Di depan jendela kamarnya, Evelyn berdiri. Menatap gemerlap bintang di langit sambil menangis.
"Ev, Kau belum tidur?"
Evelyn menoleh, "Kau? Kau sangat tidak sopan memasuki kamar perempuan sembarangan!" katanya sambil mengelap air mata.
"Maaf! Saya ingin mengetuk pintu tapi saya takut kau tidak mengijinkan saya masuk." Mendekat ke arah Evelyn.
"Kenapa menangis?" Mengelap air mata Evelyn menggunakan tangan kanannya.
Evelyn hendak menolak perlakuan Han dengan menepis tangannya, tetapi Han malah memegang pipinya dengan kedua tangan dan menghapus air matanya.
Hal itu membuat sebuah kenangan terbesit di kepalanya. Kenangan dengan seorang anak laki-laki yang mengusap air matanya ketika menangis di masa kecil.
Air matanya mengalir semakin deras membuat Han bingung dan langsung memeluknya.
"Apakah saya menyakitimu sedalam itu? Maafkan saya." Mengusap punggung.
Otak Evelyn hendak menolak, namun tidak dengan tubuhnya. Ia merasa nyaman dalam dekapan Han.
Perlahan tangisnya mulai berhenti. Han meregangkan pelukannya, "Kau sudah mulai tenang? Sekarang tidurlah!" Menuntunnya ke ranjang.
Han duduk di pinggiran ranjang, sementara Evelyn berbaring disampingnya.
"Kau terlihat mempunyai luka yang sangat dalam. Kau bisa bercerita pada saya jika mau. Dan kau bisa mengatakan hal apa yang tidak kau sukai agar saya tidak menyakitimu lagi. Ya!"
Evelyn hanya mengangguk.
Han menarik selimut sampai menutupi setengah badan Evelyn. "Saya tinggal, ya!" Mengusap rambut Evelyn sebelum pergi.
Keesokan harinya, Evelyn terbangun lebih awal dari pada Han.
"aaaa ... w* ... w* ... w*fff ... " suara ocehan Hyunki mengundangnya untuk menghampiri. Ia membuka pintu kamar dan melihat Hyunki sedang bermain sendiri menggerakkan tangan dan kaki. Sementara Han masih tertidur pulas.
"U ... tutu ... tutu ... Kacihannya kau tidak ada yang menanggapi. Sini aku akan mengajakmu bermain." Menggendong Hyunki dan mengajaknya keluar.
Ketika Han terbangun ia terkejut melihat Hyunki tidak ada di sampingnya.
Dia panik kebingungan mencari keberadaan Hyunki sampai kolong ranjang tempat tidur.
Akhirnya, ia lega setelah keluar kamar dan melihat Hyunki sedang digendong Evelyn.
"Ah, saya pikir Hyunki hilang kemana. Saya sangat khawatir."
"Dasar Ayah tidak bertanggung jawab! Tidur seperti sapi dan mengabaikan anaknya begitu saja."
"Saya bukan Ayahnya."
"Kau yang mengasuh jadi kau Ayahnya."
"Kalau begitu kau ibunya karena kau juga ikut membantu merawatnya."
"Tidak bisa! Dia akan memanggilku Kakak."
"Tidak! dia akan memanggilmu Mama."
"Kakak!"
"Mama! Mama! Mama!"
"Hishh!" Menendang Han.
"Awh!"
"Rasain! Nih, gendong sendiri bayimu." Menyerahkan Hyunki lalu duduk di sofa dan bermain ponsel.
"Tingting!" notifikasi pesan masuk di ponselnya berbunyi.
"Selamat pagi, saudara Han! Kami dari Agency xxxx, ingin menawarkan kontrak untuk menjadi Model di brand kami. Silahkan konfirmasi jika anda berminat dan datang ke resto xx siang ini untuk menandatangani kontrak kerja."
Membaca isi pesan tersebut, membuatnya melebarkan mata menatap layar ponsel. "Hei! Kau dapat tawaran kontrak menjadi Model."
"Benarkah?"
"Lihat ini!" Menunjukkan layar ponselnya.
"Wah ... Benar. Saya memang hebat. Ini karena saya sangat tampan," kalimat Han yang membanggakan dirinya sendiri membuat Evelyn menampilkan ekspresi geli.
"Kau sendiri yang mengatakan saya tampan. Iyakan? iyakan?" Menaik turunkan alis.
"Menjijikkan. Aku bilang begitu hanya sekedar basa-basi agar kau senang tahu!" Pipinya memerah menyerupai udang rebus.
"Sudahlah! kau jadi menerima kontrak atau tidak?"
"Tentu. Saya akan datang ke resto tersebut nanti siang. Tapi, bagaimana dengan Hyunki?"
