done 2 bab yaaa 😙 AAAHH AHHHH APAAA???? LAGIII???
Sudah lewat petang saat Evan mengemudi menuju ke sebuah tempat yang akan dijadikannya sebagai lokasi pertemuan dengan Regan.Ia keluar dari mobilnya bersama dengan Kayden setibanya di basement parkiran.Mereka menuju ke lift yang mengantar mereka ke tempat yang sudah dijanjikan.Regan sepertinya berniat menipu Kayden habis-habisan karena mengatur pertemuan di tempat semewah ini. Pria itu menyebutkan membawa proposal investasi yang menjanjikan dan meminta Kayden segera datang.Tempatnya sudah lebih dulu dipastikan oleh Rowan, yang mengatakan bahwa benar Regan datang ke sini.Di dalam ruangan itu, setelah salah seorang staf hotel membawa keduanya masuk, mereka tak menjumpai siapapun di dalam sana.“Tidak ada orang,” kata Evan, menoleh pada Kayden yang alisnya berkerut, mencium sesuatu yang tidak beres.“Sepertinya bukan Regan yang datang ke sini, Evan Lee,” balasnya.“Ya?”“Bau parfum ini bukan miliknya seperti yang aku cium di hari kita bertemu.”Evan tahu Kayden itu sensitif terhadap
Lebih dari seratus delapan puluh detik Liora memeluknya hingga Cherry lebih dulu menarik diri.Ia menyeka air matanya kemudian berujar, “Jangan memeluk saya yang seorang wanita murahan ini, Nona.”Liora memberinya gelengan. “Aku tahu kamu tidak pernah berniat jatuh di dalam pekerjaan itu.”Cherry tidak menjawab, matanya kembali basah dan berkabut.“Kamu mengorbankan apapun yang kamu punya, sebisamu agar bisa menyelamatkan adikmu. Karena aku pernah ada di posisimu, Cherry.”Gadis itu menatap Liora. Netranya telah kehilangan arah, kekuatannya untuk bertahan hidup telah tiada.Ia lalu mendorong napasnya, kembali memaksakan senyumnya saat serak suaranya terdengar.“Terima kasih untuk sudah datang, Nona Liora, Tuan Kayden dan Pak Evan.”“Sama-sama,” balas Liora.“Apa yang kamu rencanakan setelah ini?” tanya Kayden setelah ia mensejajari Liora dan berdiri di sampingnya. “Aku harap kamu tidak akan kembali lagi ke tempat itu.”‘Tempat itu’ yang dikatakan oleh Kayden ... mereka tahu itu adalah
Suara getar ponsel yang datang dari atas meja sudah beberapa kali terdengar, Liora tahu itu adalah ponsel milik Kayden.Tetapi prianya itu tidak kunjung mengangkatnya karena masih disibukkan oleh sesuatu.“A-angkatlah dulu,” pinta Liora.Menatap Kayden dengan mata sayunya, pada si pemilik nama yang masih tak berhenti bergerak di atasnya, menunduk dan malah memberinya ciuman seolah itu adalah isyarat keras agar sebaiknya Liora diam.Pagi sudah menyingsing, seharusnya mereka sudah memulai aktivitas rutin seperti pagi biasanya tapi yang terjadi justru hal lainnya.Beberapa saat yang lalu Liora tak sengaja menyentuh bagian sensitif pada tubuh Kayden. Ia mengatakan ia tidak bermaksud menggodanya tetapi penjelasan itu gagal sebab yang terjadi adalah ....“Ahh—“ erangannya terdengar saat Kayden menjangkaunya semakin dalam.Benar ... panasnya sebuah percintaan.Sekalipun semalam mereka telah menghabiskan sebagian waktu dengan membakar tubuh hingga berpeluh.“J-jawablah dulu, Kayden, siapa tah
“T-tiba-tiba saja?” tanya Kayden memastikan. Tapi aksinya jauh lebih cepat daripada tanya itu. Tangannya lincah menguraikan jas yang ia kenakan setelah meletakkan jam tangan mahalnya di dekat wastafel. Vest, dasi dan kemejanya raib, melayang ke keranjang pakaian kotor. Beberapa detik setelahnya ia tiba di hadapan Liora, menunduk saat gadisnya itu berjinjit mengimbangi tinggi tubuhnya. Bibir mereka bertemu dalam pagutan dan lumatan yang membuat Kayden terpaksa harus menghentikan Liora untuk beberapa saat. “T-tunggu, Cintaku,” bisiknya. Mata Liora tampak sayu saat ia menengadah dan bertemu pandang dengan Kayden. “Ada apa?” tanya Kayden lagi. “T-tubuhku rasanya ... kepanasan,” jawabnya. “Seperti ... saat malam aku bertemu denganmu pertama kali.” Alis lebat Kayden berkerut nyaris bersinggungan. Ia mengerjap sebelum menyadari apa arti ucapan Liora. “Obat yang diberikan Adrian tadi ... mungkin ada ....” ‘Perangsangnya,’ sambung Liora dalam hati. Tahu akan ke mana arah kalimat Kayde
Liora tahu bahwa Kayden masih tak menerima usulannya begitu saja. Maka, untuk mendapatkan hati prianya itu sepenuhnya, Liora memberi sebuah ide. Ide yang membuat naluri ‘pembunuh’ di dalam diri Kayden terlampiaskan. Bukankah Kayden ingin menghajar Adrian atas kekurangajarannya selama ini? “Dengar—“ bisik Liora dengan jemarinya yang masih menyusuri dagu dan rahang tegas Kayden. “Aku punya ide yang bagus.” “Apa?” tanya Kayden, hampir enggan tetapi karena Liora yang bicara sehingga ia tetap mendengarnya. “Nanti, saat Adrian sudah menculikku dan membawaku ke dalam apartemen yang dikatakan oleh Cherry, kamu hubungilah Seattle Fire Department.” “Untuk apa, Sayangku?” “Minta mereka untuk membuka inflatable cushion air bags milik mereka di bawah. Tanyakan pada Cherry pada lantai berapa apartemennya berada. Kamu beri Adrian pelajaran dengan melemparnya dari lantai itu. Semakin tinggi, dia akan semakin ketakutan saat kamu menggertaknya.” Apakah ... berhasil? Liora menerkanya dalam hati,
Saat itu juga, tanpa pikir panjang Evan menghubungi Kayden. Ia tidak mengira akan ada situasi seperti ini, yang jelas sangat membahayakan Evermore dan stabilitasnya yang rawan guncangan karena ada di puncak. Kayden memberi jawaban bahwa Evan bisa membawa Cherry ke rumahnya, untuk bertemu secara langsung. Sudah larut malam saat Evan dan Leah tiba di halaman rumah besar itu. Liora yang pertama menyambut mereka dan mempersilakan ketiganya masuk. Di ruang tamu, sejak Kayden mengatakan bahwa Evan akan datang bersama tamu yang akan membuat mereka tahu seperti apa Adrian sebenarnya ... ia dilanda keresahan. Resah bahwa ia pernah jatuh cinta pada seorang pria yang kaya harta tetapi miskin akhlak. Cherry mengatakan kembali apa yang tadi diucapkannya pada Evan. Bahwa adik perempuannya adalah seorang artis pendatang baru yang dilecehkan dan diperkosa oleh Adrian di salah satu lokasi syuting. “Dia mengalami depresi berat saat tahu dia hamil, Tuan Kayden,” ucap Cherry. “Dia menuntut t