DAR DER DOOORRRR 😌😌😌 bagaimana????
Masih cukup pagi saat Liora masuk ke dalam ruangan tempat di mana Kayden rutin berolahraga.Ruang gym, ia sendiri di dalam sana, mengikat rambutnya dan menggelar matras yoga.Sudah beberapa waktu belakangan ini kembali rutin ia lakukan setiap menjelang siang. Tapi hari ini, karena ada kegiatan yang harus dilakukannya nanti maka ia memilih lebih pagi.Ia akan membuat kue untuk menyambut Tuan Royan dan Nyonya Jessie yang datang nanti malam sehingga Liora memutuskan untuk yoga sekarang.Ia tak menemukan Kayden, sepertinya ia sibuk untuk membantu Evan—dan tentu Liora tak keberatan akan hal itu.Ia menghela dalam napasnya. Mengatur tubuhnya untuk menerima kedamaian lewat gerakan yang sudah lama ia hafal.Dulu, sebelum bertemu dengan Kayden ia memang sudah rutin yoga. Untuk merawat tubuhnya yang senantiasa harus sempurna selama menjadi model.Ya ... meski bukan model yang sangat terkenal.Cukup untuk setengah hingga satu jam, ia akan selalu segar setiap kali keluar dari sini.Liora mengarah
....Malam ini, di dalam kamarnya bersama dengan Kayden, Liora duduk di atas ranjang. Ia menggendong Elea sementara Lucca tengah terlelap dengan kedua tangan terlentang di sampingnya.Ia baru saja meminta kedua baby sitter yang merawat bayi kembarnya untuk masuk ke dalam kamar ini. Lucca kembali tidur setelah berguling ke sana ke mari selama beberapa kali. Sementara Elea baru selesai ia sendawakan setelah menyusu langsung darinya.Meski matanya menatap pada bayi cantik yang ada di lengannya ini, tapi pikiran Liora sedang tidak berada di sini.Ia tak bisa berhenti memikirkan Leah, dan juga Evan.Kemarin, Liora mendapat pesan dari Leah yang mengatakan bahwa sesuatu yang di luar kendalinya terjadi.Alasan sebenarnya mengapa Tuan James dan Nyonya Emma selama ini bersikeras menjauhkan Evan darinya adalah karena beliau berdua itu menyimpan sebuah rahasia kelam yang berkaitan dengan kedua orang tua Evan.Liora ingat kemarin ia sempat menanyakan, ‘Apakah orang tuanya Evan masih hidup?’ tetapi
Mata Leah terasa perih mendengar kalimat itu.Sederhana tetapi mengandung kelukaan yang hebat, yang bukan hanya menyiratkan kehilangan tetapi juga jawaban yang jelas, bahwa sekalipun kalimat maaf terlontar dari bibir kedua orang tuanya ... hal itu tak akan memperbaiki apapun.Tidak akan menggantikan lebih dari dua dekade hidup Evan tanpa dibersamai oleh ayah dan ibunya.Nyonya Emma selangkah maju, hendak menghampiri anak perempuannya yang tenggelam dalam nestapa itu. Tapi beliau segera berhenti saat Evan lebih dulu membantu Leah berdiri.Pemuda itu tak mengatakan apapun saat menggandeng tangan Leah menjauh dari ruang makan dan pergi tanpa meninggalkan kata.Semua yang dipendam oleh Leah tumpah kala ia mendengar ucapan sang ayah yang membuka rahasia kelam yang coba mereka kubur puluhan tahun lamanya.Hening memerangkap langkah yang membawa Evan serta Leah pergi. Ia meminta istrinya itu untuk masuk ke dalam mobilnya yang lalu dikemudikan oleh Evan meninggalkan halaman.Seratus meter dal
Ada rahasia yang tak pernah diketahuinya hingga kalimat itu mengguncang kewarasannya.“A-apa yang sedang mereka bicarakan itu?” tanya sebuah suara manis yang datang dari sebelah kiri Evan.Pemuda itu terkesiap, menoleh pada si pemilik suara yang tak lain adalah Leah.Evan tidak tahu apa yang dilakukan oleh istrinya itu di sini. Tapi setelah pembicaraan panjang kemarin itu—tentang keyakinan mereka yang akan terus mempertahankan pernikahan dengan hanya mengisinya oleh mereka saja—sepertinya kedatangan Leah ke rumah orang tuanya ini juga untuk memberi tahu mereka agar berhenti mencampuri rumah tangganya.Dan kebetulannya, mereka datang ke sini tanpa memberi kabar pada satu sama lain. Kemudian mendengar ucapan ayahnya Leah—Tuan James—perihal alasan mengapa selama ini mereka bersikeras menyingkirkan Evan dari hidup keluarga Mercer.Jika suara Leah sebelumnya lirih, dan lebih bisa dikatakan sebagai gumaman. Kali ini saat ia selangkah maju jeritannya terdengar.“Apa yang sedang Papa katakan?
“Kamu yang memutuskan untuk bicara dengan Evan sekarang, atau berpura-pura tidak mendengarnya,” ucap Liora, menyentuh lengan Leah yang terbalut dalam blouse lengan panjangnya yang yang berwarna putih. “Menurut Nona Liora ... bagaimana?” tanya Leah, menyeka air mata yang telah luruh di pipinya. “Hampir tidak ada hal baik dari sebuah penundaan, Leah ... kalau kamu ingin semuanya segera usai, mungkin kamu bisa mengatakan semuanya pada Evan sekarang.” Liora hanya bisa menyarankan, sementara keputusan tetap ada di tangan Leah. Sepertinya, gadis itu tidak ingin menundanya sehingga ia memilih untuk masuk. Bersama dengan Liora, mereka berdua mengejutkan para pria yang ada di dalam sana. Evan memutar tubuhnya, kedua tangannya yang tadi bersembunyi di belakang punggung terurai. Matanya menatap kedatangan Leah dengan netra yang terlihat berkabut. “Leah?” sebutnya hampir tak terdengar. “Apa yang kamu lakukan di sini?” “Saya yang mengajaknya untuk menemui Pak Evan,” jawab Liora lebih dulu.
Leah berada di sana bukan tanpa alasan. Ia yang memang sengaja mengambil cuti hari ini datang untuk menemui Liora di rumah besar Kayden. Selain untuk melihat si kembar Lucca dan Elea Baldwin, Leah ingin bercerita pada Liora, sejak ia tak memiliki teman untuk mengungkapkan beban yang ditanggungnya ini. Pertemuannya dengan si kembar membuatnya mendamba keluarga yang sama bahagianya dengan mereka. *** Beberapa saat sebelumnya. *** .... “Saya ingin ... bicara dengan Nona,” kata Leah dengan ragu-ragu saat ia dan Liora duduk di ruang tamu setelah mereka pergi dari kamar bayi-bayi lucu itu. “Ada apa, Leah?” tanggap Liora yang duduk di sebelahnya. “Apa ada hal yang membuatmu terbebani?” Leah mengangguk, “Iya, Nona Liora. Saya datang ke sini memang ingin bercerita soal itu karena saya ... tidak tahu harus mengatakannya pada siapa,” akunya. “Nona sudah pernah melewati badai besar di dalam hidup, saya pikir ... Nona lah yang bisa mengerti apa yang sedang saya rasakan ini.” Liora menimpaka