi setelah ini. Tak mungkinkan kalau aku menyuruhnya rebahan disofa, ia pasti curiga dan tau kalau aku hanya mencari cari alasan untuk menahannya lebih lama disini. "Tuan, kertas-kertasnya sudah saya rapikan" ucap Ratih menyadarkanku dari lamunan. "Ah, iya." jawabku sedikit tergagap. "Apa saya boleh kembali ke rumah sekarang, Tuan?" lanjutnya bertanya. "Tidakk!" jawabku tegas agak keras, membuatnya terlonjak kaget. Biar saja. "Enak saja mau pulang, sedang aku sedang berpikir keras agar ia bisa lebih lama disini." gerutuku dalam hati. "Kamu tidak boleh kembali ke rumah sebelum tugasmu selesai Ratih!" ucapku tegas sembari menatap wajahnya yang terlihat takut. "Ba-baik Tuan." jawabnya patuh. Membuat sudut bibirku terangkat.Reno mencari Ratih yang ternyata sudah berlari keluar dari area kantor. Tatapan Reno memindai jalanan sekitar, ia berharap masih bisa menemukan Ratih. Hatinya lega kala matanya menangkap keberadaan Ratih di sudut jalan. Di sampingnya, ada Pak Damian dan Bu Prapti yang terlihat tengah menenangkannya. "Maafkan aku Ratih, sudah membujukmu untuk kembali ke sini. Aku tidak menyangka kalau Tuan Arjuna sebrengsek itu."batin Reno penuh penyesalan. Kakinya melangkah mendekat. "Kali ini, biarkan aku kembali ke desa, Ma. Hatiku sakit, aku ingin kembali ke pelukan keluargaku. Aku janji akan membuka pintu lebar, jika nanti mama dan papa berkunjung ke sana. Apapun yang terjadi, Althaf tetap cucu mama dan papa."ucap Ratih lirih dengan berurai air mata. Pak Damian dan Bu Prapti turut merasa bersalah atas kelakuan anaknya. Mereka tak mau egois dengan menahan Ratih tetap disini. "Baiklah nak, maafkan kami yang tidak bisa mendidik Arjuna. Apapun keputusanmu, kami akan mendukungmu. Semua keka
Dihari ketiga, Reno kembali datang berkunjung ke rumah Ratih. Reno menyampaikan kabar bahwa Bu Prapti sedang dirawat dirumah sakit karna terlalu merindukan Althaf, cucunya. Tentu saja hal itu membuat Ratih dirundung rasa bersalah, dan akhirnya memutuskan untuk kembali ke rumah keluarga Nayendra. Tanpa menunggu lama, Reno segera menyampaikan kabar baik itu pada Pak Damian dan juga Bu Prapti. Bu Prapti yang saat itu tengah dirawat dirumah sakit karna kondisinya yang masih lemah, langsung meminta pulang agar bisa menyambut kedatangan menantu dan cucunya. Raut wajahnya yang beberapa hari ini terlihat pucat, kini berubah berbinar cerah. Ah, sebesar itu Althaf menguasai hatinya. Cucunya itu ibarat mood booster baginya. *** Sementara itu, Arjuna yang tinggal Ratih tiga hari didesa, terlihat begitu kacau dan uring-uringan. Karyawannya yang tidak becus dalam mengerjakan tugas, menjadi pelampiasan amarahnya. Tak terlihat lagi Arjuna Nayendra yang biasanya rapi. Penampilannya kini begit
Kereta yang ditumpangi oleh Ratih dan Reno sampai didesa pukul 11 malam. Reno yang diberi amanat untuk menjaga Ratih dan juga Althaf dengan siaga membawakan tas milik Ratih, lalu mengajak Ratih untuk mencari taxi online. Satu jam kemudian, Ratih telah sampai dirumah orangtuanya. Meski awalnya kaget, karna sebelumnya tidak memberi kabar. Namun akhirnya, orangtua Ratih menyambut hangat kedatangan anak dan cucunya. Karna capek, Ratih segera merebahkan diri ke atas ranjang disebelah anaknya. Tak butuh waktu lama, ia terlelap dengan memeluk Althaf. Setelah mengantar Ratih terlebih dahulu ke rumahnya. Reno berpamitan menuju rumah ibunya. Rumah Reno yang hanya berbeda gang dengan rumah orangtua Ratih, bisa ditempuh dengan berjalan kaki. *** Adzan subuh berkumandang merdu. Ratih yang baru tidur selama dua jam, masih terlelap dibalik selimut hangatnya. Namun ketukan dipintu membuatnya mau tak mau terpaksa bangun.Tok tok tok "Ratih, bangun nak! Shalat subuh dulu, keburu waktunya ha
