"Lebay, belum tentu itu anak sesuatu keinginan dia," batin Dara.Dara langsung mengirim pesan pada Annisa. Ia meminta agar wanita itu mengantarkan ke ruang tengah. [Antarkan aku ke ruang tengah, aku ingin menonton televisi.]Annisa yang baru saja menyuapkan makanan ia langsung merogoh handphone. Ia menghela napas dan menaruh piring yang berisi makanan ke party. Dewi yang melihat mengeryitkan alisnya. "Tolong jagain makananku ya, itu cewek minta anterin ke ruang tengah pengen nonton televisi katanya," ujar Annisa. Dewi mengangguk mengiyakan, Annisa yang melihat itu langsung melangkah pergi. Terlihat Dara menatap sinis dirinya, dengan langkah cepat mendekat."Maaf, membuat kamu menunggu," ucap Annisa.Annisa langsung mendorong kursi roda. Sedangkan Dara sedang memainkan ponsel, ia mengeryitkan alis kala melihat wanita yang dia dorong melihat foto Arka."Eummm, Dara. Bukannya itu ...." Ucapan Annisa terhenti kala Dara mendongak menatap tajam dirinya. Ia langsung terdiam dan membuang
Waktu beputar begitu cepat, tak terasa kini telah lewat tiga bulan. Sekarang Dara melatih kakinya, ia berjalan dengan kruk. Annisa sebenernya ingin berhenti, tetapi dia membutuhkan uang jadi bertahan."Ahhh ... lebih enak pakai kursi roda, kalau pakai ini sangat melelahkan." Dara mengeluh dalam hatinya, wanita itu memilih mendaratkan bokongnya ke sofa. Menyalakan televisi untuk menonton acara ke sukaan, sebenarna ia bisa menyaksikan di kamar karena Arka menyediakannya. "Karna memakai ini, Annisa jadi tak banyak kerjaan. Ia seperti memakan gaji buta saja. Aku harus terus memerintah ini itu, agar uang Mas Arka tidak terbuang sia-sia," lanjut Dara. Wanita itu langsung mengetik sesuatu di ponselnya. Sehabis itu menyandarkan tubuh seraya menatap acara yang ia sukai. Annisa yang baru saja hendak memakan jajan langsung terhenti kala mendengar suara notifikasi ponselnya.[Jangan bermalas-malasan! Ayo cepat rapikan kamarku.]Ia menghela napasnya kala membaca deretan kalimat tersebut. Denga
"Kenapa malah nunduk, ayo balas tatapan aku," seru Mona.Dara terkejut kala mendengar nada suara Mona yang lumayan tinggi. Padahal dia gak pernah marah atau mengeluarkan suara keras padanya."Ini semua gara-gara, Annisa! Awas aja kamu," geram Dara. Wanita itu mengepalkan tangannya. Mona yang melihat itu tersenyum,ia langsung bangkit membuat Dara terkejut."Ahh ... udahlah! Kalau kamu gak mau bilang juga gak papa," tutur Mona.Mona bangkit dari duduknya, ia pergi meninggalkan mereka. Sedangkan Annisa langsung melangkah menuju dapur, sesuai perintah Dara yang tadi meminta dibuatkan makanan."Ahh ... mereka berdua nyebelin banget!" geram Dara. Perempuan itu memukul sofa, melampiaskan kekesalannya. Suara bel berbunyi, membuat ia memandang pintu."Siapa lagi! Ganggu banget," gerudel Dara.Dara mengambil kruk lalu melangkah perlahan ke arah pintu. Kala membuka benda tersebut, senyuman langsung terukir saat melihat Arka yang memencet bel itu. "Kenapa pintunya segala dikunci," ucap Arka di
Dua hari berlalu, tetapi Dara belum berhasil membuat Mona memaafkannya. Ia terus berusaha agar sang teman mau diajak berbincang, tetapi wanita itu hanya mengatakan ucapan sedikit atau yang penting menurutnya saja."Ahhh ... gimana sih biar Mona memaafkanku lagi, kenapa sekarang dia sangat lama memaafkanku, gak seperti biasa," gerundel Dara. Kini dia tengah berada di kamar. Siang nanti adalah jadwal ke rumah sakit. Ia memilih istirahat dulu setelah sarapan. "Jangan bermalasan, ayo cepat keluar! Kakimu harus terus dilatih," omel Mona. Wanita itu membuka pintu lalu berkata demikian. Membuat Dara yang bersandar di kasur terkejut, ia memandang Mona. Kala tersadar dia langsung mencari ponselnya dan mengetik sesuatu di sana. [Kita harus berbincang sebentar,] Setelah selesai mengetik, ia memandang pintu yang ternyata Mona tak ada di sana. Wanita itu langsung menghela napas, dia menjatuhkan handphonenya di kasur. "Ahh ... bahkan dia sudah tak mau menungguku mengetik dulu," keluh Dara.
