Share

Malaikat Juga Tahu (Cinta Andini)
Malaikat Juga Tahu (Cinta Andini)
Penulis: Lystania

Melihatnya

Penulis: Lystania
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-09 16:16:20

Pagi ini Dini baru saja selesai merapikan ruang tamu, sementara Mama sedang menyiapkan masakan untuk menyambut keluarga calon suaminya. Ya, calon suami yang ia sendiri pun belum pernah bertemu. Jangankan bertemu, namanya saja wanita berambut sebahu dengan kacamata berbingkai coklat itu tak tahu. Melangkahkan kaki, Dini menghampiri wanita paruh baya yang tengah memasak di dapur.

"Sudah selesai beres-beresnya, Din?" tanya Mama saat menyadari kehadiran Dini.

"Sudah, Ma." Senyum manis mengambang dari bibir Dini seraya duduk di kursi. Dipandangnya Mama dengan tatapan sayang. Gadis itu baru setahun ini tahu bahwa ia bukanlah anak kandung dari Tria Wijaya dan Yan Wijaya, orang tua yang selama ini membesarkannya. Meski bukan anak kandung, tapi kasih sayang kedua orang tua angkatnya itu begitu besar padanya. Apalagi Yan Wijaya yang tak pernah sekalipun menolak setiap permintaan Dini. Namun, karena hal itu juga membuat Dini tak bisa menolak permintaan Papa yang ingin melihat Dini menikah dengan pria yang telah dipilihnya sendiri.

"Andini Wijaya, ayo cepat kamu siap-siap. Pakai baju yang sudah Papa belikan kemarin ya," ucap Papa membuyarkan lamunan Dini.

"Astaga, Din. Mama kirain kamu sudah mandi. Ayo cepet, kamu kan mandinya lama." Timpal Mama.

"Iya, iya," sahut Dini beranjak dari kursi lantas meninggalkan Papa dan Mama di dapur.

Mama kemudian memindahkan masakan yang baru saja selesai dimasak ke dalam wadah kaca yang telah tersusun rapi di meja makan.

"Papa yakin sama calon suami Dini?" tanyanya untuk kesekian kali. Pasalnya Mama baru beberapa kali bertemu dengan bakal calon menantunya itu di kantor suaminya. Tampak luar memang oke tapi dalamnya siapa yang tahu.

"Yakin lah, Ma. Kalau gak yakin ngapain Papa mau jodohin dia sama anak kita? Orang tua dan keluarganya juga jelas, Mama kan sudah kenal? Bibit bebet bobotnya gak perlu diragukan lagi. Ayo siap-siap." Papa mengajak Mama masuk ke kamar untuk bersiap-siap.

***

Melihatnya untuk pertama kali, pria yang lebih tinggi lima belas senti darinya, mengenakan batik lengan panjang berwarna cokla. Sorot mata yang tajam, rahang tegas yang ditumbuhi jambang, serta hidung yang lumayan mancung, membuat Dini berdecak kagum sekaligus bingung dalam hatinya. Pria yang sangat menarik ini, bagaimana mungkin mau dengan perjodohan. Lantas, bagaimana dengan kesan pria itu untuk Dini? Sama saja, saat melihat wanita yang akan dijodohkan dengannya berjalan, mengenakan baju berwarna biru awan dengan rambut pendek yang di curly bagian bawahnya. Senyum yang membingkai wajahnya sukses membuat lesung pipi Dini terlihat sangat manis. Pria itu memperhatikannya dari atas sampai bawah secara diam-diam.

“Tak buruk,” batin pria itu.

Kedua orang tua masing-masing kemudian saling memperkenalkan anak-anak mereka.

"Sekarang Dini kerja di mana?" tanya wanita paruh baya di depannya yang telah memperkenalkan diri sebagai ibunya Bagas, Mira Wiratmaja.

"Di perusahaan ekspor impor, Tante," sahut Dini singkat.

"Gas, kamu ajak Dini duduk di teras depan gih," suruh ayahnya Bagas, Hendri Wiratmaja.

Dengan lirikan kecil, Bagas mengikuti perintah Hendri. Sementara para orang tua berbicara serius, Dini mengekor Bagas yang berjalan lebih dulu menuju teras depan.

Agak kikuk. Bukan kikuk lagi ini sih, ini namanya canggung. Mereka berdua sama-sama baru pertama kali bertemu dan bingung memulai percakapan dari mana.