Arjuna tergesa-gesa memasuki rumah, lalu berteriak kencang memanggil Ratih. Kakinya melangkah lebar-lebar menuju lantai atas, dimana kamarnya dan Ratih berada. "Ratih Ratihh Ratihhh." Mendapati kamarnya kosong, ia beranjak keluar dengan masih berteriak kencang seperti orang kesurupan. "Ratih Ratihh Ratihhh, dimana kamu." Bu Prapti yang mendengar teriakan Arjuna, tergopoh-gopoh menghampiri. Heran sekali dengan kelakuan anaknya yang bar-bar itu. "Ada apa, Juna? kenapa teriak-teriak?"tanya Bu Prapti sedikit kesal. "Dimana Ratih, Ma?" "Loh, memangnya tidak pamit sama kamu? Ratih barusan ke stasian diantar sama sopir. Althaf ikut bersamanya."tutur Bu Prapti menjelaskan. "Memangnya Ratih membawa Althaf kemana, Ma?"tanya Arjuna gusar. "Tadi Ratih pamit sama Mama mau pulang ke desa. Orangtuanya sudah rindu katanya." "Oh shit! Ratih pergi karna salah paham padaku, Ma. Itu semua gara-gara Angela!" "Apa maksudmu, Juna? Jelaskan pada Mama!"titah Bu Prapti tegas. "Angela d
Baru beberapa jam berpisah dengan istri dan anaknya, Arjuna sudah dilanda rindu yang besar. Tak sabar menunggu sampai jam pulang, Arjuna menghubungi istrinya dan memintanya untuk membawakan makan siang ke kantor. Dengan cekatan, Ratih memasak makanan kesukaan suaminya. Satu jam kemudian, beberapa menu telah matang dan siap untuk dibawa ke kantor Arjuna. Selesai berganti pakaian dan berdandan ala kadarnya, Ratih meminta sopir untuk mengantarnya ke kantor Arjuna. Namun sebelumnya, Althaf telah ia titipkan pada ibu mertuanya. *** Sementara itu, Arjuna berulangkali melihat jam diponselnya. Merasa kesal karna waktu seolah bergerak lambat, padahal ia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan istri cantiknya. Ketukan dipintu mengalihkan perhatian Arjuna. Setelah menyimpan ponselnya disaku jasnya, ia beranjak untuk membuka pintu. Dan begitu pintu terbuka, Arjuna terpaku menatap tamu yang ada dihadapannya. "Arjuna, aku sangat merindukanmu."ucap wanita cantik, tinggi semampai yang
Arjuna menatap kesal pada anaknya yang belum juga mau tidur. Mata bocah gembul itu malah terbuka lebar dan bersinar terang seperti lampu 100 watt. Bayi tampan itu sepertinya ingin mengerjai daddy nya. Bibir mungilnya dengan semangat masih saja menghisap ASI dari dada ibunya meski sudah kenyang. "Sayang, Mas sudah tidak tahan."ucap Arjuna memelas. Ia kesulitan menelan salivanya sendiri saat matanya menatap aset kembar milik istrinya yang terpampang di depannya karna sedang menyusui putranya. "Tunggu anak kita tidur dulu, Mas."sahut Ratih sembari menepuk-nepuk pantat anaknya supaya cepat tidur. Bahu Arjuna merosot mendengar jawaban istrinya. Dengan gelisah ia menggerakkan badannya ke kiri dan ke kanan untuk meredam hasratnya yang kian memuncak. *** Lega rasanya setelah bisa menyalurkan hasratnya. Istrinya yang kelelahan dan juga sudah sangat mengantuk tertidur lelap di sampingnya. Melongok ke box bayi, putra gembulnya tidur pulas. Arjuna membetulkan selimut yang bergeser