Kanya POV
Tuhan!
Aku memekik dalam hati setelah memberi jarak antara wajahku dan wajah Eros. Mataku membulat masih tak percaya bahwa aku berada di dalam kamar mandi bersama seorang pria dengan keadaan pakaian dilucuti, dan pria itu adalah pria tidak jelas antara manusia atau makhluk halus.
Apakah Eros telah melepas pakaianku tadi dan mengapa aku bisa berada di kamar mandi bersamanya?
Tunggu sebentar. Tadi pagi ketika aku akan menyentuh tangannya, dia sangat tidak nyaman dan tadi siang dia membiarkan aku memeluknya sambil menangis. Saat ini kulit kami sedang bersentuhan dan Eros tidak masalah dengan hal itu?
Tapi sekarang aku yang bermasalah, wajahku mulai panas ketika memperhatikan mata Eros bagaikan elang yang siap menerkam mangsanya. Mungkinkah tubuhku terlihat menggoda di matanya? Ada sedikit rasa bangga dalam diriku, namun rasa malu telah menggerogotiku.
“Lepaskan aku! Kamu pria mesum. Hantu mesum.” Menjauhkan badanku dari pelukan Eros dan mengeratkan handuk yang membungkus badanku. Aku menatap tidak senang pada Eros, menutupi rasa maluku saat ini dengan amarah adalah cara yang tepat. Ya, pura-pura marah. Tetapi sebenarnya aku tak tahu mengapa aku bisa berada dalam kamar mandi yang sama dengannya. Setelah memasuki lift aku teringat kalau melihat seluruh tubuh Eros berlumuran darah dan ... aku, “bukannya tadi lo ... berdarah?”
Aku mengamati badan tinggi Eros bak supermodel internasional saat ini hanya mengenakan handuk yang membungkus pinggangnya sampai ke bawah lututnya. Tak dapat kuhindari ketika melihat garis-garis seperti roti sobek dan kuhitung ada enam bagian di perutnya.
Menelan salivaku dalam-dalam, kini aku layaknya perempuan mata keranjang yang suka mengintip pria saat mandi. Apa yang sedang aku pikirkan? Aku perempuan normal dan masih jomblo sampai saat ini, tapi tidak pernah berfantasi apa pun.
Melihat tubuh proporsional Eros malah membuat kelopak mataku semakin meninggi, mau menyadarkan diri saat ini sudah terlambat rasaku. Rambut Eros masih basah dan bulir-bulir air mengalir dari rambutnya jatuh perlahan melewati apel adamnya. Aku menelan salivaku semakin dalam.
“Darah? Maksud kamu bagaimana? Aku tidak terluka dan aku baik-baik saja sampai mendengarmu berteriak di depan wajahku. Menyebalkan! Apa kamu tidak ingat kalau pingsan di dalam lift?”
Nada geram Eros membangunkanku dari lamunan yang mengarah pada apel adamnya. Dia mengatakan kalau aku pingsan setelah berteriak. Aku memang sempat berteriak setelah melihatnya berlumuran darah di dalam lift. Sebelum msuk ke dalam lift aku sudah ketakutan oleh orang berjas hujan merah membawa kepala manusia dan sekop di tangannya. Bagaimana tidak membuatku menjadi getir?
Menundukkan kepalaku serta melirik kamar mandi yang nampak biasa dan agak mirip dengan kamar mandi di apartemenku. Terang saja semua desainnya akan sama, namun yang membedakan ialah kamar mandiku akan tercium bau jasmin yang kuat, sementara kamar mandi ini dilingkupi oleh aroma mint yang kuat. Tidak salah lagi kalau aku tidak berada di kamar mandiku dan berada di kamar mandi Eros yang berarti aku sedang berada di apartemen pria tidak jelas ini.
“Kenapa bengong? Sudah sadar sekarang? Kalau kamu sudah sadar sebaiknya ambil pakaianmu dan keluar dari sini karena aku akan menyelesaikan mandiku yang tertunda akibat kebodohanmu yang masuk ke sini tanpa ijin.” Kata Eros dengan lancar membuatku memasang telinga seperti wartawan yang sedang mencatat berita dengan manual tanpa bantuan alat perekam. Pria ini sungguh lancar berbicara bahkan tanpa mengisi tanda koma dalam ucapannya ketika dia sedang kesal.
Wajah kesal itu terpampang sangat jelas. Dia amat jengkel denganku saat ini. Apakah semua ini memang salahku? Aku melepas pakaianku sendiri tanpa aku sadari? Astaga. Tuhan, bawa saja aku pergi dari sini atau jatuhkan aku dari helikopter yang mengudara hingga ribuan kaki tingginya. Aku sungguh malu dan ingin membenamkan wajahku di tempat sampah.
