Share

Bab 4

Author: Azalea
last update Huling Na-update: 2025-04-23 18:02:12

Dimas tertegun, ia buru-buru menjauh.

Astaghfirullah. Apa yang kau lakukan, Dimas!

Lelaki itu merutuki dirinya karena terbawa suasana sampai menenangkan Adeline dengan cara memeluk wanita itu.

Adeline menyeringai. “Sudah kuduga.” Ia beranjak, naik ke atas ranjang dan meringkuk di sana.

Sedangkan Dimas menunggu di ambang pintu. Art yang seharusnya selalu di rumah tadi sempat pergi ke apotik, Dimas menunggunya kembali untuk membersihkan kamar Adeline.

Bagaimanapun ia tidak akan mungkin berlama-lama di kamar majikannya. Kejadian saat itu kembali berputar di benak Dimas membuat ia kembali merasa bersalah. Rasanya ia ingin memutar waktu agar tidak melakukan kesalahan fatal itu.

Dengan gelisah Dimas berdiri kaku di sana. Jika ditinggalkan, Dimas takut Adeline kembali nekat. Ia tidak tahu sedalam apa luka batin sang nyonya sampai hampir melakukan hal gila.

“Tutup pintunya dan pergi, Dimas!”

Mendengar perintah itu Dimas tersentak. “Tapi, Nyo-”

“Aku tidak suka mengulang perintah.”

Dimas menutup pintu kamar itu, tidak rapat, menyisakan sedikit celah. Bukan untuk kurang ajar, ia hanya ingin memastikan Adeline baik-baik saja.

Apa aku telepon Tuan ya.

Lelaki itu baru saja mengeluarkan ponsel dari saku celananya sebelum suara Adeline kembali terdengar.

“Jangan katakan apapun pada suamiku!” Adeline seolah bisa melihat apa yang dilakukan Dimas meski terhalang pintu.

Kalau sudah mendapat perintah, maka Dimas tidak akan berani. Dari awal bekerja, ia tidak pernah mau membuat kesalahan apapun. Tapi kesalahan terbesarnya sudah dilakukan.

“Ada apa, Dim?”

“Bik, tolong bersihkan pecahan kaca di kamar Nyonya ya.”

“Ada apa?”

Dimas menggeleng. “Aku tidak tahu awalnya tapi cermin di kamar Nyonya pecah, bahkan … Nyonya hampir bunuh diri.”

Bik Atin terbelalak. “Apa? Mana mungkin.”

Puluhan tahun bekerja untuk keluarga Adeline, Bi Atin tidak menyangka Adeline hampir bunuh diri karena setahunya Adeline bukan sosok wanita yang lemah.

“Saya tinggal ya, Bi. Kalau ada apa-apa panggil.”

Bik Atin masuk ke dalam kamar itu dan membersihkan pecahan kaca yang berserakan.

“Bik, ambilkan teh hangat ya,” pinta Adeline dengan mata terpejam.

“Iya, Nyonya.”

Setelah Bik Atin keluar, Adeline menghubungi seseorang.

“Cari tahu apa yang dilakukan suamiku di luar. Retas ponselnya, aku butuh sekarang.”

Adeline tidak akan diam lagi, cukup lima tahun ini ia menjadi wanita bodoh.

“Siap, tunggu lima menit, Bu.”

Sambungan telepon terputus.

Bik Atin kembali dengan teh hangat yang dibawanya.

“Aku lapar, Bik.” Adeline turun dari ranjang, ia menyambar cardigan panjang di atas sofa lalu keluar lebih dulu.

Wanita satu ini bersikap seolah tidak ada yang terjadi barusan. Moodnya mudah sekali berubah. Sekarang malah dengan santainya minta makan.

“Nyonya mau apa?”

“Apa ya?” Adeline tampak berpikir keras, keningnya berkerut dalam. “Biasanya Bibik kalau malam-malam begini suka makan apa?” Ia malah balik bertanya.

Meski merasa aneh, Bik Atin tetap menjawab. “Mie kuah pakai telur sama sayur.”

“Aku mau.” Membayangkannya saja sudah membuat Adeline meneguk ludah.

“Benar mau?”

“Iya. Aku sudah lapar sekali.”

Baru kali ini Adeline menginginkan makanan yang selama hidup ia hindari. Adeline adalah sosok pecinta kesehatan, ia selalu melakukan pola makan dan pola hidup yang sehat tapi malam ini tiba-tiba ingin mie instan.

“Bik, kenapa malah bengong.”

“Eh iya.” Untungnya ada persedian dan itu hanya dimasak oleh para karyawan saja bukan tuan rumah.

“Ada mangga?”

“Ada. Sebentar.”

“Biar aku yang potong. Bibik masak mie saja.”

Bik Atin membawa satu buah mangga matang dan juga pisau. Ia ragu kalau Adeline bisa melakukannya.

