Share

Bab 5

Penulis: Azalea
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-23 18:02:21

Sekali bertindak, Adeline bisa langsung mengetahui semuanya bahkan hanya dalam waktu lima menit saja. Lima tahun ini ia sudah cukup sabar dan diam, rasa cintanya pada Bram yang mulai muncul harus dimusnahkan karena lelaki itu tak punya perasaan.

Adeline hanya mencinta seorang diri. Wanita tulus pun akan pergi saat keberadaannya tak dihargai.

“Lepas, Nyonya. Tangan Nyonya terluka.” Bik Asih cemas karena darah terus mengucur dan Adeline tak kunjung melepaskan pisau itu dari tangannya.

Wajahnya sama sekali tidak menunjukkan rasa sakit karena luka di tangannya tidak sebanding dengan luka di hatinya yang kembali disiram air garam.

“Nyonya, Bibik mohon lepas, Nya.” Bik Atin semakin ketakutan.

Wanita cantik itu menarik napas dalam-dalam, genggaman tangannya mengendur hingga pisau penuh darah itu terjatuh.

“Dimas, Dimas!” Bik Atin memanggil Dimas.

Dimas berlari dari kamarnya. Ia terbelalak melihat kondisi tangan Adeline dan darah yang mengotori meja dapur.

“Siapkan mobil. Kita bawa Nyonya ke rumah sakit.”

“Tidak. Aku baik-baik saja.” Adeline mengulum senyum, ponsel di tangannya dia taruh dengan kasar.

“Kalau sampai ada apa-apa nanti Bibik dan Dimas yang dipecat, Nyonya. Kita ke rumah sakit ya.” Itu cara ampuh Bik Atin untuk membujuk sang nyonya.

Akhirnya Adeline menyerah, ia tahu dirinya tidak boleh lemah.

*

“Ini tangan kamu kenapa sebenarnya?” Bram yang biasanya tak peduli kini tampak khawatir.

“Hanya luka kecil, Mas.” Adeline mengulas senyum manis menyembunyikan luka hatinya yang menganga.

“Bik Atin hanya bilang kamu dibawa ke rumah sakit. Tidak bilang penyebabnya.”

Adeline menatap lelaki itu dengan sorot mata sendu. “Kamu masih marah padaku, Mas?”

Bram menghela napas berat, ia ingat tadi malam meninggalkan Adeline dalam keadaan marah.

Lelaki itu berlutut, menggenggam tangan sang istri.

Melihat itu membuat Adeline mengernyit heran karena Bram tidak pernah seperti ini.

“Maafkan aku. Aku sedang banyak pikiran dan melampiaskannya padamu. Aku janji tidak akan begitu lagi.”

“Tidak apa, Mas. Aku juga yang salah karena tidak tahu situasi. Mas sudah sarapan?” Tangan wanita itu terangkat mengusap rahang tegas sang suami.

Darah Bram tiba-tiba berdesir, ia tidak pernah seintim ini dengan Adeline. Ditatapnya wajah ayu sang istri, mata sendu dan bibir merekah indah.

Bodoh sekali aku selama ini. Kenapa aku mengabaikannya karena wanita yang bahkan tidak pernah menghargaiku. Sebelum terlambat, aku akan memperbaiki hubunganku dengan Adel.

Ketampanannya di atas rata-rata, banyak wanita yang mengincarnya meski dijadikan selir. Tapi Bram bukan lelaki yang akan sembarangan berhubungan dengan wanita, meskipun itu dulu sebelum menikah. Bram setia pada orang yang salah, Sitta tidak pernah menghargainya. Malah Bram yang selalu dikendalikan wanita itu. Mereka sudah sepuluh tahun bersama dan Sitta selalu mendominasi hingga akhirnya Bram ada di titik lelah dan memilih menyerah.

Tadi malam, ia sudah mengakhiri hubungannya dengan Sitta. Dan Adeline tahu itu, ia hanya diam tidak mengatakan apapun soal perselingkuhan Bram meski rasanya ingin sekali berteriak memaki lelaki itu. Menancapkan kuku di wajah rupawan Bram.

“Mas, kenapa melamun?”

“Kita cari sarapan di luar ya.”

“Di luar?”

“Iya. Kamu mau sarapan apa?”

“Mas, kamu ‘kan harus ke kantor. Bagaimana kalau nanti saja makan siang, aku akan bawa bekal ke kantor?” Adeline memasang tampang seceria mungkin.

Pernah sekali Adeline datang ke kantor Bram saat awal-awal menikah tapi tidak mau lagi karena terlanjur sakit hati, lelaki itu memilih untuk makan di luar, katanya bersama klien padahal bersama Sitta.

“Ya sudah. Kalau begitu aku mandi dulu.”

Kecupan mendarat di kening Adeline membuat jantungnya berdenyut nyeri. Andai Bram tidak selingkuh, ia akan sangat bahagia diperlakukan semanis ini oleh semuanya. Tapi kenyataan tidak sesuai dengan harapan.

Suka atau tidak, Adeline harus menerimanya.