Marah pun sekarang sudah tidak ada gunanya lagi karena yang salah adalah aku. Tapi, dia telah memelukku dengan seenaknya dan matanya menatapku bernafsu. “Hei, tadi lo meluk gue seenaknya dan gue bisa rasain kalau elo ... elo ....” Suaraku terputus-putus dan tak dapat mengucapkan kalimat itu, aku hanya akan semakin mempermalukan diriku saja saat ini. Akan lebih baik jika aku pergi dari sini secepatnya.
Menoleh ke bawah, dengan cepat aku memungut pakaianku yang sudah basah di lantai, sementara shower masih hidup bagaikan air hujan menghujam tubuhku yang terbungkus dengan handuk.
“Tunggu! Tadi kamu mau bilang apa? Lanjutkan ucapanmu!” pintanya sembari menyisir rambut hitam legam milikya ke belakang menggunakan jemari tangan kanannya.
Kembali aku mendongak dan memperhatikan apel adam Eros yang bergerak ketika berucap, mengalihkan seluruh perhatianku padanya. Tanganku berhenti mengabil celana jeans yang masih tergeletak di lantai.
“Malah bengong lagi, kamu tuli, Kanya?” nada sarkas kini keluar dari bibirnya. Eros semakin kesal lantaran ucapan yang tidak aku teruskan barusan.
Kubulatkan mataku ketika nada kesal itu menyambar kedua indra pendengaranku. Aku menoleh pada celana jeansku dan segera mengambilnya, menaruh kedua benda itu di depan dadaku seraya makin mengeratkan genggamanku pada handuk yang membungkus tubuhku. Lantas aku bangkit dan menatap berani pada mata Eros. Bibirku mulai bergerak sembari memasang wajah datar agar aku lebih rileks dan menekan rasa maluku ke bagian bawah lantai.
Gemericik suara air yang masih mengalir dari shower terdengar ketika Eros menungguku untuk berucap. Akhirnya aku membuka mulutku perlahan, “Tadi mata lo pas ngeliat gue kayak elang yang ingin menerkam mangsa. Lo ada minat pas liat gue telanjang. Sudah itu saja yang mau gue bilang, puas?!”
Meninggikan hidungku karena sudah membuang rasa maluku barusan. Wajah Eros berubah setelah mendengar perkataan lantangku barusan. Meskipun tanganku bergetar karena masih ada sisa rasa takut ketika berhadapan dengan pria ini, tapi aku tidak boleh memperlihatkannya dengan jelas.
Setelah ini, aku harus menjauh dari Eros sebisa mungkin agar tidak bertemu dengannya.
“Kamu bilang apa? Aku tertarik pada tubuhmu yang lurus dan kurus itu? Fantasimu luar biasa, Nona hantu pagi-pagi. Seleraku sangat tinggi dan jauh darimu, jadi aku tekankan ini sekali dan terakhir kalinya kalau kamu bukanlah tipeku. Sudah jelas? Maka sekarang keluar dari kamar mandiku dan keluar dari apartemenku!”
Eros Darwin kembali menyisir rambutnya ke belakang, menambah ketampanannya beberapa centimer lagi.
Aku melengos kecewa setelah mendengar ucapan tersebut layaknya badai. Entah mengapa aku merasa mulas karena ucapan Eros. Ya, bagaimana mungkin pria tidak jelas seperti dia akan tertarik dengan perempuan yang dianggapnya gila?
“Baguslah karena aku juga tidak tertarik padamu.” Kubalas ucapannya. Siapa juga yang akan tertarik pada pria tidak jelas sepertinya, meskipun dia begitu tampan, tapi kata-katanya amat menohok di telingaku.
“Tidak tertarik ...,” Eros tersenyum miring, “lalu tadi itu apa ketika kamu menelan salivamu dalam-dalam memperhatikan tubuhku ini, bukankah kamu tertarik padaku? Dasar tidak tahu malu.”
Dia tidak dapat membuatku berkata-kata, pikiranku kusut setelah dia mengatakan aku tidak tahu malu. Di bawah tatapan menghinanya dan senyum miring itu, aku menjatuhkan pakainku dan kedua tanganku meraih leher Eros Darwin, memaksanya menundukkan kepala lantas mendaratkan bibirku pada bibirnya.