"Jadi kenapa kamu mau dijodohkan?" Pertanyaan pertama yang memecah keheningan pagi menjelang siang itu.

"Gak ada alasan buat aku untuk menolak permintaan orang tua, yang sudah memberi kehidupan yang lebih baik untukku. Menyenangkan hati dan berbakti sama mereka, cuma itu yang bisa aku lakukan."

"Sampai harus merelakan sebagian hidup kamu untuk menjalani pernikahan perjodohan ini?"

Dini menaikkan kedua pundaknya. "Pilihan orang tua pasti yang terbaik. Tapi kalau memang pada akhirnya ternyata salah, itu artinya memang jalan hidup yang harus aku jalani." Jawab Dini. "Lantas kamu sendiri kenapa menerima perjodohan ini?" Gantian kini Dini yang menanyakan alasan Bagas.

"Aku terlalu sibuk bekerja, sampai gak terlintas dalam pikiran untuk mencari pasangan. Makanya aku ikut aja dengan apa maunya orang tua."

"Tapi kamu tertarik dengan lawan jenis kan?" tanya Dini yang membuat mata Bagas melotot.

"Kamu pikir aku apa? Gak normal?"

"Kan yang punya diri, kamu," ucap Dini. Sayang keseruan perbincangan yang baru saja terbangun, harus terhenti akibat panggilan dari dalam untuk bergabung makan siang di ruang makan.

Tepat pukul empat sore, Bagas dan keluarganya pamit pulang. Begitu mobil hitam yang dikendarai oleh Bagas dan keluarganya pergi, Dini langsung dicecar pertanyaan oleh Mama dan Papa.

"Dini sih gimana baiknya Papa sama Mama aja," sahut Dini.

"Tapi kalau kamu gak yakin sama dia, kamu masih bisa mundur kok."

"Dini yakin pilihan Mama sama Papa yang terbaik." Dini tersenyum simpul. Jujur saja, pertama kali melihat Bagas ia sudah suka. Suka tapi belum ada perasaan apa-apa. Hanya sebatas suka saja.

"Ya sudah, kalau kamu memang gak menolak perjodohan ini, Papa sama Mama sangat senang. Jadi kami tidak khawatir lagi kamu akan salah pilih pasangan hidup," ucap Yan sambil memeluk putrinya itu.

Sementara itu, Bagas juga dicecar pertanyaan yang sama oleh kedua orang tuanya.

"Dia masih masuk selera kamu kan, Gas?" tanya Mira pada Bagas yang fokus menatap jalan di depannya.

"Mama, apaan sih? Emang Mama tahu selera Bagas kayak apa?"

"Tahu lah, makanya sampai sekarang kamu belum move on."

"Gak usah bahas masa lalu deh, Ma," ucap Bagas yang diiringi gelak tawa Hendri.

"Gas, kamu gak usah ragu sama Dini. Mama sama Papa pasti memilihkan jodoh yang terbaik buat kamu. Satu hal yang kamu harus ingat ya, kalau kamu benar menerima perjodohan ini, Papa harap kamu tidak menyakiti istri kamu itu nantinya." Hendri menatap Bagas. "Kamu satu-satunya anak Papa sama Mama, semua yang kamu inginkan pasti kamu dapatkan. Papa juga gak pernah melarang kamu melakukan hal yang kamu sukai. Tapi untuk kali ini-"

Bagas langsung memotong omongan Hendri. "Papa sama Mama tenang aja. Bagas bakal ikuti keinginan Papa sama Mama."

"Janji ya?" Mira mencoba memastikan lagi ucapan anaknya itu.

"Iya, Ma. Bagas gak bakal hidup di masa lalu."