“Apa semua lelaki begitu? Harus punya pemain utama dan juga cadangan.” Adeline menyeringai.

*

“Dim, kunci mobil mana?”

“Nyonya mau kemana? Biar saya antar.”

“Tidak usah. Aku pergi sendiri, aku mau ke kantor suamiku.”

Dimas gegas mengambilkan kunci mobil dan menyerahkannya pada sang nyonya.

“Nyonya.”

Langkah Adeline terhenti. Wanita itu berbalik.

“Tidak usah lagi membahas yang pernah terjadi, kecuali kau menginginkannya lagi.”

Dimas tersentak dengan perkataan Adeline yang diluar dugaan. Buru-buru ia mengalihkan pembicaraan.

“Bukan itu. Saya mau izin pulang kampung, dua bulan lagi istri saya melahirkan.”

“Terserah.” Adeline menjawab singkat lalu melangkah menjauh.

“Kok terserah? Dimas meringis. Ia jadi bingung dengan maksud kata terserah itu, ia tahu wanita itu kadang mengatakan sesuatu yang tidak sesuai keinginannya. Semua wanita sama.

Masalahnya tadi Dimas sudah izin pada Bram dan lelaki itu mengatakan Dimas izin saja pada Adeline karena Bram masih bisa pergi seorang diri kemana-mana sedangkan Adeline harus ada yang menemani. Bram tidak percaya untuk mencari supir lain, ia tidak tahu saja karyawan yang sangat dipercayanya itu sudah meniduri istrinya.

Entah semarah apa lelaki itu saat tahu.

“Dim, jangan main-main pada Nyonya Adel.”

Dimas terlonjak kaget, mengusap dadanya. “Bibik membuatku kaget saja.”

“Bibik lihat waktu itu Nyonya keluar dari kamarmu saat pagi hari. Kalau Tuan Bram tahu mungkin kamu hanya dipecat tapi kalau sampai Papinya Nyonya Adel tahu, mungkin kamu tinggal nama.”

Tubuh Dimas menegang, tangannya tiba-tiba dingin.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Malam Panas Bersama Istri Majikan   Bab 22

    Hati Bram teriris melihat begitu memprihatinkan kondisi istrinya saat ini. seorang Adeline Putri Wirakusuma yang begitu cantik paripurna sekarang tampak lusuh tak terawat.“Del.” Mata Bram memanas, ada rasa lega setelah lima tahun lamanya mencari keberadaan Adeline, sekarang wanita itu ada di hadapannya tanpa dicari.“Sayang, ayo pulang.” Adeline menghampiri Batari dan menggendongnya.Ia sama sekali tidak memperdulikan keberadaan Bram yang terus memperhatikannya.“Kamu mau kemana? Kita pulang, sayang.” Bram menahan langkah Adeline.“Maaf, Anda mungkin salah orang, Pak!” Adeline menepis tangan Bram.Ya, mungkin kalau dilihat sekilas tentu tidak akan ada yang percaya kalau wanita ini adalah Adeline, pewaris tunggal keluarga Wirakusuma.“Jangan begini, Del. Sudah cukup lima tahun ini aku tersiksa setelah kepergianmu. Mami juga merindukanmu.”Adeline menyeringai, ia terus saja melangkah. Aku dikhawatirkan karena takut tidak ada yang meneruskan perusahaan, bukan khawatir orang tua pada ana

  • Malam Panas Bersama Istri Majikan   Bab 21

    5 Tahun Kemudian. “Dek, mau kemana? Sudah kamu di rumah saja, biar aku yang mengantar Tari.” Dimas menahan Erina yang akan bangkit dari tempat tidur. Kondisi Erina memang kurang sehat. Beruntung hari ini Dimas tidak memiliki kesibukan apapun. Sedangkan toko kelontong milik mereka dijaga oleh dua orang karyawan, meski bukan toko besar tapi setiap hari selalu ramai. Rezeki mereka mengalir begitu deras. Mungkin itu dari kelapangan hati Erina yang ikhlas merawat darah daging suaminya dari wanita lain. Karena tidak semua wanita akan kuat melakukan itu. “Tapi, Mas-” “Sayang, kamu sedang tidak sehat. Sudah diam saja di rumah, aku tidak lama. Hanya mengantar Tari setelah itu langsung pulang.” “Ayah, Ayah.” Suara cempreng itu terdengar melengking. “Lihat, putri kita sangat cerewet.” Dimas terkekeh. “Aku berangkat dulu ya.” Dimas mendaratkan kecupan di kening sang istri sebelum keluar kamar. Kehidupan mereka sudah kembali normal semenjak kehadiran Mentari. Erina sudah lama meng

