Share

107. Paket misterius

Author: Rossy Dildara
last update Last Updated: 2025-03-02 15:58:49

"Saya kebetulan juga mau makan malam di sini, Pak. Dan bolehkah saya bergabung dengan kalian?"

Kurang ajar sekali, dasar tidak tahu malu! Bisa-bisanya dia bertanya seperti itu dengan tanpa beban sedikitpun. Andai aku di posisinya, rasa malu sudah pasti membanjiri wajahku.

"Kamu ini siapa?" Mama tiba-tiba membuka suara. Kulihat matanya sudah melotot tajam pada Yogi. "Kok tidak sopan sekali, tiba-tiba mau minta bergabung? Ini acara keluarga!"

Yogi, yang semula tampak ramah, kini terlihat canggung.

"Oh begitu, Bu? Maaf, kalau begitu saya pamit. Permisi ...." Yogi membungkuk, lalu pergi meninggalkan kami. Sesak di dadaku perlahan mereda. Sebuah kelegaan yang tak terkatakan.

"Calvin... orang tadi itu siapa? Kok bisa kenal kamu dan Viona?" tanya Mama, penasaran. Wajahnya masih dipenuhi ketidakpercayaan.

Mama sepertinya tak ingat wajah Yogi, meski namanya sering disebut Ayah dulu. Padahal, Yogi pernah menjadi asistenku. Mungkin Mama sudah lupa.

"Dia Yogi, Ma."

Mata Mama membulat. Kag
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   108. Senyum yang sama seperti kemarin

    "Isinya jam tangan perempuan, Pak," kata Pak Satpam, menunjukkan isi paket yang telah dibuka. Sebuah jam tangan perak, cantik dengan permata-permata kecil di sudutnya. Jam tangan itu terlihat mewah, asli, dan harganya pasti tidak murah. Tapi... siapa yang mengirimnya? Untuk istriku? Apa jangan-jangan ada seseorang yang suka dengan Viona selama ini? Tanpa sepengetahuanku? Tidak! Pikiran itu menusukku. Aku tak bisa membiarkan Viona menerimanya. Aku... aku tak ikhlas. Da*daku sesak. Kurebut jam tangan itu, kubanting kasar ke ubin semen berwarna abu-abu tua. Amarah membutakan. Aku mengambil palu dari bagasi mobil. Aku akan menghancurkannya. "Lho, Pak! Kenapa dirusak? Itu 'kan paket untuk Nona Viona." Pak Satpam terperanjat. "Siapapun tidak boleh memberikan hadiah pada istriku, tanpa seizin dariku!" Aku menekankan setiap kata, suaraku bergetar menahan amarah. "Tapi bagaimana kalau hadiah itu dari keluarga Bapak? Dari Pak Andre atau Bu Dinda?" tanya Pak Satpam. "Tidak mungkin

    Last Updated : 2025-03-03
  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   109. Tetangga baru

    Aku melepaskan genggaman tangan Viona, menurunkan tubuh Kenzie, lalu melangkah cepat ke arah gerbang, napasku tersengal. Amarah membakar jiwaku melihatnya tersenyum kepada istriku. Rasanya ingin kuhancurkan senyuman itu. "Berhenti tersenyum kepada istriku!" suaraku menggelegar, bergetar karena amarah yang tak terbendung. "Dan apa urusanmu kemari? Pergi!" Kepalaku terasa berdenyut-denyut. "Ya Allah, Pak… galak amat. Jangan begitu dong, kita 'kan sekarang tetanggaan." Yogi terkekeh, suaranya terdengar begitu santai, namun justru membuatku semakin berang. Sia*lan. "Apa katamu?" Aku tersentak. Tetangga? "Kita sekarang tetanggaan, Pak. Saya baru saja pindah ke rumah itu." Yogi menunjuk rumah sebelah kanan, rumah dengan cat biru muda yang tampak baru direnovasi. Rumah yang kemarin masih kosong. Seketika, semua darahku terasa membeku. Ini bukan kebetulan. Ini pasti rencana. Rencana jaha

    Last Updated : 2025-03-04
  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   110. Nanti juga kamu tau

    Akh, tidak! Itu tidak mungkin, kan? "Oohh begitu." Viona sedikit terkejut, namun segera membalas uluran tangan Venny. "Salam kenal juga, Mbak Venny." Aku sendiri tidak ada niat untuk membalas jabatan tangan perempuan itu, mengaja ku abaikan dia. "Mas Yogi pernah cerita, kalau Pak Calvin ini dulunya pernah jadi bosnya. Jadi saya harap... kita bisa bertetanggaan dengan baik ya, Pak, Mbak Viona." Mataku membulat sempurna. Apa katanya? Dia menyebut Yogi dengan sebutan "Mas Yogi"? Fiks, dia memang istrinya Yogi. "Iya, Mbak." Viona mengangguk, ketidaknyamanan terlihat jelas diwajahnya. "Kalau begitu kami duluan ya, Mbak. Kami sudah selesai, tinggal ke kasir." Viona dengan lembut menggenggam lenganku, menarikku pelan untuk pergi dari sana. "Oohh, kalau begitu bareng saja. Kebetulan saya juga sudah selesai."

