Malam Panas Dengan CEO

Malam Panas Dengan CEO

By:  Disi77  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
7 ratings
200Chapters
72.3Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Cinta satu malam antara Zia dan Sean, meninggalkan bekas mendalam pada keduanya. Mungkin, karena saat itu Zia mencuri uang milik Sean. Bukan itu saja! Zia juga mencuri hati Sean. Setelah terpisah selama lima tahun. Takdir baik menghampiri mereka. Mereka dipertemukan sebagai penulis dan tokoh biografi. Sayangnya, Zia terlalu takut dan merasa bersalah pada Sean. Apalagi saat ia tahu Sean adalah seorang CEO, itu membuat Zia rendah diri. Walaupun ia begitu senang bisa bertemu dengan Sean. Pertemuan mereka tak disia-siakan oleh Sean. Bahkan CEO tampan itu langsung melakukan kontrak kerja dengan Zia. Ia tak ingin kehilangan gadis itu lagi. Mampukah Zia dan Sean bersatu?

View More
Malam Panas Dengan CEO Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Aris Santoso
Bagus ceritanya.. Masih ada yg kurang, kurang ektrapart nya hehee
2023-12-09 18:22:31
1
user avatar
QIEV
Siannya, Zia. Zia ngefeel banget, mantap ....
2023-10-18 18:51:13
1
user avatar
Albert Piterhein
mantap dan makin seru
2023-08-17 22:40:43
2
default avatar
Felichia Semar
🫡🫡🫡🫡🫡🫡🫡🫡🫡🫡🫡🫡🫡
2023-07-27 11:55:18
2
user avatar
Siti Halimah
suka sama alurnya, rate yuk!
2023-07-15 23:16:55
2
user avatar
Adeir'smazing
Ceritanya keren! Menarik buat dibaca! Rekomen deh.
2023-03-19 18:00:58
4
user avatar
Disi77
ramaikan ah
2023-02-13 20:54:26
3
200 Chapters
Perih
“Ibu, sedang apa kamu di sini? Kenapa pakaianmu seperti ini?” Zia bertanya untuk meyakinkan penglihatannya.Napasnya terasa menggebu-gebu. Ia terlalu takut untuk meyakini kalau Ibunya bekerja di rumah bordil itu. Namun, terlihat jelas dari pakaian yang Resa kenakan. Zia berharap ibunya lupa memakai daster atau jaket. Tatapan Zia menjadi tajam, menatap tepat ke arah wajah Resa yang terlihat cemas.“Zi—Zia, Ibu bisa jelaskan,” ucap Resa seraya berjalan mendekati Zia.Zia memundurkan langkahnya seolah menjaga jarak dengan Resa. Bukan itu, yang ingin Zia dengar dari ibunya. “Jadi benar, Ibu bekerja di sana!” tunjuk Zia pada rumah bordil.“Zia ...,” panggil Resa pelan, air matanya tiba-tiba menetes karena merasa sedih anaknya harus mengetahui pekerjaan hinanya.“Jawab aku, Bu!” Zia berteriak. Tanpa terasa air matanya mengalir deras melihat Resa hanya terdiam. “Kenapa Ibu menangis? Jawab aku, Bu!” teriaknya lagi.Resa kembali meneteskan air matanya. Ia mendekati Zia agar bisa menenangkan an
Read more
Sebotol Wine
“Aku bukan anak kecil, Paman!” protes Zia kesal saat lelaki itu menyebutnya anak kecil.Lelaki itu seperti mengabaikan ucapan Zia. Ia fokus dengan aktivitasnya mencari benda di dalam laci. “Untung aku selalu membawa ini ke mana pun,” gumannya seraya mengeluarkan benda seperti penutup botol wine.“Tolong ambilkan paper bag di sampingmu!” pinta lelaki itu pada Zia seraya menunjuk paper bag berwarna putih di samping Zia.Zia menurut dan memberikan paper bag yang dimaksud. Wajahnya masih memasang tatapan tak suka. Tatapannya berubah penasaran dengan isi paper bag itu karena wajah lelaki itu terlihat sumringah. Sebuah box berwarna putih dan isinya adalah sebuah botol berwarna hitam pekat.“Itu apa, Paman?” tanya Zia penasaran dengan botol berwarna hitam tersebut.“Ini adalah wine. Minuman ini bisa menghangatkan tubuhmu agar tubuhmu tidak kedinginan,” jawab lelaki itu, lalu menenggak cairan dari dalam botol tersebut. “Anak kecil tidak boleh meminum ini!”Lelaki itu menegaskan ucapannya kar
Read more
Penemuan
Lima tahun kemudian setelah kejadian cinta satu malam Sean dan Zia. Pagi hari sekali, Sean sudah berkutat di depan meja kerjanya, tatapan wajahnya sangat serius. Wajah tampannya seperti tak memudar sejak lima tahun yang lalu, saat bertemu dengan Zia. Tiba-tiba map yang sedang diperiksanya menyentuh kotak bening yang berada di samping kanan mejanya. Gerak tangannya langsung tehenti, begitu juga perhatiannya teralihkan pada benda kotak kecil berukuran 5 x 5 cm.Di dalam kotak itu terdapat ikat rambut berwarna merah muda. Sean membuka tutup kaca tersebut dan membukanya, kotak bening itu adalah tempat kotak perhiasan. Entah kenapa, ia meletakan ikat rambut di sana? Pastinya ikat rambut itu berharga untuknya.“Di mana kamu, anak kecil?” guman Sean sembari memandangi ikat rambut tersebut.Pikirannya langsung menelusur kejadian lima tahun lalu saat ia bertemu dengan Zia. Entah apa yang ia rasakan saat itu, hatinya merasa terpaut dengan Zia, yang ingat sebagai anak kecil. “Aku bahkan tidak ta