"Ayo Dara," ajak Annisa. Dara yang mendengarnya melengos, ia langsung melangkah meninggalkan Annisa. "Kita mau ke mana kira-kira, Dara?" tanya Annisa. Dara melirik kesal Annisa. Ia menghentikan langkahnya lalu mengetik sesuatu. [Kamu berisik, banget! Kita cari tukang bubur kacang hijau.]Annisa memutarkan bola mata, dan mengangguk. Mereka berjalan menuju tempat yang biasa Dara membeli.Sesampai di sana, keduanya langsung memesan kala sampai."Dara, kamu bawa uang gak? Aku kelupaan bawa dompet nih, soalnya," ucap Annisa. Dara membulatkan matanya kala mendengar ucapan Annisa. Ia langsung mengambil ponsel untuk meminta uang pada Arka. Kala melihat benda pipih itu, bertepatan suara notifikasi pesan masuk.[Aku sudah meminta Mas Arka mengirim uang ke akun dana, kamu. Cek deh,] Wanita tersebut langsung memanyunkan bibirnya, ia lekas mengecek aplikasi yang disebutkan Mona. Terlihat dia menghela napas, dan menaruh ponselnya ke saku."Huh ... padahal tadi kesempatan aku mengirim pesan sa
"Kamu mau coba-coba bohongin aku, ya!" omel Mona pelan.Tangan wanita itu bergerak mencubit pinggang sang suami. Membuat Arka mengaduh, sedangkan Gaia menutup mulut agar tidak menertawakan Papanya. "Aku gak bohongin kamu, kok. Kamu, kan yang ngomong sendiri," sahut Arka. Arka membela dirinya, sedangkan Atha yang melihat adegan itu hanya tersenyum kecil. Ia mengajak Gaia untuk berkeliling dan meninggalkan sepasang suami istri ini. Mona hanya melirik kesal Arka, ia langsung melangkah pergi kala Dewi memanggil. "Iya, Dew. Sebentar," sahut Mona. Kala melangkah pergi, Mona menjulurkan lidah meledek sang suami. Sedangkan Arka hanya tersenyum melihat tingkah istrinya itu."Istriku, istriku. Kenapa semakin kesini semakin menggemaskan sih," gumam Arka.Lelaki itu akhirnya melangkah untuk melihat-lihat keadaan."Semoga Dara sadar deh, dan tau diri. Dia masih aja ngejar-ngejar suami temannya sendiri, padahal Mona begitu baik sama dia," batin Arka berseru.Sedangkan Atha dan Gaia, mereka te
Annisa yang membaca itu langsung berjongkok, ia memegang lengan Dara."Aku mohon, Dara. Jangan buat aku dipecat oleh Tuan Arka, kalau aku gak kerja bagaimana nanti ...." Ucapan Annisa terhenti kala Dara menepis pegangan tangan wanita itu. Terlihat Dara menghela napas lalu mengetik sesuatu. [Berdiri! Kamu membuat aku seperti orang jahat.]Annisa menggeleng kala Dara menyodorkan handphone agar ia membacanya. Dara mengepalkan tangan lalu mengetik sesuatu lagi. [Iya-iya aku gak bakal lapor, ayo cepat bangun! Bikin malu aja.] Setelah membaca ketikan itu, Annisa langsung mengulas senyum. Ia bangkit dan menghapus jejak air mata. "Jangan pulang dulu, Dara. Kita jalan-jalan, udah lama bukan gak jalan-jalan gini," celetuk Annisa. Dara yang mendengar itu memandang Annisa. "Emang gak bosen di rumah terus," lanjut Annisa. Dara mengangguk mengiyakan, ia langsung mengecek saldonya dan mengulas senyum. Bergegas melangkah diikuti Annisa. Wanita itu langsung memesan taksi, Annisa yang melihat i
Annisa juga terkejut melihat isi rumah. Ia langsung berlari dan berteriak memanggil penghuni rumah ini."Dewi ... Nyonya Mona, Tuan Arka! Gaia, kalian di mana." Annisa terus berlari mencari semua orang, meninggalkan Dara yang tertatih.Kala sampai di dekat halaman, saat hendak berteriak lagi. Tangannya di tarik seseorang, membuat ia terkejut dan hendak memekik tetapi mulutnya langsung dibekam."Jangan teriak, ini aku," bisik Dewi. Annisa langsung menoleh melirik Dewi, sedangkan wanita itu lekas melepaskan bekamannya. "Kalau nanti aku jantungan gimana!" omel Annisa dengan nada pelan. Dewi meletakan jari telunjuk di bibir, lalu ia menarik Annisa agar mengikutnya bersembunyi. Kala mendengar suara langkah kaki ke arah halaman. Wanita itu mengetik sesuatu di ponselnya dan ditunjukan pada Annisa. [Kita bakal kasih kejutan sama Dara, kita bakal keluar dan teriak suprise gitu. Kami semua udah pada ngumpet pada kalian datang. Isi rumah berantakan itu kami sengaja.] Annisa menganggukkan k