    Last Updated : 2025-03-04
  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   111. Benang merah

    Setelah kebutuhan biologis kami terpenuhi, kami berdua pun menuju rumah Ayah. Sejujurnya aku masih belum puas menghabiskan waktu dengan Viona, karena hanya satu ronde yang kami lakukan. Namun, mengingat kondisi Viona yang saat itu sakit kepala usai berci*nta, membuatku mau tak mau untuk mengontrol diri. Aku berpikir pasti ada waktu lagi untuk kami bisa memadu kasih. Terkadang aku bingung pada diri sendiri. Entah mengapa semenjak segala musibah yang telah terjadi, aku jadi merasa semakin mencintai Viona dan ingin selalu berci*nta dengannya. Bahkan kalau bisa, aku ingin melakukannya minimal tiga kali sehari seperti orang sakit yang sedang meminum obat. "Yang ... kamu baik-baik saja, kan?" tanyaku diperjalanan. Aku ingin memastikan bahwa Viona sudah tak lagi marah. Aku ingat bagaimana bahagianya tadi saat kami berbagi peluh. "Aku baik-baik saja. Kenapa memangnya, Kak?" Viona menatapku heran. Kuperhatikan wajahnya sebentar dengan lekat, kekesalannya sudah tidak terlihat yang berar

    Last Updated : 2025-03-05
  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   112. Misi belum selesai

    [Maafkan saya, Bos. Posisi mereka mengobrol di dalam gerbang, sementara saya diluar. Saya tidak diperbolehkan masuk oleh satpam kantornya.]Aku menghela napas gusar. Lalu berdiri dan pamit kepada Bunda dan Viona, aku pergi menjauh dari mereka keluar rumah. Aku ingin menelepon anak buahku dengan leluasa."Halo, Bos.""Kenapa kamu tidak diperbolehkan masuk?" tanyaku langsung tanpa basa-basi."Satpam kantornya mengatakan jika tak ada kepentingan, saya dilarang masuk, Bos.""Bodoh! Seharusnya kamu berikan saja alasan apapun, supaya bisa masuk. Kalau begini 'kan kamu tidak tau apa yang mereka obrolkan!" Kesal rasanya, karena dia telah melewatkan kesempatan untuk menggali informasi. Karena bisa saja itu sangat penting."Maafkan saya sekali lagi, Bos. Besok-besok saya berjanji untuk lebih pintar dalam mengatasi dan memberikan Bos informasi.""Pokoknya kalau kerjaanmu nggak beres, jangan harap aku bayar!" Aku mengancamnya,

    Last Updated : 2025-03-05
  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   113. Sesuatu yang penting

    "Selamat pagi, Pak. Saya ingin mengabarkan bahwa Nona Agnes sekarang berada di rumah sakit. Jika berkenan... Bapak bisa datang untuk melihat kondisinya." Telepon dari rumah sakit itu seperti sambaran petir di siang bolong. Erick baru saja tiba di kantor, aroma kopi masih mengepul di cangkirnya, ketika suara berat petugas kepolisian mengabarkan kondisi Agnes. Dunia Erick seketika runtuh. "Sakit apa, Agnes? Apa yang terjadi?" tanya Erick, suaranya bergetar tak terkendali. Dia buru-buru meminta izin kepada atasannya, langkah kakinya terasa berat, setiap langkah bagai dibebani batu besar. Sesampainya di rumah sakit, Erick bergegas menuju ruang UGD. Suasana mencekam menyelimuti ruangan itu. Bau disinfektan menyengat hidungnya, bercampur dengan aroma ketegangan yang teramat terasa. Melihat Agnes terbaring di sana, terhubung dengan berbagai alat medis, hati Erick hancur berkeping-keping. Dia menghampiri seo

    Last Updated : 2025-03-06
  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   114. Menebus semua kesalahan