Read more
Pertemuan
Sadin, asistennya Sean memang selalu bisa diandalkan. Siang hari sebelum makan siang, Zia sudah datang bersama editor yang menaunginya. Ia pun langsung meminta keduanya yang sudah berada di depan ruang kerja Sean untuk masuk ke ruang kerja Sean.“Silahkan masuk, Nona! Tuan Sean sudah menunggu di dalam,” ucap Sadin ramah seraya membukakan pintu ruang kerja Sean.Dengan langkah gugup, Zia melangkah masuk ke dalam ruangan Sean. Zia sendiri belum mengetahui wajah Sean, karena editornya yang memberi kabar kalau Zia mendapatkan tawaran menulis biografi seorang CEO. Sadin mengekori langkah Zia dan editornya tersebut.“Tuan, Penulis Zia dan editornya sudah sampai,” ucap Sadin tetap ramah. “Terima kasih, Pak Sadin. Kamu boleh keluar!” jawab Sean yang duduk membelakangi meja kerjanya.Sadin menurut keluar ruangan Sean. Sayangnya perbuatan Sean tadi, memberikan kesan tidak baik untuk Zia. Yang tersirat dalam pikiran Zia, sikap CEO di hadapannya tidak sopan. Wajah Zia tampak ragu untuk menjadi p
Read more
Panik
Indera penglihatan Zia menaik karena panik. Sedetik saja, kedua netranya langsung bertemu dengan Sean. Untung lelaki itu langsung memutuskan kontak mata dengannya. Sean menoleh pada Risma. Tampaknya lelaki itu khawatir Zia akan mengalami kesulitan bernapas. Memang benar, gadis itu menahan napasnya saat bertatapan langsung dengannya. Bahkan gadis itu merasa bibirnya terasa terkunci.“Baiklah kalau begitu. Tujuan saya mengundang Nona Zia dan Nona Risma untuk menandatangani kontrak,” ucap Sean diikuti senyuman ramahnya.Namun, untuk Zia ucapan lelaki itu malah membuat dirinya terkejut dan panik, bahkan tangannya terlihat bergetar. Zia refleks bersuara karena sangat terkejut, “Secepat itu?” cetusnya hingga membuat Sean dan Risma menatapnya heran. “Maksudku lebih cepat lebih baik.” Zia langsung menjawab asal untuk menutupi rasa paniknya diakhiri tawa garing.Terdengar pintu ruangan kerja Sean terbuka. Terlihat pak Sadin memasuki ruangan Sean dengan membawa dua buah map. Map tersebut dibe
Read more
Kamu Harus Pasrah!
Reaksi Zia mengejutkan seluruh ruangan itu. Risma bahkan sampai memukul lengan Zia keras. Menurutnya reaksi penulisnya bereaksi berlebihan. Tentu saja, gadis itu protes. “Kak, aku tidak mau tinggal satu rumah dengan laki-laki yang tidak aku kenal,” suara Zia tegas, kemudian ia menatap tajam pada CEO di hadapannya. “Jangan mentang-mentang Tuan Sean ini CEO! Anda kira saya wanita murahan!” Sean yang mendapatkan cercaan Zia hanya tersenyum dan tertawa kecil. Ekspresi marahnya makin terlihat menggemaskan di matanya. Cepat-cepat ia mengakhiri tawanya, gadis itu makin membulatkan matanya dan menggertakkan giginya. “Tenanglah, Penulis Zia! Anda pikir saya ini lelaki cab*l?” Sean berusaha keras menahan tawanya. Gadis itu kebingungan. Emosi Zia mendadak turun, ia menoleh pada Risma yang sama kebingungan dengannya. Lantas, ia menatap kembali pada Sean. “Alasan saya kenapa meminta Penulis Zia untuk tinggal di rumah saya, agar mempermudah proses interview dengan saya. Pastinya Anda tahu kala
Read more
Selamat Datang
Tubuh Zia terasa melemas, tetapi ia tak mampu melawan. “Pak bolehkan saya menelepon editor saya dulu, sebelum saya memberikan ponsel saya?” Pak Sadin terlihat mengangguk. “Tentu saja, Nona!” jawab pak Sadin ramah. “Terima kasih, Pak,” ucapnya ramah, kemudian tangannya langsung membuka ponsel miliknya dan mencari nomor Risma dan ditekannya tulisan panggil. “Hallo, Kak Risma. Kak kenapa nggak bilang kalau ponselku nantinya disita?” keluh Zia pada Risma tanpa menyapanya dahulu saat sudah tersambung. “Kalau aku bilang, kamu pasti makin ngeluh dari malam hari sampai pagi. Terus kamu tidak akan bisa tidur, nanti bangunmu kesiangan,” sahut Risma dari balik telepon. Gadis itu menarik napas panjang. Ia tak bisa menyalahkan tindakan editor, sekaligus sahabatnya. Memang ucapan Risma benar, jika Zia sedang kesal ia akan kesulitan untuk tidur dan selalu bangun kesiangan. “Kamu nggak perlu khawatir dengan ayahmu! Aku sudah menengoknya dan mengatakan kalau kamu ada project menulis di luar kot
Read more
Bagaimana ini?