  • Malam Panas Bersama Istri Majikan   Bab 20

    [Maaf, maaf, maaf. Aku benar-benar menyesal sudah menjerumuskan Dimas. Perbuatanku sudah sangat melukaimu. Aku mohon jangan tinggalkan Dimas, dia tidak salah. Aku yang salah, aku yang menggodanya. Sesuai permintaanmu. Rawatlah bayi ini dengan baik, kamu juga ibunya. Sekali lagi maafkan aku, aku harap kalian bahagia. Adeline.]Tidak mudah bagi seorang ibu menyerahkan anaknya untuk dirawat orang lain, namun Adeline merelakannya. Ia ingin menebus dosa yang pernah dilakukan.“Ja-jadi ... bayi ini ....” Erina benar-benar tidak menyangka kalau Adeline menyerahkan bayi itu padanya.Sebelumnya Erina bahkan sudah berpikir buruk, sekarang malah anak yang dimintanya sudah ada di depan mata.“Bawa masuk dulu, Dek. Kasihan di luar dingin.”“Iya, Mas.”Sebelum masuk. Dimas mengarahkan pandangannya ke seluruh arah untuk mencari keberadaan Adeline tapi nihil, tidak ada siapapun di sana.“Ini benar-benar anak yang Mbak Adel lahirkan.” Erina menatap gelang yang bertuliskan tanggal lahir di lengan mungi

  • Malam Panas Bersama Istri Majikan   Bab 19

    “Kita bisa punya anak sendiri, sayang. Tidak ada yang tidak mungkin bagi Tuhan untuk memberikannya lagi. Kalaupun takdir kita hanya berdua, aku tidak masalah. Mbak Adel lebih berhak atas anak itu, bahkan nasabnya pun bukan padaku.”Erina menyeringai. “Sekarang saja kamu bicara begitu, Mas. Tidak ada yang menjamin nantinya kamu bosan dan meninggalkanku.”Dimas meraih tangan Erina, digenggamnya erat. “Dengarkan aku baik-baik, sayang. Aku tidak hanya berjanji padamu, orang tuamu dan orang tuaku. Aku berjanji pada Tuhan untuk selalu ada disampingmu seberat apapun masalah yang kita jalani. Aku tahu kamu terluka karena perbuatanku tapi aku minta satu kesempatan. Apa tidak bisa?” Matanya sudah berembun.Kilasan momen kebahagiaan tiba-tiba melintas dalam benak Erina. Selama ini Dimas memperlakukannya dengan baik, menjadikan Erina seperti istri yang sangat beruntung. Bahkan Dimas yang selalu mengalah saat ada masalah meskipun masalah itu timbul karena Erina.“Maafkan aku, maafkan aku.” Tubuh D

  • Malam Panas Bersama Istri Majikan   Bab 18

    “Aku-”“Tidak perlu dijawab. Kamu pasti tidak bisa memilih. Mungkin di hatimu kamu memilih anak itu tapi di mulut kamu memilihku.”“Bukan-”“Kamu urus saja sendiri. Aku juga nanti punya kesibukan, aku mau mulai bekerja.”“Kamu tidak usah bekerja, biar aku yang bekerja. Kamu di rumah saja dan-”“Dan duduk diam, melamun, meratapi nasib malang yang menimpaku,” sambungnya.Berada di rumah, Erina akan terus berlarut dalam kesedihan. Sebelum bertemu Dimas ia juga bekerja di salah satu toko pakaian. Sekarang ia juga ingin punya kegiatan lagi.Seharusnya kesibukannya bersama dengan bayi mungil yang baru ia lahirkan, tapi semua itu hanya sebatas mimpi saat Tuhan mengambil kembali malaikat kecil yang dititipkan di rahim Erina.“Memangnya mau kerja dimana? Kamu baru selesai operasi, jangan dulu banyak gerak, tidak boleh mengangkat yang berat-berat.”“Nanti setelah kondisiku memungkinkan, aku akan bekerja di toko sembangko Bu Ema.”“Tapi janji harus pulih dulu ya.”“Hm.”Sebenarnya Dimas ingin se

  • Malam Panas Bersama Istri Majikan   Bab 17

    “Kamu marah padaku, sakiti aku, jangan sakiti dirimu sendiri.” Bram ingat saat Bi Atin mengatakan Adeline melukai tangannya sendiri dengan pisau dan ia yakin itu adalah kali pertama Adeline tahu perselingkuhannya.Adeline tidak merespon apapun, ia berdiri mematung, fokusnya pada pelipis Bram yang berdarah.Susah payah wanita hamil itu mengendalikan emosi dan mengelola stres, sekarang Bram datang dan membuat semuanya jadi kacau.Lelaki itu berjongkok untuk memungut pecahan vas bunga dengan tangan kosong, takut kalau Adeline tak sengaja menginjaknya. Rasa sakit karena istrinya dihamili lelaki lain tidak sebanding dengan besarnya cinta pada wanita itu.Waktu yang begitu singkat tapi Adeline berhasil memenuhi relung hati Bram. Sebenarnya Bram saja yang baru menyadari jika istrinya sangat berharga, ia sudah punya rasa dan tersentuh dengan pengabdian Adeline sebagai istri tapi selalu ditepisnya jauh-jauh. Karena apa? Tentu saja pengaruh dari Sitta.“Tenangkan dirimu, aku akan pulang.”Sete

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status