Adeline memotong mangga itu dari bagian tengah tanpa mengupasnya. Ia tampak kesusahan karena memang caranya yang salah. Biasanya ia hanya tinggal makan saja.

Bi Atin melihat itu langsung menghampiri setelah mendidihkan air.

“Biar Bibik saja.”

“Tidak. Aku bisa.” Adeline menolak padahal nyatanya ia benar-benar tidak bisa. “Aku mau sayurnya dibanyakin ya, Bik.”

“Iya, Nyonya.” Bik Atin kembali ke depan kompor membiarkan Adeline berkutat dengan mangga dan pisau.

Adeline menarik kembali pisau yang sudah tertancap itu, mencoba lagi untuk mengirisnya namun ponsel wanita itu berdenting. Sebuah pesan masuk.

Pesan dari orang kepercayaan papinya.

[Aku baru saja keguguran, kamu tega meninggalkan aku. Selama ini aku diam, kalau kamu terus begini jangan salahkan aku kalau aku membongkar hubungan kita.]

[Kenapa kamu banyak sekali menuntut hah? Selama ini aku bahkan menuruti permintaanmu untuk tidak menyentuh Adel. Sampai detik ini, aku memegang janjiku, Sitta. Kalau kamu terus seperti ini, kamu akan menyesal.]

Dada Adeline bergemuruh membaca pesan hasil retasan dari ponsel Bram. Pesan itu baru 1 jam lalu dikirim.

“Bangs*t! Kamu berani mempermainkan aku, Mas!” Giginya beradu pertanda amarah bergelora, pisau di tangannya digenggam erat sampai ia tidak menyadari telapak tangannya terluka.

“Nyonya.” Bik Atin terpekik melihat darah mengucur dari telapang tangan Adeline.

Akan kubalas dengan hal sama. Kupastikan kamu lebih menderita dariku, Bramasta!

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Malam Panas Bersama Istri Majikan   Bab 22

    Hati Bram teriris melihat begitu memprihatinkan kondisi istrinya saat ini. seorang Adeline Putri Wirakusuma yang begitu cantik paripurna sekarang tampak lusuh tak terawat.“Del.” Mata Bram memanas, ada rasa lega setelah lima tahun lamanya mencari keberadaan Adeline, sekarang wanita itu ada di hadapannya tanpa dicari.“Sayang, ayo pulang.” Adeline menghampiri Batari dan menggendongnya.Ia sama sekali tidak memperdulikan keberadaan Bram yang terus memperhatikannya.“Kamu mau kemana? Kita pulang, sayang.” Bram menahan langkah Adeline.“Maaf, Anda mungkin salah orang, Pak!” Adeline menepis tangan Bram.Ya, mungkin kalau dilihat sekilas tentu tidak akan ada yang percaya kalau wanita ini adalah Adeline, pewaris tunggal keluarga Wirakusuma.“Jangan begini, Del. Sudah cukup lima tahun ini aku tersiksa setelah kepergianmu. Mami juga merindukanmu.”Adeline menyeringai, ia terus saja melangkah. Aku dikhawatirkan karena takut tidak ada yang meneruskan perusahaan, bukan khawatir orang tua pada ana

  • Malam Panas Bersama Istri Majikan   Bab 21

    5 Tahun Kemudian. “Dek, mau kemana? Sudah kamu di rumah saja, biar aku yang mengantar Tari.” Dimas menahan Erina yang akan bangkit dari tempat tidur. Kondisi Erina memang kurang sehat. Beruntung hari ini Dimas tidak memiliki kesibukan apapun. Sedangkan toko kelontong milik mereka dijaga oleh dua orang karyawan, meski bukan toko besar tapi setiap hari selalu ramai. Rezeki mereka mengalir begitu deras. Mungkin itu dari kelapangan hati Erina yang ikhlas merawat darah daging suaminya dari wanita lain. Karena tidak semua wanita akan kuat melakukan itu. “Tapi, Mas-” “Sayang, kamu sedang tidak sehat. Sudah diam saja di rumah, aku tidak lama. Hanya mengantar Tari setelah itu langsung pulang.” “Ayah, Ayah.” Suara cempreng itu terdengar melengking. “Lihat, putri kita sangat cerewet.” Dimas terkekeh. “Aku berangkat dulu ya.” Dimas mendaratkan kecupan di kening sang istri sebelum keluar kamar. Kehidupan mereka sudah kembali normal semenjak kehadiran Mentari. Erina sudah lama meng