"Biar aku yang menjaganya. Lagi pula tokoku selalu sepi. Aku jadi malas berjualan."
"Kau memang yang terbaik." Mengacungkan jempol.
Kehidupan beberapa bulan telah dilaluinya dengan profesi sebagai Model. Setiap kali ia ada jadwal pemotretan, maka Evelyn tidak akan berangkat ke toko untuk menjaga Hyunki.Gaji yang di peroleh Han cukup besar. Ia sudah bisa membeli kebutuhannya sendiri, seperti Gadget dan lain-lain. Untuk kebutuhan Hyunki juga sudah terpenuhi dengan layak.Tak terasa Hyunki juga sudah tumbuh menjadi besar. Perkembangannya cukup pesat. Ia sudah bisa merangkak dan mengucapkan beberapa kata."Papapa ... Mamama ... ""Kasihan dia tidak pernah melihat orang tuanya," ucap Han."Kita bisa menggantikannya.""Kau mau dipanggil Mama?""Awalnya, aku tidak mau. Tapi saat bersamanya, aku ingin menjadi sosok ibu untuknya."Han tersenyum.Suara tawa Hyunki memenuhi ruang kamar ketika Han mengangkat tubuhnya ke atas dengan kedua tangan. "Pesawat terbang ... ngeng ... ngeng ... ""Hei kalung Hyunki lepas!" Evelyn melihat kalung yang d
Rintik hujan mengguyur bumi di petang hari. Dari jendela dalam rumah ia melihat gadis kecil duduk meringkuk di teras rumah depan rumahnya. Gadis itu menundukan kepala sesekali mendongak hanya untuk mengusap air mata. Merasa tak tega melihatnya, ia mencari payung lalu menghampiri gadis tersebut."Eyin ... hari sudah gelap kenapa kau masih di luar? Kau dikunci di luar lagi?""Iya. Tadi aku tidak sengaja menumpahkan air ke lantai.""Kalau begitu ke rumahku saja dulu.""Apa tidak papa? Bagaimana jika orang tuamu marah?""Tidak apa. Orang tuaku sangat baik."Hanya sepenggal, adegan mimpi telah berakhir.Han terbangun dari tidurnya. Mengecek jam di ponsel menunjukkan pukul 08.32. Dilayar ponsel juga ada notifikasi pesan masuk yang berisi permintaan untuk hadir di acara perayaan perusahaan.Han meletakkan ponsel lalu mengecek Hyunki di ranjang bayinya. Bayi itu baru saja meregangkan otot-ototnya."U ... Ganten
Meski hari telah berganti, tapi sensasi semalam masih belum terhenti. Dia mengingat ketajaman mata Han saat menatapnya. Kata-kata Han yang ternggiang di kepala. "Kenapa dia berkata begitu? Jangan-jangan ... dia jatuh cinta kepadaku." Senyum-senyum sendiri. Dan teringat ciuman dari Han semalam, ia jadi heboh sendiri dikamar. "Aaaa ... Bisa gila aku! Sebaiknya aku keluar." Saat melihat Han sedang duduk membopong Hyunki di sofa ruang tengah, ia merasa malu untuk menghampiri. Ia menarik narik nafasnya dalam-dalam terlebih dahulu sebelum melangkah ke arah mereka. "Ehem!" Berdiri dengan rasa canggung yang membebani. "Eh, Mama Ev sudah bangun. Selamat pagi, Mama Ev! Duduk sini!" sapa Han seolah tidak terjadi apa-apa semalam. "Apa dia tidak ingat kejadian semalam?" batin Evelyn. Kemudian, ia sengaja menggulung seluruh rambutnya ke atas untuk memperlihatkan kiss mark yang dibuat oleh Han di lehernya.
