Biasanya, Han makan malam lebih dulu tanpa menunggu Evelyn. Tapi, berbeda dengan hari ini, ia mengganjal perutnya yang lapar dengan makanan ringan agar bisa makan malam bersama Evelyn.
Waktu pulang Evelyn pun telah tiba. Ia datang dengan membawa bungkusan roti di tangan dan raut muka yang lesu.
"Selamat datang, Evelyn!" sambut Han begitu Evelyn masuk ke dalam.
"Untukmu!" kata Evelyn sambil memberikan bungkusan roti yang ia bawa, "kau pasti belum makan karena di rumah tidak ada bahan makanan."
"Benar, saya belum makan karena menunggumu. Tapi, saya sudah memasak untuk makan malam kita. Ayo!"
"Kenapa menungguku? Setiap hari kan aku sudah makan malam di toko."
"Sudah! Pokoknya malam ini kau harus makan malam dengan saya!" Han pun menarik tangan Evelyn menuju dapur.
Melihat meja makan penuh dengan berbagai makanan yang tersaji, membuat Evelyn bertanya karena yang ia tahu bahan makanan dirumah sudah habis.
"Kau dapat dari mana semua ini?"
"Makanlah dulu! Nanti saya ceritakan." Han mendudukkan Evelyn di kursi lalu mengambilkan daging juga sayur, "Makanlah!"
"Tidak! Sebelum kau ceritakan dari mana semua makanan ini, aku tidak akan makan."
"Makanlah sambil saya ceritakan!" kata Han bersikeras.
Evelyn mulai memotong daging di piringnya, kemudian Han mulai bercerita.
"Hari ini adalah hari baik. Tadi, saya bersama Hyunki pergi mencoba mencari pekerjaan. Dan itu tidak mudah. Semua tempat yang kami datangi selalu menolak.
Saya hampir putus asa. Tapi, kita tidak pernah tahu kebaikan yang akan diberikan Tuhan.
Tiba-tiba saja seseorang menawari pekerjaan. Dan pekerjaan itu sangatlah mudah dilakukan. Hanya dengan bergaya di depan kamera, saya mendapatkan uang yang cukup untuk membeli stok makanan dan perlengkapan Hyunki. Bahkan masih ada sisanya sedikit."
"Maksudmu Model?"
"Benar Model."
"Benarkah?"
"Tentu. Mereka juga memberi saya kontak agar saya menghubunginya. Ini!" kata Han sambil memberikan kartu nama tadi.
"Wah, kau harus segera menghubungi mereka. Aku akan menghubungi mereka sekarang!" Evelyn mengeluarkan handphone, lalu menghubungi nomor tersebut lewat chat. Setelahnya, gadis itu terlihat melanjutkan makan malam dengan lahap.
Evelyn menatap wajah Han cukup lama hingga membuat pria itu bertanya, "Ada yang aneh dengan wajah saya?"
"Pantas saja seseorang tiba-tiba menawarimu untuk jadi model," kata Evelyn yang masih belum berpaling dari wajah Han.
Han menaikkan alis sebagai isyarat mengapa Evelyn berbicara seperti itu.
"Kau benar-benar tampan."
Evelyn tidak sadar berkata begitu, hingga dia merasa malu ketika menyadarinya.
Han yang menerima pujian pun merasa tersipu dan jantungnya berdegup.
Ini sesuatu yang baru ia rasakan.
"Perasaan apa ini?" tanya Han dalam hati.
"Oh, iya! Saya masih punya makanan yang harus kau coba," kata Han memecahkan suasana canggung.
"Apa itu?"
"Kau harus pejamkan mata. Karena ini adalah makanan terenak. Menurut saya sih ... Hehe ..."
"Baiklah! Aku akan pejamkan mata."
Han menyuapkan sepotong keripik kentang bertabur rumput laut isi dari snack yang ia beli tadi kepada Evelyn. Namun, reaksinya ketika mengunyah snack tersebut sangat tidak diduga.
"Bufffh!" Evelyn melepehkan makanan dari mulutnya.