Bersambung
Ketika suaramu terdengar, duniaku teralihkan. — Apple Leaf
Eros POVKanya sudah tertidur lelap setelah aku membacakan dongeng untuknya. Seperti anak kecil saja, tumben sekali dia memintaku membacakan dongeng untuknya.Kuperhatikan wajah Kanya yang tertidur pulas di atas lenganku. Aku tidak bisa membantu, tapi menanamkan beberapa kecupan pada wajahnya.Sangat manis dan sangat indah. Andai saja aku bisa melihat wajahnya yang tertidur pulas setiap hari; maka hari-hariku akan dipenuhi kebahagiaan, ‘kan?Akan tetapi, masih ada beberapa masalah yang belum selesai. Aku yakin kalau ambisi Siska tidak akan berhenti sampai di sini. Memang dia belum berhenti mengejarku, bahkan setelah aku permalukan.Mungkin saja dia akan menjadi lebih berkulit tebal.“Aku harus bangun dan berbicara pada Rudy, juga kedua orang bodoh itu.”Aku mengangkat kepala Kanya perlahan-lahan dengan lembut, agar dia t
Kanya POVIni seperti mimpi yang aku alami ketika menginap di apartemen Eros, tapi sekarang aku menyaksikan pria itu secara nyata. Aku ragu untuk menceritakannya pada Eros. Takut kalau dia tidak akan percaya pada cerita.Orang-orang menganggapku aneh, menyarankan agar aku menemui psikiater secepatnya. Namun, aku baik-baik saja dan tidak ingin merepotkan diri bertemu dengan psikiater. Apalagi sekarang yang aku lihat bukanlah ilusi, melainkan kenyataan.Tanpa aku sadari, telapak tangan Eros menyentuh pipiku, “Tidak apa-apa Kanya. Aku tahu kamu pasti berpikir kalau aku tidak akan mempercayaimu, ‘kan? Kamu hanya perlu menceritakannya padaku, bukankah kamu tahu kalau aku selalu mempercayaimu? Lalu mengapa sekarang kamu ragu?”Aku menempatkan tanganku di atas punggung tangan Eros, “Aku takut kamu nggak percaya dan menganggap aku gila.”Eros menggeleng, &ld
Eros POVPria itu ingin membunuh Kanya?Siapa?Siapa yang berani menyentuh wanitaku?“Tenanglah Kanya. Selama aku ada di sisimu, tidak akan ada yang berani menyentuhmu.”Aku menenangkan Kanya untuk beberapa saat, sambil memeluk dan juga menepuk punggungnya. Tubuhnya yang menggigil ketakutan sudah agak lebih tenang.“Tidak apa-apa, kamu bisa membuka matamu sekarang.”Aku membebaskan diri dari pelukan Kanya, lalu mengamati wajahnya. Matanya masih tertutup dan alisnya yang cantik itu berkerut.Jemari tanganku perlahan menyentuh alis cantik milik Kanya, lalu menekannya dengan lembut dan meluruskannya kembali.Dia tampak ketakutan berlebih. Apa yang sebenarnya terjadi di sana? Kenapa dia mengalami hal-hal tidak terduga yang membuatnya amat ketakutan?“
Kanya POVSamar-samar aku melihat sinar ketika perlahan-lahan membuka kelopak mataku. Namun, masih terasa berat untuk kubuka, aku membiarkan mataku terpejam kembali selama beberapa saat, sebelum aku siap membuka mataku kembali.Aku merasakan kepalaku seolah terbentur keras ke lantai yang menyebabkan kepalaku saat ini menjadi sakit. Ngomong-ngomong, aku masih memejamkan mata, tetapi kesadaranku telah pulih. Tampaknya aku pingsan dan sangat lama, dapat aku rasakan dari badanku yang mati rasa karena tidak bergerak untuk waktu yang lama.Jika aku mengingat kembali, pada saat itu, aku berada di kamar 333 di dalam gedung Sun dan pria berjas hujan merah itu yang merencanakan semua itu. Pria itu benar-benar nyata, bukanlah ilusiku.Kalau aku katakan pada Eros bahwa, pria itu memang nyata dan berniat untuk membunuhku; apakah dia akan percaya padaku? Ataukah dia akan menatapku dengan sorot mata jijik?&
Eros POVHuh!Aku berhasil!Pada akhirnya, aku berhasil meyakinkan kakek. Kalau saja kakek mau mendengarkanku sejak awal, maka aku tidak perlu mengeluarkan usaha untuk menolak dan mempermalukan Siska.Meskipun begitu, aku cukup senang telah memberikan balasan pada wanita ular itu. Setelah aku keluar dari ruangan kakek, aku mendengar Siska menangis tersedu-sedu. Akan tetapi, aku sama sekali tidak peduli, dan membiarkan kakek mengatasinya sendiri.Kakek yang memulainya dan memberikan harapan pada Siska, maka itu bukanlah urusanku lagi.Aku harap kakek tidak akan mengubah pikirannya lagi karena air mata wanita itu. Bahkan air matanya tidaklah keluar dari lubuk hatinya. Maksudku, dia sama sekali tidak tulus dan hanya berpura-pura saja.“Aku harus merayakannya dengan Kanya. Bagaimana kalau mengajaknya makan malam?”
