Mata Adzkia membulat sempurna lalu bergegas bangkit merebut ponsel Arka. "JANGAN! Jangan beli tiket pesawat, Arka tidak akan ke mana-mana, awas kalau beli tiket pesawat," ancam Adzkia lalu mematikan sambungan telepon itu.
"Mama ...," tegur Arka kesal lalu hendak meraih handphonenya tetapi di sembunyikan oleh Adzkia yang terus menggeleng."Mama mau berubah, tolong jangan pergi," pinta Adzkia dengan suara lirih menatap sendu anak semata wayangnya." Tapi kalau Mama melukai hati istriku lagi, maaf ... mendingan kalian tak saling bertemu saja bukan, caranya ya itu, kami akan pergi ke luar negeri yang tak akan ku sebutkan di mana," tutur Arka pelan dibalas gelengan lemah Adzkia."Mama janji bakal menerima Mona," kata Adzkia menggenggam jemari menantunya membuat Mona menoleh."Tolong ... bilang sama Arka, jangan tinggalin Mama, Mama sudah tua, Mon," ujar Adzkia menatap memohon pada menantunya, Mona mencerna semua perkataan sang mertua lalu menGosip tentang Susan yang menjadi istri simpanan tersebar luas. Istri sah, suami Susan datang ke rumahnya untuk memberikan pelajaran. Banyak orang yang membicarakan wanita itu bahkan menjauh karena takut laki mereka diincar. "Itu Susan, ayo mendingan kita cepet-cepet belanjanya," seru Ibu-Ibu saat mereka tengah memilih sayur di kang sayur keliling."Iya Bu, Ibu. Ayo cepat! Bisa-bisa istri saya mengamuk kalau tau Mbak Susan beli sayur di saya," ujar Kang sayur dibalas anggukan para perempuan itu lalu segera pergi membuat Susan berhenti mendekat."Haduh ... kalau bukan karena bahan makanan udah habis, gue gak mau keluar sampe gosip itu mereda," gumam Susan pelan saat melihat para emak-emak menjauh saat ada keberadaannya."Mang berhenti ...," teriak Susan membuat semua orang yang mendengar langsung menoleh ke arahnya, kang sayur yang dipanggil berusaha lari begitu cepat dan berhenti saat Susan memegang gerobaknya."Haduh Mang, saya panggilin
Seorang wanita tengah menunggu di depan kediaman Arka. Seperti pemilik rumah sedang pergi. Perempuan itu menunggu di warung yang beberapa rumah dari tempat tinggal Arka . Suara deru mobil yang ia kenal membuat Dinda lekas menoleh dan segera membayar makanan dan minuman di santap olehnya. "Massss!" teriak Dinda seraya menarik koper untuk mendekati mobil itu saat melihat lelaki itu keluar dari kendaraan roda empat tersebut."Aku kangen!" pekik Dinda memeluk tubuh Arka, membuat lelaki itu terkejut.Mona yang melihat membulatkan netranya, lalu keluar melepaskan pelukkan mereka. Arka yang memandang manik mata sang istri tengah berkaca-kaca lekas menarik Mona dalam dekapan. Dinda tampak terkejut melihat perut adiknya buncit, mulut wanita itu menganga cepat ia tutup dengan telapak tangan."Mona! Kamu lagi hamil? Kenapa tidak kasih tau Kakak, mana suamimu. Ayo kenalin sama Kakak," ujar Dinda memeluk adiknya tetapi tidak di respon Mona. "Kamu
"Jangan terlalu baik pada siapapun, Sayang. Nanti kamu bisa dimanfaatkan, cukup sewajarnya saja. Sifat manusia itu abu-abu," nasehat Arka saat menarik lengan Mona agar duduk di kursi dan lelaki itu tengah menyeduhkan susu ibu hamil."Tapi dia Kakakku, Mas," celetuk Mona pelan, wanita itu menyandarkan punggungnya karena rasa lelah menghampiri. "Tapi tetap, dia itu manusia Mon. Hati dia gak bisa ditebak, coba kamu pikirkan! Dia pergi dengan alasan yang sangat anu, sekarang dia datang seperti tidak melakukan kesalahan apapun. Bahkan dia saat pergi membuatmu seperti tumbal akibat perbuatannya," ujar Arka membuat Mona terdiam."Eh, sudah. Mendingan kamu pikirin anak kita saja, jangan stress cuma karena dia," seru Arka menasehati istrinya, Mona hanya mengangguk sebagai jawaban.Sedangkan keadaan di luar, Dinda masih menangis sambil duduk di tanah. Ia tak mengira ini akan terjadi, dia sulit mengakui bahwa ini salahnya. Bergegas bangkit membawa koper, ta
Pagi tiba Arka langsung pergi karena ingin cepat menyelesaikan urusannya, Adzkia meminta supir segera memanaskan mobil. Baru saja mereka hendak berangkat ke bidan, Dinda tiba-tiba mencegat di gerbang membuat yang mengemudi lekas mengrem bahkan Adzkia terkejut melihat mantan menantu itu berada di kota ini. "Dinda," gumam Adzkia pelan, lalu melihat wanita itu mengetuk kaca mobil."Ada apa Ka? aduh, sakit ...." Mona membuka kaca mobil, dia langsung berbicara."Kamu kenapa Mon, dan mau ke mana?" tanya Dinda menatap Mona yang sesekali meringis."Sudah! Jangan banyak bertanya, nanti saja bertanyanya. Sekarang kamu ikut kami saja, cepat!" seru Adzkia karena tak tega melihat sang menantu terus meringis. "Ayo cepat Din! Jangan banyak berpikir, atau kami tinggal," ucap Adzkia kesal karena Dinda malah diam."Eh, Iya Mah," sahut Dinda lalu masuk ke mobil dan memakai sabuk pengaman."Aduh Mah ... ayo cepat kita ke Bidan, Mona juga