"Kenapa kau memberi makanan ini?" tanya Evelyn sambil berdiri.
"Maaf saya pikir kau juga akan menyukainya."
"Aku sangat tidak menyukainya. Mengerti!" kata Evelyn dan pergi meninggalkan Han.
Han hanya terdiam. Dia tidak tahu mengapa Evelyn terlihat sangat marah hanya karena hal sepele.
Sudah dua jam Han membaringkan tubuh di ranjang, namun ia belum juga terlelap. Bahkan setelah Hyunki terbangun lalu tertidur lagi.
Ia terus memikirkan Evelyn.
Pada akhirnya, ia pun datang ke kamar Evelyn.
Dia sengaja tidak mengetuk pintu karena pasti Evelyn malah akan mengusirnya.
Han akhirnya masuk begitu saja dan ternyata Evelyn juga belum tertidur.
Di ruang 401 tempat James tinggal, ia merebahkan setengah tubuhnya bersandar dengan bantal di atas ranjang. Sedari tadi dia memperhatikan Ae Ra yang duduk di kursi sampingnya dan terlihat gelisah sibuk memutarkan ponselnya sembari sesekali ia mengecek notifikasi yang masuk. "Apa yang membuat mu sangat gelisah? Pacarmu tidak mengabari mu?" Akhirnya James mengakhiri keheningan di ruangan itu. "Pacar? Aku tidak mempunyai hal semacam itu." pandangannya tidak teralih dari layar ponselnya hingga balasan pesan dari Han yang ia nantikan itupun masuk. "Apa bisa bertemu sekarang?" "Jika bisa, mari bertemu di sebuah taman dekat Rumah sakit jiwa itu." Dengan gesit ibu jarinya mengetik kalimat persetujuan. Lalu ia segera berpamitan dengan James, "Aku akan pergi sebentar karena ada urusan penting." "Hei! mau kemana?" Teriakannya tak menghentikan langkah kaki jenjang itu yang semakin menjauh. "Aku akan memotong gajimu jika pergi terlalu lama!" Lima belas menit sudah berlalu ia habiskan
sepuluh menit yang lalu teman sekolah Evelyn yang bernama Go minji itu baru saja pamit pulang. Kemudian Evelyn menghampiri Han yang sebelumnya sudah masuk lebih dulu ke kamarnya. "Kau sangat tidak sopan" mendekat kearah Han yang sedang tengkurap bersama Hyunki mengamati sebuah mainan bayi merangkak di atas play mate. "Mengapa kau tadi meninggalkan kami tanpa pamit?" "Apa tadi saya terlihat seperti benda hidup? Saya terlihat tidak ada bedanya dengan sofa di sana." Dengan wajah datar. Beberapa menit yang lalu saat mereka bertiga masih berada di ruang tamu. "Ehem! kalian terlihat sangat akrab." Ucap Han yang menghentikan tawa Minji dan Evelyn. "Ah iya, kami teman sekelas waktu SMP" sahut Minji. "Ngomong-ngomong siapa namamu dan apa hubunganmu dengan Evelyn?" "Han. Saya adalah..." Evelyn memotong kalimatnya dan menjawab lebih dulu. "Dia kerabat jauhku. Dia dan keponakannya tinggal di sini sementara waktu karena pekerjaan." Han tidak membantah pernyataan Evelyn karena dia t
Selepas kehilangan jejak Han dan Evelyn, Choi Ae Ra kembali menuju kamar 401 dimana tempat James tinggal. Ia menempatkan dirinya duduk di tepi ranjang James."Apa perempuan yang berkunjung tadi adalah adikmu?" tanyanya kepada James untuk memastikan lagi."Huum." Mengangguk dan mengangkat alisnya yang artinya itu benar."Lalu yang pria adalah iparmu?" tanya Ae Ra lagi."Mereka mengatakan begitu. Tapi aku tidak yakin hal itu benar.""Maksudnya?"James memperbaiki posisi duduknya menjadi lebih tegap. "Aku berniat menjodohkan adikku dengan seorang klienku dan dia tidak menyukai hal itu. Jadi aku berpikir dia menyewa pria dan seorang bayi untuk menggagalkan perjodohan tersebut.""Tapi aku berpikir pria itu ada hubungannya dengan Kang Areum". Ucap Ae Ra yang membuat James menatapnya tajam dan berkata, "Apa kau melihat sesuatu pada dirinya?.""Ah, tidak. Itu hanya firasatku saja." Ae Ra memilih tidak mengatakan tentang sayap Han yang ia lihat lebih dulu karena ia belum memastikan siapa Han s
