Share

14. Tidak tertarik

Kanya POV

Tuhan!

Aku memekik dalam hati setelah memberi jarak antara wajahku dan wajah Eros. Mataku membulat masih tak percaya bahwa aku berada di dalam kamar mandi bersama seorang pria dengan keadaan pakaian dilucuti, dan pria itu adalah pria tidak jelas antara manusia atau makhluk halus.

Apakah Eros telah melepas pakaianku tadi dan mengapa aku bisa berada di kamar mandi bersamanya?

Tunggu sebentar. Tadi pagi ketika aku akan menyentuh tangannya, dia sangat tidak nyaman dan tadi siang dia membiarkan aku memeluknya sambil menangis. Saat ini kulit kami sedang bersentuhan dan Eros tidak masalah dengan hal itu?

Tapi sekarang aku yang bermasalah, wajahku mulai panas ketika memperhatikan mata Eros bagaikan elang yang siap menerkam mangsanya. Mungkinkah tubuhku terlihat menggoda di matanya? Ada sedikit rasa bangga dalam diriku, namun rasa malu telah menggerogotiku.

“Lepaskan aku! Kamu pria mesum. Hantu mesum.” Menjauhkan badanku dari pelukan Eros dan mengeratkan handuk yang membungkus badanku. Aku menatap tidak senang pada Eros, menutupi rasa maluku saat ini dengan amarah adalah cara yang tepat. Ya, pura-pura marah. Tetapi sebenarnya aku tak tahu mengapa aku bisa berada dalam kamar mandi yang sama dengannya. Setelah memasuki lift aku teringat kalau melihat seluruh tubuh Eros berlumuran darah dan ... aku, “bukannya tadi lo ... berdarah?”

Aku mengamati badan tinggi Eros bak supermodel internasional saat ini hanya mengenakan handuk yang membungkus pinggangnya sampai ke bawah lututnya. Tak dapat kuhindari ketika melihat garis-garis seperti roti sobek dan kuhitung ada enam bagian di perutnya. 

Menelan salivaku dalam-dalam, kini aku layaknya perempuan mata keranjang yang suka mengintip pria saat mandi. Apa yang sedang aku pikirkan? Aku perempuan normal dan masih jomblo sampai saat ini, tapi tidak pernah berfantasi apa pun.

Melihat tubuh proporsional Eros malah membuat kelopak mataku semakin meninggi, mau menyadarkan diri saat ini sudah terlambat rasaku. Rambut Eros masih basah dan bulir-bulir air mengalir dari rambutnya jatuh perlahan melewati apel adamnya. Aku menelan salivaku semakin dalam.

“Darah? Maksud kamu bagaimana? Aku tidak terluka dan aku baik-baik saja sampai mendengarmu berteriak di depan wajahku. Menyebalkan! Apa kamu tidak ingat kalau pingsan di dalam lift?” 

Nada geram Eros membangunkanku dari lamunan yang mengarah pada apel adamnya. Dia mengatakan kalau aku pingsan setelah berteriak. Aku memang sempat berteriak setelah melihatnya berlumuran darah di dalam lift. Sebelum msuk ke dalam lift aku sudah ketakutan oleh orang berjas hujan merah membawa kepala manusia dan sekop di tangannya. Bagaimana tidak membuatku menjadi getir?

Menundukkan kepalaku serta melirik kamar mandi yang nampak biasa dan agak mirip dengan kamar mandi di apartemenku. Terang saja semua desainnya akan sama, namun yang membedakan ialah kamar mandiku akan tercium bau jasmin yang kuat, sementara kamar mandi ini dilingkupi oleh aroma mint yang kuat. Tidak salah lagi kalau aku tidak berada di kamar mandiku dan berada di kamar mandi Eros yang berarti aku sedang berada di apartemen pria tidak jelas ini.

“Kenapa bengong? Sudah sadar sekarang? Kalau kamu sudah sadar sebaiknya ambil pakaianmu dan keluar dari sini karena aku akan menyelesaikan mandiku yang tertunda akibat kebodohanmu yang masuk ke sini tanpa ijin.” Kata Eros dengan lancar membuatku memasang telinga seperti wartawan yang sedang mencatat berita dengan manual tanpa bantuan alat perekam. Pria ini sungguh lancar berbicara bahkan tanpa mengisi tanda koma dalam ucapannya ketika dia sedang kesal.

Wajah kesal itu terpampang sangat jelas. Dia amat jengkel denganku saat ini. Apakah semua ini memang salahku? Aku melepas pakaianku sendiri tanpa aku sadari? Astaga. Tuhan, bawa saja aku pergi dari sini atau jatuhkan aku dari helikopter yang mengudara hingga ribuan kaki tingginya. Aku sungguh malu dan ingin membenamkan wajahku di tempat sampah.