Mira tersenyum seraya menarik nafas lega mendengar ucapan Bagas. Bagaimanapun juga, Mira tak ingin Bagas masih mengingat cerita lamanya. Ya, cerita lama yang membuat hancur hidup anak semata wayangnya itu. Bersama menjalin kasih sepanjang kuliah dan berjanji menikah, merintis bahtera rumah tangga dengan wanita yang dicintai, ternyata hanya khayalan saja. Wanita yang dicintai Bagas itu memilih untuk meninggalkan Bagas dan pergi dengan lelaki yang lebih ber-uang. Mira menyaksikan sendiri bagaimana terpuruknya Bagas hingga melakukan hal-hal nekat di luar kendali. Sepanjang waktu dihabiskannya untuk terus berada di sisi Bagas, sementara Hendri, suaminya tengah sibuk dengan usaha yang mulai berkembang pesat saat itu. Hingga akhirnya Bagas bisa melewati masa tersulit di hidupnya dan fokus dengan usaha keluarga yang sekarang telah dipegangnya. Saking fokusnya, sampai-sampai ia tak berpikir untuk memiliki pasangan sendiri.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
carsun18106
yeaaay moga2 lancar sampai tamat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Malaikat Juga Tahu (Cinta Andini)    Awal Yang Baru

    Menuruti keinginan Dini yang meminta untuk lebih lama menginap di rumah Mama, Bagas harus rela bolak balik apartemen untuk mengambilkan keperluan istrinya itu. Kalau dihitung, ini sudah hampir dua minggu mereka menginap di rumah Mama. Dan selama itu juga Bagas harus terima kalau tempat tidurnya masih di lantai.“Hati-hati di jalan ya,” pesan Papa dan Mama mengantarkan mereka pergi bekerja.Mengemudikan mobil merah milik Dini, Bagas mengantarkan istrinya ke kantor terlebih dulu.“Mobil kamu mana?”“Masih di bengkel,” sahut Bagas.“Bengkel?”“Iya. Penyok gara-gara ditabrak truk dari belakang,” sahut Bagas.Dini syok mendengar ucapan Bagas namun berusaha untuk menutupinya. “Terus?”“Ya masih di perbaiki. Kalau sudah kembali seperti semula, mobil itu mau aku jual.”“Kenapa kamu jual?” tanya Dini dengan senyum sinis.“Kamu kan gak mau lagi pakai mobil itu. Jadi buat apa? Tunggu mobil itu laku baru aku beli mobil baru lagi. Sementara kita pakai mobi

  • Malaikat Juga Tahu (Cinta Andini)    Foto Di Koran

    Papa dan Mama sedikit menaruh curiga pada Dini, pasalnya saat Mama masuk ke dalam kamar Dini, Mama melihat sobekan bungkus obat tergeletak di atas meja.“Din,” panggil Mama.“Eh, Mama ngapain di kamar?” tanya Dini sedikit gelagapan. Ia tak mengira Mama akan masuk ke dalam kamarnya.“Kamu sakit? Ini bungkus obat apa?” tanya Mama sambil menunjukkan bungkus obat yang ia pegang.“Oh itu obat sakit perut, Ma. Dini kebanyakan makan sambel,” jawab Dini asal dengan wajah meyakinkan sambil mengambil bungkusan obat itu dan membuangnya ke tempat sampah.“Yang bener? Jadi kamu ini kamu gak masuk kerja?” tanya Mama lagi.“Iya, Ma. Dini izin sakit beberapa hari,” sahut Dini kemudian mengajak Mama keluar dari kamarnya.“Ya sudah kalau gitu. Mama mau mandi dulu.”“Mau makan malam apa, Ma? Biar Dini masak,” ucap Dini sebelum Mama masuk ke dalam kamar.“Gak usah. Nanti Bagas yang bawain makanan,” sahut Mama.“Bagas?” ulang Dini bingung.“Iya. Bagas sua

  • Malaikat Juga Tahu (Cinta Andini)    Berdebat Dengan Bagas

    Terbangunkan karena merasakan keram di kakinya, Bagas mendengar suara agak berisik dari arah dapur. Meregangkan otot-ototnya, Bagas perlahan berjalan menuju sumber suara. Tampak Dini tengah mempersiapkan sarapan pagi.“Selamat pagi, Sayang,” sapa Bagas memeluk Dini dari belakang.“Jangan dekat-dekat, Gas. Hubungan kita sedang tidak baik-baik saja,” kata Dini mengacungkan sebilah pisau dapur yang sedang ia pegang.“Kalau itu yang kamu mau, aku pasrah,” kata Bagas tak melepaskan pelukannya.“Aku gak main-main, Gas,” ucap Dini masih mengacungkan pisau ke hadapan Bagas.“Aku juga gak main-main, Din. kalau hal itu bisa menebus semua kesalahan aku, aku rela,” kata Bagas.Tak main-main, Dini benar menusukkan ujung pisau itu ke tangan Bagas hingga menyebabkan luka kecil dan berdarah.“Lepas atau ini akan tambah dalam,” kata Dini dalam hati sudah mulai khawatir dengan Bagas.Perlahan Bagas mengurai pelukannya dan Dini melepaskan pisau itu dan melemparkannya ke