"Ayo, Dede kita mandi dulu," seru Shafa masuk ke ruangan lalu mulai menyiapkan perlengkapan untuk bayi.Mona memilih melihat dari brankar bagaimana cara memandikan anaknya tapi tidak mendekat karena miliknya masih terasa. Mengalihkan pikiran dari ucapan Dinda. Shafa terus memberitahu tahap merawat bayi dengan benar. Selesai itu, Arka juga memperhatikan langkah memakaikan pakaian pada sang buah hati. "Inget ya, Mon. Jangan pakaikan anakmu, bedak. Cukup baluri minyak telon saja. Jangan lupa ininya kamu pakaikan kasa," seru Shafa membuat Mona mengangguk, sedangkan Adzkia tengah merapikan barang-barang ke mobil. "Kita gak bakal nginep, Sayang. Kita langsung pulang sekarang," ujar Arka setelah selesai melihat sang anak dipakai pakaian oleh Shafa. "Semua sudah beres, Mon. nanti kamu datang ke sini untuk imunisasi anakmu ya, Mon. Kamu juga harus kontrol," tutur Shafa lalu memberikan bayi pada Adzkia yang masuk ke ruangan itu."Iya, Mbak. Maka
Waktu berputar dengan cepat, kini usia Gaia, anak Arka dan Mona berusia tiga tahun. Gadis kecil itu sangat menggemas, kehidupan kedua sepasang suami istri tersebut semakin hangat kala kehadiran Gaia. Jam sudah menunjuk jam sebelas, sekarang Mona telah rapi berserta sang putri, dia lekas menggendong Gaia dan membawa masuk ke mobil. "Gaia, kita makan siang bareng sama Papa ya," kata Mona mengajak ngobrol sang anak, yang dibalas anggukan Gaia."Ayoo!" pekik Gaia senang, ia tersenyum dan berjoget senang. "Ayo Pak," ucap Mona memerintahkan supir untuk melaju.Arka memang mencari supir, untuk sang istri karna tak mau Mona pulang pergi naik kendaraan umum. Wanita itu memang memerintahkan untuk berhemat kala memiliki Gaia, Arka sempat marah. Dengan sombongnya lelaki itu berucap jika hartanya tak akan habis sampai tujuh turunan."Sudah sampai, Nona," tutur sang supir membuat Mona mengangguk, lalu keluar dari kendaraan roda empat tersebut."Mamang bisa pulang aja, saya mau pulang bareng Mas
"Ihh ... kan usia aku dan suamimu sama, Mon. Kok kamu gitu sih," gerutu Kean membuat Gaia tertawa kala melihat riak wajah lelaki itu."Maka dari itu, Mas Kean pantesnya jadi bapak Gaia," tutur Mona membuat semua orang terbahak mendengarnya. "Ihh Papa Gaia, cuma satu. Cuma Papa Arka pokoknya," pekik Gaia membuat semua terkekeh geli mendengar ucapan gadis kecil tersebut lalu diacungi jempol oleh Arka. "Nanti Gaia, bakal Papa beliin semua yang Gaia suka. Papa traktir sepuasnya," ujar Arka membuat Gaia bersorak senang."Wah, berarti jadi suami keduamu boleh dong," kata Kean mengedipkan matanya membuat Mona terdiam dan Arka menatap tajam Kean."Mas ini ngomong apaan sih! Mau aku lempar," seru Mona sudah siap melempar remote televisi dan lelaki itu langsung membuat pertahan dan menutup wajahnya."Dih! Kamu kok yang bilang, katanya Mas ini pantesnya jadi Papanya Gaia. Kenapa jadi marah gitu," sangkal Kean membuat Mona mendengkus lalu memandang suaminya yang ternyata tersulut emosi."Keluar
"Iya deh, Sayang. Ayo sini Papa gendong," kata Arka mengulurkan tangan dan disambut Gaia. "Papa, aku pengen jalan-jalan," pinta Gaia kala sudah berada dalam gendongan Arka. "Ah ... gimana ya, Papa sekarang-sekarang ini lagi sibuk. Nanti boleh? Kalau Papa udah gak sibuk lagi," tawar Arka membuat Gaia mendengkus kesal. "Papa angan telalu cibuk, Gaia kangen jalan-jalan bareng-bareng. Bosen sama Mama terus," keluh Gaia membuat Arka merasa bersalah, sedangkan Mona hanya tersenyum kecut memaklumi.(Angan : Jangan) (cibuk :sibuk)"Maafin Papa, ya Sayang. Insyaallah nanti hari minggu kita jalan-jalan deh," ujar Arka membuat Gaia bersorak gembira lalu menatap fokus ke wajah Arka membuat lelaki itu mengeryitkan alisnya. "Harus iya, Papa, jangan insyaallah," pinta Gaia mengerucutkan bibirnya. "Ya udah deh, iya, Sayang," ucap Arka membuat Gaia tersenyum sumringah dan mencium pipi Arka. "Kalo ada maunya aja, main cium-cium terus," kekeh Arka yang disambut cengiran Gaia. "Ya udah, ayo kita m