Marah pun sekarang sudah tidak ada gunanya lagi karena yang salah adalah aku. Tapi, dia telah memelukku dengan seenaknya dan matanya menatapku bernafsu. “Hei, tadi lo meluk gue seenaknya dan gue bisa rasain kalau elo ... elo ....” Suaraku terputus-putus dan tak dapat mengucapkan kalimat itu, aku hanya akan semakin mempermalukan diriku saja saat ini. Akan lebih baik jika aku pergi dari sini secepatnya.

Menoleh ke bawah, dengan cepat aku memungut pakaianku yang sudah basah di lantai, sementara shower masih hidup bagaikan air hujan menghujam tubuhku yang terbungkus dengan handuk.

“Tunggu! Tadi kamu mau bilang apa? Lanjutkan ucapanmu!” pintanya sembari menyisir rambut hitam legam milikya ke belakang menggunakan jemari tangan kanannya. 

Kembali aku mendongak dan memperhatikan apel adam Eros yang bergerak ketika berucap, mengalihkan seluruh perhatianku padanya. Tanganku berhenti mengabil celana jeans yang masih tergeletak di lantai.

“Malah bengong lagi, kamu tuli, Kanya?” nada sarkas kini keluar dari bibirnya. Eros semakin kesal lantaran ucapan yang tidak aku teruskan barusan. 

Kubulatkan mataku ketika nada kesal itu menyambar kedua indra pendengaranku. Aku menoleh pada celana jeansku dan segera mengambilnya, menaruh kedua benda itu di depan dadaku seraya makin mengeratkan genggamanku pada handuk yang membungkus tubuhku. Lantas aku bangkit dan menatap berani pada mata Eros. Bibirku mulai bergerak sembari memasang wajah datar agar aku lebih rileks dan menekan rasa maluku ke bagian bawah lantai.

Gemericik suara air yang masih mengalir dari shower terdengar ketika Eros menungguku untuk berucap. Akhirnya aku membuka mulutku perlahan, “Tadi mata lo pas ngeliat gue kayak elang yang ingin menerkam mangsa. Lo ada minat pas liat gue telanjang. Sudah itu saja yang mau gue bilang, puas?!”

Meninggikan hidungku karena sudah membuang rasa maluku barusan. Wajah Eros berubah setelah mendengar perkataan lantangku barusan. Meskipun tanganku bergetar karena masih ada sisa rasa takut ketika berhadapan dengan pria ini, tapi aku tidak boleh memperlihatkannya dengan jelas.

Setelah ini, aku harus menjauh dari Eros sebisa mungkin agar tidak bertemu dengannya.

“Kamu bilang apa? Aku tertarik pada tubuhmu yang lurus dan kurus itu? Fantasimu luar biasa, Nona hantu pagi-pagi. Seleraku sangat tinggi dan jauh darimu, jadi aku tekankan ini sekali dan terakhir kalinya kalau kamu bukanlah tipeku. Sudah jelas? Maka sekarang keluar dari kamar mandiku dan keluar dari apartemenku!”

Eros Darwin kembali menyisir rambutnya ke belakang, menambah ketampanannya beberapa centimer lagi.

Aku melengos kecewa setelah mendengar ucapan tersebut layaknya badai. Entah mengapa aku merasa mulas karena ucapan Eros. Ya, bagaimana mungkin pria tidak jelas seperti dia akan tertarik dengan perempuan yang dianggapnya gila?

“Baguslah karena aku juga tidak tertarik padamu.” Kubalas ucapannya. Siapa juga yang akan tertarik pada pria tidak jelas sepertinya, meskipun dia begitu tampan, tapi kata-katanya amat menohok di telingaku.

“Tidak tertarik ...,” Eros tersenyum miring, “lalu tadi itu apa ketika kamu menelan salivamu dalam-dalam memperhatikan tubuhku ini, bukankah kamu tertarik padaku? Dasar tidak tahu malu.”

Dia tidak dapat membuatku berkata-kata, pikiranku kusut setelah dia mengatakan aku tidak tahu malu. Di bawah tatapan menghinanya dan senyum miring itu, aku menjatuhkan pakainku dan kedua tanganku meraih leher Eros Darwin, memaksanya menundukkan kepala lantas mendaratkan bibirku pada bibirnya.

Bersambung 

Ketika suaramu terdengar, duniaku teralihkan. — Apple Leaf

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status