    "Maaf, Kak," tolak Viona, suaranya dingin, menusuk hati. Bayangan saat Yogi menyakiti langsung menghantuinya, membuatnya sulit bersikap lunak. Rasa benci yang membara di da*danya terhadap pria di hadapannya, tak bisa disembunyikan. "Kak Calvin sudah memperingatkan Kakak 'kan? Kakak dilarang menemui aku maupun Kak Calvin. Jadi ... untuk apa Kakak datang?" Kata-kata Viona bagai tamparan keras bagi Yogi, namun dia hanya tersenyum tipis, pura-pura terluka. Dibalik senyum itu, tersimpan rencana licik yang telah dia susun matang. Dia harus mendapatkan Viona kembali, apapun caranya. "Aku sudah bilang 'kan, ada yang ingin kukatakan. Tapi kalau memang aku tidak boleh masuk... Baiklah, aku katakan di sini saja," ujarnya, suaranya terdengar menyesal. Viona diam, punggung tegak, menolak menatap Yogi. Dia berbalik, hendak pergi. Langkahnya terhenti saat suara Yogi kembali memecah kesunyian, kali ini lebih dramatis, lebih meyakinkan. "Aku minta maaf!" suara Yogi terdengar bergetar, namun getaran

    Last Updated : 2025-03-06
  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   115. Bogem mentah

    Maaf guys kurang fokus. Bab 114 Author salah salin. Mohon dibaca ulang kalau udah lolos review, ya 🙏🏻***"Kak Yogi, tadi pagi ke sini, Kak." Viona akhirnya mengatakannya, suaranya sedikit bergetar."Mau apa dia ke sini?" Ekspresi Calvin tidak terlihat terkejut, seperti dia sudah menduga hal ini. Namun, perubahan wajahnya yang menjadi datar dan garis rahangnya yang mengeras menyiratkan ketidaksukaannya pada topik pembicaraan ini."Dia memaksa untuk masuk gerbang, katanya ingin bicara sesuatu yang penting padaku. Tapi aku menolaknya." Viona menjelaskan, tatapannya tertuju pada lantai, seakan masih merasa tidak nyaman dengan kejadian tersebut."Kenapa kamu tolak?" Pertanyaan Calvin tersimpan sebuah tes. Dia ingin memastikan kesetiaan Viona, apakah benar Viona sudah sepenuhnya melupakan Yogi dan memilih untuk bersama dia."Ya untuk apa juga, nggak penting. Lagian, Kakak 'kan sudah meminta dia untuk tidak menemui kita berdua. Kak Yogi juga nggak tau malu, padahal sudah sempat

    Last Updated : 2025-03-06

Latest chapter

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 61. Sup bulu

    "Kamu pergilah ke pasar tradisional, terus cari ayam yang masih hidup, Ken, lalu sekalian minta disembelih. Tapi bulunya tidak perlu dicabut dan cari bulunya yang bagus, ya?"Permintaan Bunda membuatku mengerutkan dahi. Ada yang aneh."Kenapa bulunya nggak boleh dicabut dan harus dicari yang bagus?" tanyaku, suaraku terdengar sedikit ragu, kebingungan memenuhi dada. Ini bukan permintaan yang biasa."Karena bulunya itu yang mau dipakai. Si Zea kepengen makan sup bulu ayam katanya, jadi nanti Bunda mau masakin untuknya." Jawaban Bunda semakin membuatku heran."Sup… bulu ayam?" Nama masakan itu terdengar asing di telingaku, benar-benar aneh. "Memangnya bulu ayam bisa dimakan ya, Bun? Setahuku nggak bisa deh." Aku menggelengkan kepala tak percaya.Bunda terkekeh pelan. "Memang nggak bisa, lagian nggak ada dagingnya juga, Ken." Ternyata Bunda juga menyadari keanehannya."Terus... ngapain juga si Zea kepengen makan bulu ayam? Pakai di sup segala lagi." Keheranan dan kekhawatiran

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 60. Obat pembesar

    "Ih enggak!" bantahku dengan gelengan kepala, lalu membuka pintu kamar. "Kalau begitu aku mau mandi dulu deh." "Ya sudah, sana mandi. Ayah tunggu di ruang makan, ya? Jangan lupa cukuran juga biar enak dipandang." Ayah kembali tertawa mengejek, lalu melangkah pergi turun dari anak tangga. Cukuran katanya? Apanya yang perlu dicukur? Rambutku saja masih pendek. Baru kemarin aku potong rambut. * * * "Ken… kamu sudah mendengar dari Zea belum, masalah mahar pernikahanmu?" tanya Ayah, suaranya santai terdengar di antara gemuruh mesin mobil yang kami tumpangi. Hari ini Ayah tidak membawa mobilnya, katanya sedang diservis di bengkel. Kami berangkat kerja bersama. "Sudah, Yah. Kenapa memangnya?" Aku menoleh sebentar, dahiku berkerut, sebelum kembali fokus menyetir. Pertanyaan Ayah membuatku sedikit penasaran. "Masalah rumah dan mobilnya, nanti biar Ayah yang cari. Pak D