"Jadi bagaimana? Kita tentukan tanggal pernikahannya dulu, ya!" ucap James "Maaf, tapi aku tidak bisa melakukan perjodohan ini!" "Why, Ev?" Han datang sebelum Evelyn menjawab. "Karena dia sudah tidak lajang lagi. Saya suaminya dan ini anak kami," sahut Han melenyapkan suasana tenang. "Apa maksudnya? Kapan kau menikah tanpa persetujuan keluarga?" tanya James. "Beberapa bulan lalu." "Kau tidak bisa asal menikah begitu, dong! Kau sudah ada ikatan perjodohan!" nadanya meninggi. "Itu hakku!" jawab Evelyn dengan nada yang sama tinggi." "Sudah-sudah!" ucap pria bernama Junghyun tersebut. "Saya tidak ingin merusak hubungan orang lain. Lebih baik kita batalkan saja perjodohan ini, begitu juga dengan kontrak kita. Saya tidak jadi memberikan saham pada perusahaan keluarga kalian. Saya pamit pergi sekarang!" Begitu Junghyun meninggalkan tempat, James memaki Han, "Siapa kau? Menghamili dan m
Mereka telah menghabiskan beberapa jam untuk berkeliling taman. Meski hanya berjalan tanpa berlari, mereka berhasil mengeluarkan butiran-butiran keringat yang mampu membasahi baju mereka. Han mengajak untuk beristirahat, "Kita duduk di sini sebentar, ya! Sepertinya Hyunki mulai kehausan." "Iya." Hyunki menyedot botol susunya dengan cepat. Ia benar-benar kehausan. Sekelompok orang yang terdiri dari tiga remaja perempuan di sana, terlihat sedang memperhatikan Han dan membicarakannya. "Bukankah dia Han, Selebgram dan Model tampan itu?" tanya perempuan berponi di sana. "Mirip, sih. Tapi, apa benar itu Han?" sahut perempuan yang lainnya sambil membenahkan kacamata untuk memperjelas pandangan. Satunya lagi yang berambut pendek juga ikut bicara, "Benar, itu adalah Han. Ayo kita hampiri!" Han memang sudah memiliki cukup banyak followers di media sosial Desygram. Jadi, wajar jika beberapa orang di luar mengenalinya. "Ehe
Sesuatu tak terduga mengejutkan mereka yang baru saja sampai di apartemen. Hal itu adalah kedatangan James William, kakak Evelyn.James berdiri di depan pintu apartemen."Kak James? Mau apa Kakak kemari?" tanya Evelyn."Bukankah semuanya sudah jelas, bahwa, perjodohan itu tidak akan pernah terjadi?" lanjut Evelyn."Aku tidak ingin membahas hal itu.""Lalu?""Kang Areum. Apa hubungan kalian dengan Kang Areum?"Pertanyaan James membuat Evelyn bingung, "Siapa Kang Areum? Bahkan aku belum pernah mendengar nama itu sebelumnya.""Kau jangan mencoba berbohong!""Aku tidak bohong! Aku benar-benar tidak mengenal Kang Areum.""Lalu kalung ini?" Menunjukkan kalung bertuliskan inisial huruf 'J&A' milik Hyunki yang terjatuh tadi malam. "Kau juga tidak tahu?""Itu kalung milik Hyunki, anak kami. Sini kembalikan!"James kembali menggenggam kalung tersebut, "Oh, sekarang aku tahu. Hubungan kalian han
Di ruang kerja James. Ia duduk berhadapan dengan seorang bawahannya. Orang tersebut terlihat sedang memberikan sebuah dokumen padanya. "Ini, Tuan, data-data tentang pria yang tinggal bersama Nona Evelyn." James menerimanya, "Kerja yang bagus." Kemudian orang tersebut keluar dari ruangan James. James membaca isi dokumen tersebut, "Jadi, namanya Han. Seorang Model pendatang baru." Memiringkan bibir, seakan meremehkan profesi Han. "Tapi dia menyembunyikan latar belakangnya."Mengelus dagu sambil memikirkan sebuah rencana. ***** Sudah dua hari apartemen minimalis itu bersuasana dingin. Evelyn sama sekali tak mau berbicara atau sekedar menyapa Han. Aktivitas seperti sarapan, yang biasanya dilakukan bersama, kini mereka melakukannya sendiri-sendiri. Evelyn juga enggan menggendong atau pun mengajak main Hyunki. Bahkan ketika Hyunki merengek ingin ikut dengannya, ia tetap mengabaikannya. Untungnya
Han baru tersadar dari pingsannya. Samar-samar pandangannya melihat sekitar ruangan ketika membuka mata. Ia melihat tumpukan barang-barang yang sepertinya sudah lama tak terpakai di sana. Tempat itu terkesan seperti gudang. "Saya dimana?" Ia baru menyadari bahwa tangan dan kakinya sedang diikat dengan tali tambang yang kuat. "Kenapa saya diikat di sini?" Han mencoba melepaskan diri dari lilitan tali tersebut dengan menarik-narik tangannya. Dua orang lelaki berbadan besar menghampiri Han. "Diamlah! Jangan pernah berusaha untuk kabur, karena itu adalah hal yang sia-sia! Kami akan selalu mengawasimu secara ketat," ucap salah satu lelaki tersebut. "Siapa kalian? Kenapa kalian membawa saya ke sini?" tanya Han berseru. Suara langkah kaki terdengar mendekat ke arah dirinya. Dari kegelapan, samar-samar wajahnya mulai kelihatan. Dan semakin jelas saat orang itu semakin dekat. "James William?" kata Han mengernyitkan d