Go Minji adalah nama pria yang sedang bersama Evelyn saat ini. Mereka berteman sangat akrab bahkan sering bertukar cerita tentang masalah yang sedang dialami masing-masing, meskipun dalam pertemanannya mereka lebih senang menggunakan kata-kata kasar dibanding kata-kata kasih sayang. Pertemuan itu adalah pertemuan yang tak pernah terduga setelah bertahun-tahun tidak memberi kabar satu sama lain. Mereka berpisah sejak mereka lulus SMP karena orang tua Minji harus pindah ke luar kota untuk mengurus pekerjaan. "Kau dulu sangat tinggi, bahkan lebih tinggi dariku sampai aku memanggilmu Jerapah, tapi sekarang aku terlihat lebih tinggi. Apa selama ini kau tidak tumbuh? Hahaha ... " "Ah, aku tahu! Kau pasti sering mengalami patah hati hingga pertumbuhanmu terhambat oleh itu." lanjutnya masih dipenuhi dengan tawa. "Diam kau! Tubuhku masih termasuk tinggi jika dibandingkan dengan standar tinggi tubuh para wanita, Bodoh." "Ah, tapi yang jelas kau sering p
Kecepatan berjalan cepat di area teras rumah sakit jiwa yang dilakukan Ae Ra dalam mengejar Han tidaklah berjalan lancar. Beberapa pasien dan para perawat yang sedang melakukan aktivitas berlalu lalang menghambat langkahnya. Pada sebuah tikungan sudut bangunan di sana, seorang pasien tak diduga berlari kencang menabraknya hingga terjatuh. Begitu ia bangun kembali, Han bersama dengan Evelyn dan Hyunki sudah menghilang dari pandangannya. "Haisss ... Kenapa mereka berjalan bagaikan mengkuti lomba jalan cepat?" Nafasnya masih tak beraturan. "Hwa!" Dia berteriak kencang karena kedatangan Kang Areum yang muncul secara tiba-tiba. "Kupikir kau sudah terlatih sejak kecil melihat arwah sepertiku. Kenapa kau masih saja terkejut?" Ae Ra mendengus kesal, "Meski sudah terlatih, aku akan tetap terkejut jika kau muncul tanpa aba-aba." "Kau penasaran dengan pria yang tadi? Apa kau pikir dia seorang manusia atau hantu?" Ae Ra menggeleng se
Sudah hampir setengah jam Evelyn mondar-mandir karena bimbang ingin keluar dari kamar. Rasa malu atas tindakannya yang berani mencium Han masih ia rasakan. Berulang kali ia mengintip dari balik pintu untuk memastikan keberadaan Han. "Dia tidak ada. Sebaiknya aku keluar sekarang. Tapi ... Bagaimana kalau dia tiba-tiba muncul?" Matanya tidak menemukan keberadaan Han ketika ia mengintip sekali lagi. Dia melangkah dengan mengendap-endap layaknya pencuri. Empat lima langkah dari kamarnya sudah tercapai. Namun ... "Hah!" Spontan mengelus dada karena tiba-tiba Han keluar dari kamarnya. Tangannya yang gugup kelabakan menarik beberapa helai rambut ke belakang telinga. "Pagi, Ev!" sapa Han yang sebenarnya juga merasa gugup, namun ia sukses menyembunyikannya. "Pagi!" bola matanya kesana kemari seakan bingung ingin menatap ke mana. "Mau sarapan bersama?" tawar Han. "Bukannya aku menerima tawaranmu, tapi sejak awal aku memang ingin sarapan." Menuju meja makan dan disusul oleh Han. Sebuah