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 59. Mikir jorok

    Keduanya lalu menatap kembali Zea. "Selain itu, apa lagi yang Kakek sampaikan?" tanya Ayah, suaranya lembut.Zea terdiam sejenak, menunduk, ragu untuk melanjutkan. "Dia ...," bisiknya pelan, "Memintaku untuk memaafkan apa yang Pak Kenzie perbuat.""Lalu, kamu jawab apa?" tanya Ayah lagi, tatapannya penuh perhatian."Belum sempat aku jawab, Yah, tapi Kakek sudah keburu pergi. Dipanggil pun tidak menjawab," jawab Zea lirih."Apakah wajah Kakek menyeramkan? Bagaimana saat kamu melihatnya?" Kali ini Bunda yang bertanya, suaranya dipenuhi kekhawatiran.Aku sendiri sebenarnya ingin bertanya juga, tapi pertanyaan Bunda dan Ayah seakan mewakili semua rasa ingin tahuku."Wajahnya sama seperti di foto, Bun. Cuma... agak glowing saja."Ayah menatapku, lalu mendekat dan menggenggam tanganku erat. Tanpa sepatah kata, dia menarikku berdiri dari tepi kasur."Sekarang kamu istirahat dulu ya, Zea. Nanti Bibi bawakan

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 58. Aku cemburu

    "Rumah sakit, Bun." Kataku tegas, tak ada waktu untuk ragu. "Ya sudah, ayo. Bunda ikut untuk menemani." "Iya." Aku mengangguk cepat, kemudian menggendong Zea dengan hati-hati. Bunda mengikuti dari belakang, sambil memainkan ponselnya. "Bunda memangnya nggak apa-apa ikut aku? Nanti kalau Ayah cariin gimana?" tanyaku sedikit khawatir. "Ini... Bunda sudah kirim chat sama Ayah. Dia tadi masih tidur, nanti kalau sudah bangun terus nyariin, pasti dia buka HP." Jawab Bunda tenang, menenangkan kekhawatiranku. "Oh gitu, ya sudah." Aku lega mendengarnya. Setelah kami bertiga masuk ke dalam mobil, aku segera melajukan mobil menuju rumah sakit terdekat. Jalanan malam terasa sunyi, hanya diiringi debaran jantungku yang semakin cepat. Setibanya di sana, aku langsung menggendong Zea menuju ruang UGD, jantungku berdebar kencang berharap dia segera mendapatkan penanganan. Bunda dan aku duduk di kursi tunggu, kesunyian terasa mencekam di antara deru napas cemas kami. "Bun... Bunda nggak

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 57. Kamu nggak perlu takut

    "Zea ...."Suara berat itu mengalun lembut, namun berhasil menggetarkan jantungku. Seorang pria berdiri di hadapanku, siluetnya samar-samar dalam cahaya remang.Wajahnya memang asing, namun aura bijaksana terpancar darinya. Usia senjanya terlihat jelas dari kerutan yang menghiasi wajahnya yang sawo matang, bercahaya meski dipenuhi garis-garis waktu. Rambutnya seputih salju, hampir sepenuhnya memutih. Dia mengenakan jubah putih panjang yang menambah kesan misterius.Pikiran berputar cepat.Siapa dia? Bagaimana dia tahu namaku? Dan lebih penting lagi, bagaimana dia bisa berada di sini, di depan kamarku, di tengah malam begini? Selama aku tinggal di sini, aku belum pernah melihatnya sebelumnya."Boleh nggak kita bicara sebentar?" tanyanya, matanya menatapku dalam-dalam, penuh arti. Tatapan yang seolah menembusku, membaca isi hatiku."Bicara apa? Tapi maaf ... Kakek ini siapa, ya?" Aku bertanya, suaraku sedikit gemetar karena rasa was-was yang mulai menguasai. Aku memperhatikann

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 56. Apa kamu suka padaku?

