Sementara Niko yang sudah berada di dalam kamar tersebut langsung mencumbu gadis pemberian Resa tanpa ampun. Ia melumat rakus bibir gadis itu. Tak peduli si gadis kesulitan bernapas. “Sayang sekali jika gadis sepertimu dianggurin,” ucapnya seraya mendorong kasar gadis tersebut. “Ah, Tuan nakal sekali,” sahut si gadis yang menyukai perlakuan Niko. Ya, gadis itu tak merasa risih dengan perlakuan Niko yang sedikit kasar. Bahkan saat ia baru saja mencoba bangkut untuk meraih tubuh Niko, lelaki itu mendorongnya kasar lagi ke atas kasur. Tampaknya gadis itu pantang menyerah pada Niko, ia terus bangkit hingga berhasil membawa tubuh lelaki itu tersungkur di atas kasur. Tanpa ampun gadis itu langsung menimpa tubuh Niko yang sudah terlentang di ranjang empuk. “Aku akan memuaskanmu, Tuan,” seru si gadis itu dengan nada nakal. Niko tak berdaya. Bukan tak berdaya, ia tampaknya menikmati perlakuan gadis nakal di atas tubuhnya. Ia tak menolak gadis itu menyusup pada tubuhnya dan melucuti satu p
Niko mendorong tubuh Resa kasar, mengalirkan rasa kesalnya sebelum ia memutar tubuhnya menatap tajam pada sosok Sean yang berdiri tak jauh darinya. Benar, Sean berada di sana menemui salah satu pengunjung yang keluar dari pintu belakang bordil tersebut. indera penglihatannya berselancar mengikuti gerak tubuh Sean.“Frans?” gumannya lagi.Langkah kaki Niko bergerak cepat mengikuti keberadaan Sean. Tubuhnya terasa terbakar penuh emosi. Ia merasa dipermainkan dan terjebak dalam permainan saudara tirinya.Benar, itu adalah rencana Sean. Setelah Niko keluar dari ruang kerjanya, ia tengah menyelidiki perkembangan hotel yang dikelola oleh saudara tirinya. Ia menerima keluhan beberapa koleganya yang menanam saham pada hotel tersebut.Sean tak pernah membiarkan seluruh perusahaan ayahnya lepas dari kendalinya. Semuanya berada di bawah tanggung jawabnya. Hingga ia tertuju pada salah satu koleganya dan percakapan pak Sadin saat memberikan laporan tentang Resa.Tangan Sean langsung meraih laci me
“Terima kasih, Tuan Sean. Saya tidak akan melupakan kebaikanmu,” ucap seorang lelaki paruh baya yang duduk di kursi belakang kemudi pada Sean.“Sama-sama, Tuan Samuel. Saya harap kita akan terus saling bekerja sama dan saling membantu,” jawab Sean sesantun mungkin.“Tentu saja, Tuan Sean. Saya menghargai usahamu!”Lelaki tersebut yang bernama Samuel, melirik sebentar ke arah kursi depan samping kemudi. Di sana Frans, pemuda yang disambut Sean saat keluar dari rumah bordil. Pemuda itu adalah anak lelaki Samuel.Potret pemuda itulah yang membuat senyuman Sean mengembang sempurna saat siang tadi. Dia adalah anak dari salah satu pemegang saham yang berencana menarik sahamnya dari hotel yang dikelola oleh Niko. Sean menggunakan Frans yang s
Sudah lewat tengah malam, kedua bola Zia masih enggan tertutup. Ia masih gelisah di atas ranjangnya dengan pikiran tak karuan. Kemudian ia langsung bangkit dari baringnya dan meraih ponselnya.“Apa yang sedang kamu rencanakan, Paman? Sore kamu memberikan pengakuan cinta, tetapi langsung menghilang. Seharusnya ‘kan malam ini kita sedang berdua bermesraan kek, atau apa kek,” gerutu gadis itu kesal. “Bahkan kamu pergi saja tanpa ngasih tahu,”Wajah Zia terlihat memerah menahan emosinya. Tangannya lalu bergulir pada layar ponselnya, mencari kontak nama Sean. Ia tak bisa menahan rasa penasarannya.Ya, sejujurnya Zia masih belum sepenuhnya percaya kalau Sean mengatakan menyukainya dan menunggunya. Ia hanya ingin memastikan kalau pamannya tidak mempermainkan dirinya. Jari telunjuknya langsung menekan tombol panggil.“Aku tidak peduli kamu sudah tidur atau belum, di kamar kamu tidak ada,” ocehnya pada layar ponselnya yang sedang melakukan panggilan telepon.Kedua bola matanya membulat sempurn
Wajah Zia langsung tersentak. Kedua bola matanya berputar beberapa kali. Ia berusaha mencerna ucapan lelaki di hadapannya.“Di kamar saya ada kotak obat,” jelas Sean menyudahi ekspresi bingungnya Zia.Sayangnya, otak dan pikirannya sepertinya belum bisa mencerna secara sempurna penjelasan Sean. Benar, Zia masih sedikit kaku membayangkan tentang kamar pamannya. Tentu saja, ingatannya berselancar pada kejadian ciuman mereka di hadapan kamar Sean.“Tapi di kamar aku juga ada,” sahutnya cepat.“Baiklah kalau begitu,”Zia tersenyum canggung seraya berjalan lebih dulu menuju kamarnya. Sementara Sean tersenyum melihat wajah canggung gadis kecilnya. Ia mengekori Zia hingga ke kamarnya.