  • Malam Panas Bersama Istri Majikan   Bab 20

    [Maaf, maaf, maaf. Aku benar-benar menyesal sudah menjerumuskan Dimas. Perbuatanku sudah sangat melukaimu. Aku mohon jangan tinggalkan Dimas, dia tidak salah. Aku yang salah, aku yang menggodanya. Sesuai permintaanmu. Rawatlah bayi ini dengan baik, kamu juga ibunya. Sekali lagi maafkan aku, aku harap kalian bahagia. Adeline.]Tidak mudah bagi seorang ibu menyerahkan anaknya untuk dirawat orang lain, namun Adeline merelakannya. Ia ingin menebus dosa yang pernah dilakukan.“Ja-jadi ... bayi ini ....” Erina benar-benar tidak menyangka kalau Adeline menyerahkan bayi itu padanya.Sebelumnya Erina bahkan sudah berpikir buruk, sekarang malah anak yang dimintanya sudah ada di depan mata.“Bawa masuk dulu, Dek. Kasihan di luar dingin.”“Iya, Mas.”Sebelum masuk. Dimas mengarahkan pandangannya ke seluruh arah untuk mencari keberadaan Adeline tapi nihil, tidak ada siapapun di sana.“Ini benar-benar anak yang Mbak Adel lahirkan.” Erina menatap gelang yang bertuliskan tanggal lahir di lengan mungi

  • Malam Panas Bersama Istri Majikan   Bab 19

    “Kita bisa punya anak sendiri, sayang. Tidak ada yang tidak mungkin bagi Tuhan untuk memberikannya lagi. Kalaupun takdir kita hanya berdua, aku tidak masalah. Mbak Adel lebih berhak atas anak itu, bahkan nasabnya pun bukan padaku.”Erina menyeringai. “Sekarang saja kamu bicara begitu, Mas. Tidak ada yang menjamin nantinya kamu bosan dan meninggalkanku.”Dimas meraih tangan Erina, digenggamnya erat. “Dengarkan aku baik-baik, sayang. Aku tidak hanya berjanji padamu, orang tuamu dan orang tuaku. Aku berjanji pada Tuhan untuk selalu ada disampingmu seberat apapun masalah yang kita jalani. Aku tahu kamu terluka karena perbuatanku tapi aku minta satu kesempatan. Apa tidak bisa?” Matanya sudah berembun.Kilasan momen kebahagiaan tiba-tiba melintas dalam benak Erina. Selama ini Dimas memperlakukannya dengan baik, menjadikan Erina seperti istri yang sangat beruntung. Bahkan Dimas yang selalu mengalah saat ada masalah meskipun masalah itu timbul karena Erina.“Maafkan aku, maafkan aku.” Tubuh D

  • Malam Panas Bersama Istri Majikan   Bab 18

    “Aku-”“Tidak perlu dijawab. Kamu pasti tidak bisa memilih. Mungkin di hatimu kamu memilih anak itu tapi di mulut kamu memilihku.”“Bukan-”“Kamu urus saja sendiri. Aku juga nanti punya kesibukan, aku mau mulai bekerja.”“Kamu tidak usah bekerja, biar aku yang bekerja. Kamu di rumah saja dan-”“Dan duduk diam, melamun, meratapi nasib malang yang menimpaku,” sambungnya.Berada di rumah, Erina akan terus berlarut dalam kesedihan. Sebelum bertemu Dimas ia juga bekerja di salah satu toko pakaian. Sekarang ia juga ingin punya kegiatan lagi.Seharusnya kesibukannya bersama dengan bayi mungil yang baru ia lahirkan, tapi semua itu hanya sebatas mimpi saat Tuhan mengambil kembali malaikat kecil yang dititipkan di rahim Erina.“Memangnya mau kerja dimana? Kamu baru selesai operasi, jangan dulu banyak gerak, tidak boleh mengangkat yang berat-berat.”“Nanti setelah kondisiku memungkinkan, aku akan bekerja di toko sembangko Bu Ema.”“Tapi janji harus pulih dulu ya.”“Hm.”Sebenarnya Dimas ingin se

  • Malam Panas Bersama Istri Majikan   Bab 17

    “Kamu marah padaku, sakiti aku, jangan sakiti dirimu sendiri.” Bram ingat saat Bi Atin mengatakan Adeline melukai tangannya sendiri dengan pisau dan ia yakin itu adalah kali pertama Adeline tahu perselingkuhannya.Adeline tidak merespon apapun, ia berdiri mematung, fokusnya pada pelipis Bram yang berdarah.Susah payah wanita hamil itu mengendalikan emosi dan mengelola stres, sekarang Bram datang dan membuat semuanya jadi kacau.Lelaki itu berjongkok untuk memungut pecahan vas bunga dengan tangan kosong, takut kalau Adeline tak sengaja menginjaknya. Rasa sakit karena istrinya dihamili lelaki lain tidak sebanding dengan besarnya cinta pada wanita itu.Waktu yang begitu singkat tapi Adeline berhasil memenuhi relung hati Bram. Sebenarnya Bram saja yang baru menyadari jika istrinya sangat berharga, ia sudah punya rasa dan tersentuh dengan pengabdian Adeline sebagai istri tapi selalu ditepisnya jauh-jauh. Karena apa? Tentu saja pengaruh dari Sitta.“Tenangkan dirimu, aku akan pulang.”Sete

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status