Kanya POV“Sial!”Aku memaki, dan mencoba membuka pintu itu, berusaha dengan sekuat tenaga, tapi melebihi kemampuanku. Sepertinya aku akan terjebak di sini kalau dua bodyguard itu tidak datang untuk menolongku.Rupanya benar semua ini adalah jebakan. Namun sampai sekarang tidak ada yang keluar dan mereka benar-benar menakuti.“Keluar kalian semua! Gue bakal lapor polisi setelah gue keluar dari sini.”“Keluar dari sini?”Jantungku tiba-tiba hampir berhenti berdetak, mendengar pertanyaan dari suara yang begitu dingin. Perlahan tengkuku mulai dingin, keringat dingin juga sudah membasahi dahi, apalagi tubuhku. Layaknya dimandikan oleh keringat akan ketakutan.Aku tidak bisa bohong kalau saat ini, begitu sulit bagiku untuk sekadar menelan saliva. Tubuhku perlahan-lahan menggigil ketika kesadaranku telah kemb
Eros POVAku keluar mengejar Siska untuk melihat aktingnya. Dia berjalan agak lambat sambil menangis tersedu, memperlihatkan pada mereka semua kalau aku telah membuatnya kecewa. Hatinya pasti sakit, seperti ditusuk-tusuk ribuan kali.“Pak Direktur.”“Kayaknya mereka berantem.”“Kita pura-pura nggak tahu saja.”“Tapi, tadi sekretaris Siska bilang; wanita itu. Maksudnya Pak Direktur punya wanita lain?”“Pak Direktur selingkuh?”“Shht! Diam semuanya.”Aku dapat mendengar semua yang mereka bisikkan. Siska juga pasti dengar dengan jelas, dan aku sudah dapat mengira ekspresinya saat ini. Dia pasti senang dan mengira kalau akan menyesal, sehingga aku keluar untuk menyusulnya. Aku mau lihat seberapa bagus aktingnya.Siska berhenti, la
Kanya POVAku bosan diganggu oleh wanita itu, dengan berat hati aku memutuskan untuk pergi ke gedung Sun. Memang tidak jauh dari gedung apartemenku, tapi aku menggunakan taksi juga.Entah apa yang akan aku temukan di sana karena wanita itu mengatakan paket itu penting, dan juga berhubungan dengan sahabatku, tapi aku hanya punya satu sahabat di sini, dan itu adalah Samuel. Dia sedang di luar kota sekarang, dan sakit pula.Kemungkinan ada yang mengirim paket padanya, dan meninggalkannya di gedung Sun, atau mungkin ada yang berniat jahat pada Samuel.Sepertinya aku harus mencari tahu, dan keputusanku untuk datang mungkin bisa benar, bisa juga salah. Serius, aku tidak tahu apa yang menungguku di dalam sana.Aku sudah berada di depan gedung Sun, dan dua bodyguard itu tengah mengawasi aku dari jauh. Jika terjadi sesuatu padaku, mereka bisa menolongku dan juga menelepon Eros kalau aku t
Eros POV“Eros!” Siska menggebrak meja.Amarahnya tampak menggebu-gebu. Tadi dia bersikap layaknya seorang istri yang dibuang oleh suaminya. Benar, tadi dia hanya berakting polos di depan kakek. Wanita ular tetaplah wanita ular, dia tidak akan bisa menjadi manusia seutuhnya.“Heh, sudah selesai berakting?” aku mencibir.Wanita ini penuh akan kepura-puraan. Dia tidak perlu diberikan hati sama sekali. Mereka semua buta setelah melihat wajah polos dan aktingnya. Namun, dia tidak akan bisa membohongiku, mau sekeras apa pun dia berusaha.Sekarang sudah terlihat jelas kalau dia marah setelah aku permalukan di restoran tadi. Dia sendiri tidak menolak ketika kakek mengajaknya, dan malah dengan senang hati menerima. Aku tidak segan untuk mempermalukannya di depan banyak orang.Mungkin lain kali, aku akan mempermalukannya lebih dari ini agar kes