  • Malaikat Juga Tahu (Cinta Andini)    Di Rumah Mertua

    Mengemasi barang-barangnya, Dini sudah diperbolehkan pulang sore ini. Ia menghubungi Mira hendak memberitahu kalau ia akan pulang ke rumah orang tuanya."Kamu sudah benar-benar sehat kan, Sayang? Mama gak bisa kesana sekarang, Papa kamu tiba-tiba aja gak enak badan," kata Mira asal. Ia sebenarnya bisa ke rumah sakit dari tadi, tapi Hendri melarang dengan alasan agar Bagas dan Dini bisa menyelesaikan masalahnya sendiri."Sudah enakan kok, Ma. Gapapa, Mama temenin Papa aja. Cepat sembuh ya buat Papa, Ma," kata Dini masih memberi perhatian padahal ia sendiri juga sedang tidak enak badan.“Iya, Sayang. Nanti Mama juga datang jengukin kamu,” kata Mira.“Iya, Ma. Dini tutup dulu ya,” ucap Dini mengakhiri panggilannya.“Kita pulang sekarang?” tanya Bagas yang juga sudah siap meninggalkan kamar rumah sakit.“Aku bisa pulang sendiri.”“Aku yang antar kamu, Din. Apa kata Mama nanti kalau kamu datang sendirian. Bawa barang banyak kayak gini lagi,” ucap Bagas.“Y

  • Malaikat Juga Tahu (Cinta Andini)    Rumah Sakit

    Sepanjang malam Bagas menunggu di luar kamar karena Mira tak memperbolehkan ia masuk. Begitu melihat dokter dan beberapa perawat hendak masuk ke dalam, Bagas langsung beranjak dan mengikuti mereka masuk. Melihat itu, Mira tak mungkin langsung mengusir Bagas di depan dokter dan perawat.“Saya periksa dulu ya,” kata dokter itu ramah meminta izin untuk mengecek perut Dini.Meski sedikit tak enak, Dini tetap pasrah.“Masih ada keluhan?” tanya dokter itu lagi.“Gak ada sih, Dok,” sahut Dini dengan senyum tipis di bibirnya. Wajahnya sudah mulai cerah tidak pucat seperti kemarin.“Kalau gitu, nanti sore sudah bisa pulang ya,” ucap dokter itu sambil berjalan meninggalkan kamar Dini bersama satu perawat, sementara perawat yang lain memberikan obat untuk Dini.Begitu dokter dan perawat tadi telah keluar, Mira langsung berkacak pinggang menatap Bagas. Siap untuk menerkam anaknya itu.“Keluar,” kata Mira dengan jari telunjuk menunjuk ke arah pintu.“Ma,” lirih B

  • Malaikat Juga Tahu (Cinta Andini)    Kehilangan Calon Buah Hati 2

    Seorang dokter lain yang melihat dokter yang menangani Dini tadi, menghampiri."Dok, pasien tadi siapa?""Dokter Wina," ucap dokter Ningsih, dokter yang menangani Dini tadi. "Pasien, ibu muda. Baru selesai kuret dan pengangkatan kista. Kenapa? Dokter Wina kenal?""Mirip sama menantu temen saya, Dok. Namanya siapa?""Andini Wijaya kalau gak salah. Dia kesini gak sama suaminya, diantar sama teman kerjanya. Saya duluan ya, Dok," ucap dokter Ningsih."Ia, Dok." Dokter Wina kemudian menghubungi Mira. Ia yakin benar kalau pasien yang dilihatnya sekilas tadi, adalah menantu dari Mira, teman arisannya.Alunan lagu legend yang dibawakan oleh penyanyi internasional kelas atas terdengar memenuhi setiap sudut ruangan kamar."Ma, ada telepon." Teriakan kecil Hendri yang tengah serius menatap layar ponselnya membuat Mira yang sedang berada di depan meja rias, sedikit terkejut."Angkat dong, Pa. Mama lagi tanggung nih," kata Mira dengan jari yang masih memoles cream malam ke wajahnya."Gak bisa, Ma.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status