    "Jangan bilang kamu selingkuh dengannya?" Pertanyaan mendadak Pak Kenzie membuatku tersentak. Tuduhan yang begitu tiba-tiba dan tanpa sebab itu sungguh membuatku marah. Apa-apaan dia ini? Mobil yang dikendarainya langsung berhenti. "Bapak ini ngomong apa sih?! Pak Bahri itu mantan bosku di rumah makan Padang, masa Bapak lupa?" "Ingat, tapi kenapa dia menghubungimu? Pasti ada alasannya, kan? Pasti karena kalian ada hubungan!" Nada bicaranya semakin meninggi, menunjukkan ketidakpercayaannya yang begitu besar. "Astaghfirullah, Pak... Bapak jangan su'uzon padaku! Aku sama dia nggak ada hubungan apa-apa. Dia cuma mau main ke sini." Aku berusaha menjelaskan dan bersikap tenang, walau amarahku masih menggelayuti. "Main?" Matanya membulat, tatapannya tajam seperti elang yang mengintai mangsa. Menurutku, reaksinya itu terlalu berlebihan. Pak Kenzie ini selain plin plan dan menyebalkan, dia juga lebay. "Itu sudah cukup membuktikan kalau dia naksir sama kamu, Zea. Seharusnya tadi k

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 55. Lingerie seksi untuk istriku

    "Kalau kita sudah bercinta, aku bisa tidur nyenyak, dan aku bisa lebih mudah memikirkan biaya mahar itu.” Pak Kenzie menghela napas, mencoba menjelaskan dengan sabar, namun nada bicaranya terdengar sedikit memaksa supaya aku menuruti permintaannya. "Tidur nyenyak?" Aku mendengus kesal. Itu terdengar tak masuk akal. “Jangan mengada-ada, Pak. Setiap malam bukannya Bapak tidur nyenyak?" "Enggak kok." Dia menggeleng cepat, membantah. "Semalam buktinya Bapak tidur nyenyak.” Aku sengaja menekankan kata ‘nyenyak’, karena aku jelas-jelas mendengar dengkur kerasnya semalam. Dia berdusta! “Kamu nggak akan mengerti, Zea. Yang tau tentang ini hanyalah laki-laki. “Kenapa bisa begitu?” tanyaku, merasa kecewa. “Kalaupun dijelaskan, kamu tetap tidak akan paham." Cih! Sifat menyebalkannya muncul

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 54. Kita bercinta

    “Niat Ayah dan Bunda datang ke rumah Papa sebenarnya ingin mengabarkan pernikahan kita, Pak. Tapi Papa malah membahas mahar,” kataku, menjelaskan inti kejadian pagi tadi. Pak Kenzie mengerutkan dahi. “Papamu meminta mahar untuk pernikahan kita?” Aku mengangguk cepat, “Iya. Semua ini gara-gara Juragan Udin. Papa berniat menjodohkanku dengannya karena Juragan Udin berani memberikan mahar rumah dan mobil.” Mata Pak Kenzie membulat. Dia tampak terkejut. “Memangnya Ayah dan Bunda tidak memberitahu Papamu kalau kamu sedang mengandung anakku?” Aku menggeleng pelan, “Tidak, Pak. Sepertinya mereka melakukan itu karena takut Papa marah.” “Terus, Papamu meminta mahar apa untuk pernikahan kita?” “Rumah, mobil, dan uang seratus juta,” jawabku, mencoba bersiap menghadapi reaksinya. Aku sudah menduga dia akan terkejut. “Apa?!” Seruannya kali ini lebih keras, menunjukkan keterkejutan yang nyata. Aku menunduk, menahan malu. “Maafkan Papaku, Pak. Seharusnya Ayah dan Bunda tidak langsung

  • Malam Panas Dengan Mantan Suami   (S2) 53. Menerimamu apa adanya

    Aku menghela napas lega, ketika kami bertiga akhirnya pulang dari rumah Papa. Meskipun sejak kecil aku tinggal di sana, hampir tak ada sedikit pun kenyamanan yang kudapatkan.Rumah itu lebih terasa seperti penjara daripada tempat tinggal yang sesungguhnya. Kenangan pahit lebih banyak terukir daripada kebahagiaan.Sangat jauh berbeda dengan saat aku tinggal di rumah Ayah Calvin dan Bunda Viona. Baru beberapa hari, aku sudah merasa betah, nyaman, dan diterima sepenuhnya. Bahkan kenyamanan itu sudah kurasakan jauh sebelum mereka menerimaku sebagai calon menantunya. Di sini, aku merasakan kasih sayang dan kehangatan yang selama ini tak pernah kurasa.Hari ini cuaca sangat panas sekali, tubuhku terasa lengket dan gerah. Sebaiknya aku mandi dulu untuk menyegarkan tubuh. Aku juga teringat kalau harus pergi ke mall bersama Pak Kenzie.“Zea… kamu mau ke mana?” Bunda Viona bertanya, suaranya lembut dan perhatian. Pertanyaannya membuat langkah

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status