Tubuh Zia mematung dan tak bisa bersuara. Ia hanya bisa memandangi tubuh Asti yang berjalan cepat meninggalkan dirinya. Banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan tetapi Zia bingung hendak bertanya pada siapa. Zia pun memilih masuk ke kamar yang ditujukan untuknya. Kedua netra Zia membulat sempurna saat ia memasuki kamar yang dipersembahkan untuknya. Kamar dengan nuansa merah muda dan putih. Itu adalah warna favoritnya. “Benarkan ini penjara untukku?” Zia menyindir dirinya sendiri, sedari tadi ia mengoceh rumah tersebut adalah penjara untuknya. Kring ... Zia terkejut. Kekagumannya pada kamarnya langsung sirna saat mendengar ponselnya berbunyi. Bukan ponselnya, tetapi ponsel pemberian pak Sadin. Gadis itu menatap layarnya dan bertuliskan Paman. Tangan dan hatinya bergetar hebat. “Paman siapa?”gumannya heran dan cemas. Gadis itu meneliti ponsel tersebut hingga suara deringnya menghilang karena tak ada menjawabnya. Ia langsung menarik napas lega. Rasanya kejadian tadi sangat menggunca
Read more
Panik
Zia terhuyung ke belakang mendengar ucapan Asti karena terkejut. Wajahnya panik dan tubuhnya makin bergetar hebat. Detak jantungnya makin tak karuan.“Si pa—paman, ah bukan! Tuan Sean hendak makan siang denganku?” Zia mencecar dirinya hingga membuatnya bertambah gugup.Asti yang masih berada di luar kamar Zia, kembali mengetuk pintu kamar Zia. “Nona, Nona baik-baik saja kah?” tanya Asti cemas karena ia tak mendengar suara Zia lagi.Gadis itu memaksa otaknya bekerja keras untuk menciptakan alasan agar dirinya tak perlu menemui Sean. Setelah ia yakin barulah ia membuka pintunya. Wajahnya maish terlihat panik, tetapi Asti menyambutnya dengan sennyuman ramah.“Mari ikut saya, Nona! Tuan Sean tidak suka menunggu,” pinta Asti seraya mempersilahkan pada Zia untuk mengikuti dirinya.Wajah Zia tersentak mendengar penjelasan Asti. “Tidak suka menunggu?” cetus Zia heran.“Benar, Nona. Tuan Sea
Read more
Kamu Adalah Milikku
Sean mengukir senyuman puas melihat gadis di hadapannya gagap dan tampak salah tingkah. Lidah Zia terasa kelu melihat senyuman lelaki di hadapannya. Ia bingung dan panik, lalu dirinya memilih menundukkan pandangannya. Tak sanggup memandangi wajah Sean.“Kamu adalah tamuku dan aku yakin kamu belum makan dari tadi pagi. Jadi aku bawakan makanan untukmu,” jelas Sean seraya meletakkan nampan pada meja yang berada di dekat ranjang tidur Zia.“Ta—tapi aku belum lapar, Tuan,” kilah Zia gagap.Lelaki itu tertawa kecil hingga membuat Zia mengutuk dirinya dalam hati. Sean pasti mentertawakan dirinya yang terus berbicara gagap. Adakah cara untuknya menghilang dari pandangan Sean? Itulah yang sedang Zia pikirkan.“Kamu yakin belum lapar? Pak Sadin menjemputmu pagi hari loh,” tanya Sean dengan ekspresi berpikir.Tiba-tiba lelaki itu menatap dirinya dengan tatapan menggoda. Zia refleks memundurkan langkah kakinya. Gadis itu makin panih dan kebingungan mengartikan tatapan Sean.“Aku belum lapar!” s
Read more
DMCA.com Protection Status