Pertanyaan Sean seperti menggodanya. Memangnya apa yang harus dilakukannya? Zia refleks menggigit bibir bawahnya. Ia bingung dan detak jantungnya makin tak karuan.Zia kembali menjinjitkan kedua kakinya. Ia mendekatkan wajahnya lebih dekat pada Sean. Tepatnya mendekatkan bibirnya pada Sean.Tentu saja Sean langsung menyambutnya. Ia melumat lembut bibir Zia. Tak peduli rasa perih pada pelipis bibirnya yang baru saja diobati gadis kecilnya.Kali ini ciuman mereka juga tak berlangsung lama. Hanya lima detik saja Zia menjauhkan wajahnya dari Sean. Ya, ia ingat lelaki di hadapannya sedang terluka pada sudut bibirnya. Seharusnya ia tak memulai ciuman tersebut.“Maafkan aku, Paman,” Zia memasang wajah menyesal.&ld
Sean menghentikan lantunan lagunya saat selesai pada bait ketiga. Bukan tanpa sebab ia menghentikan lantunan lagunya, Zia tiba-tiba melingkarkan tangannya pada pinggangnya lembut. Tak hanya itu saja, Sean dapat melihat wajah gadis kecilnya terlelap pulas berbantalkan lengannya. Senyumannya mengembang sempurna.Mungkinkah lagu a thousand years milik Cristina Perri yang ia lantunan membuat gadis kecilnya terlelap. Atau mungkin suaranya yang merdu dan lembut yang membuat Zia tertidur. Namun, Sean tak yakin akan keduanya. Ia hanya yakin, gadis kecilnya pasti kelelahan menunggunya pulang.Sean menyingkirkan helaian rambut yang menutupi wajah gadis kecilnya. Saat itu pula Zia makin memeluknya erat, seolah tak ingin melepaskan Sean. Tentu saja hal itu semakin membuat senyuman lelaki itu makin melebar.Perlahan, Sean mengangkat kepala Zia untuk berpindah pada bantal di atas kepalanya. Ia melakukannya secara perlahan dan lembut agar tak mengganggu tidurnya. Tak sampai di sana, Sean juga melepa
“Mas, apa itu tidak berlebihan? Niko sudah memberikan alasan kalau dia lengah. Lagi pula hotel Alanda hampir sama luasnya dengan hotel Holfive yang dikelola Sean. Niko bekerja sendirian tanpa bantuan pak Sadin seperti Sean,” protes nyonya Felicia membela anak lelakinya.Sean berdecak kecil. Sontak saja nyonya Felicia dan Niko meliriknya sinis. Akan tetapi mereka tak berani memprotes sikap lelaki itu. Sadar diri nasib Niko berada di tangan tuan Alan.“Felicia, Niko, kalian lupa? Hotel yang kamu tangani, berkembang karena Sean dan kamu hanya diberi tugas mempertahankannya saja! Tapi kamu hampir menghancurkan kerja keras saudaramu,” tegas tuan Alan dengan tatapan tajam.“Ayah pikir aku tidak bisa menangani masalah itu?” cetus Niko dengan napasnya yang menderu. “Aku bisa menangani hotelku, Yah! Kalau saja Sean tidak lebih dulu melangkah mendahuluiku,” Sean kembali berdecak. Kali ini ia menatap saudara tirinya sinis. “Oh, jadi itu kesalahan saya? Begitukah maksudmu, Niko?” ledeknya.“Sea