"Bu Nining tenang saja, Pak Andra ga mungkin nikah lagi. Orang kaya kulkas gitu, siapa yang mau?" "Buktinya, Mbak Nesha mau tuh. Andai Mas Andra ngeladenin, pasti mangsanya itu Mas Andra.""Untungnya Pak Andra gak nanggepin, ya?" Aku mengangguk. Lalu fokus mengambil bayam yang sangat menggoda mataku itu. "Bu Wina juga katanya nemuin duit di tumpukan selimut yang nggak pernah dipake. Pas ditanya, katanya mau buat gugurin kandungannya Bu Nesha." "Apa?" Kami semua terkejut mendengar penuturan Bu Dian. Selama ini, Bu Wina memang lebih dekat dengan Bu Dian, sehingga beliau selalu up to date tentang temannya itu. "G*la, ya? Jadi perempuan itu sudah hamil?" Aku benar-benar tak menyangka dengan berita pagi ini. Mbak Nesha, pantas saja akhir-akhir ini sering pakai baju kegedean, nyatanya ada yang tengah coba ia sembunyikan?Setelah membayar belanjaan, aku pun pamit pulang pada ibu-ibu yang lain. Kasihan Shani dan Ghani yang belum sarapan. "Des, sudah siap sarapan si kembar?" "Sudah, Bu
Aku tersenyum, dasar mirip bocah! Selesai menyuapi Ghani dan Shani, aku pun mengajak mereka ke kamar Keysha untuk kususui sambil menunggu Keysha pulang sekolah. Kuminta Desi untuk ikut, sambil menjaga Shani yang nanti menunggu giliran kususui. "Pacarmu orang mana, Des?" tanyaku. "Eh? Emmm, gak jauh dari sini kok, Ning.""Aku kenal?" Pelan, Desi mengangguk. Hal itu membuatku makin bingung dengan teka-teki pacarnya Desi ini. Jika aku mengenalnya, lantas ia siapa? "Siapa?" "Ada deh, nanti juga dia datang ke sini." Aku mengangguk saja, tak ingin mengorek lebih dalam lagi. Aku sadar akan privasinya. Jika ia mengatakan akan mengenalkannya padaku suatu hari nanti, maka aku tinggal menunggu saja. Lalu kami bercerita lagi, tentang apapun. Sampai aku tak sadar jika Ghani sudah terlelap. Kupindahkan Ghani ke tempat Shani, lalu Shani pindah ke tempat Ghani untuk kuberi asi. "Nikah itu, enak gak sih, Ning?" tanya Desi tiba-tiba. "Ya ada enaknya, ada gak enaknya. Tinggal gimana kita dan
"Des?" panggilku. "Ah, iya, Bu." Lalu muncul Ibu dengan tergesa-gesa. Beliau langsung berlari ke tempat anak bungsunya itu. Bukannya memeluk, beliau malah memukulnya. "Bagus, ya! Kerjaanmu itu gak jelas! Pergi-pergi terus gak pulang-pulang! Sekalian aja lupain kalau Ibu sudah meninggal!" "Ibu! Kok gitu? Ibu gak boleh meninggal sebelum Kino menikah." "Menikah? Alhamdulillah, Ya Allah! Kamu sudah punya pacar, Kin? Siapa itu?" "Ada, Bu. Nanti Kino kenalkan. Sekarang dia lagi jauh." Jauh? Ah, tentu saja. Kenapa aku berpikir kalau Kino ada hubungan dengan Desi? Ibu pun mengajak Mas Kino ke meja makan dan mengambilkan jus jambu kesukaannya. "Kok pulang nggak ngasih kabar?" "Kan surprise, Bu." "Ya sudah, Ibu tinggal dulu ke kamar. Kamu habis ini istirahat." Ibu menarik tanganku ke kamar, lalu menutup pintu meski tak rapat. "Bu, ngapain?" "Sssst! Diem dulu." Tak lama kemudian, Kino ke depan, menghampiri Desi yang tengah duduk di tangga. Mataku membulat, saat melihat Kino memeluk
"Nikahi Nining, Ndra!" Langkahku terhenti saat namaku disebut oleh majikanku. Entah apa yang sebenarnya terjadi, sehingga Nyonya Mega menyuruh Pak Andra menikahiku. "Tapi, Bu, nggak mungkin. Bagaimanapun, Andra ini masih beristri."Aku hanya berusaha menelan saliva."Jangan egois. Bagaimana dengan Keysha? Dia butuh sosok seorang Ibu, sedang istrimu itu tak tahu di mana rimbanya."Ya, yang kutahu, Bu Rosa memang pergi meninggalkan rumah ini saat Keysha-anak Pak Andra, berumur tiga bulan. Kini, gadis imut itu berusia tiga tahun. Hampir tiga tahun juga Bu Rosa meninggalkannya. "Apa nggak ada calon lain, Bu? Kenapa harus Nining?" Aku bersandar pada dinding. Tak baik sebenarnya, menguping pembicaraan orang lain. Tapi, bagaimana? Aku penasaran setengah mati. Oh iya, namaku Nining. Gadis desa berusia dua puluh tiga tahun yang merantau ke kota metropolitan ini. Aku bekerja di rumah Nyonya Mega ini sudah hampir dua tahun. "Karena Keysha sangat dekat dengannya. Pokoknya, Ibu nggak mau tah
Bab 2Tapi, Des, apa Keysha bakal menerimaku, ya?" tanyaku, masih sambil melihat langit-langit kamar. Desi menoleh ke arahku, kemudian menghembuskan napasnya. "Pasti. Apalagi, selama ini kalian sangat dekat." "Ya ... Semoga saja." Esok hari. Sedari pagi, Nyonya Mega sudah memintaku untuk mengantarnya. Semua pekerjaan sudah kurapikan, begitupun dengan makanan Keysha. Karena tugasku adalah mengasuhnya. Pakaian dan makannya pun tak luput dari tugasku. "Des, titip Keysha, ya!" Desi mengangguk, kemudian membenarkan letak hijabku. "Kamu mau ke mana memangnya, Ning?" "Nggak tahu, Nyonya minta diantar ke suatu tempat katanya." Desi hanya manggut-manggut, kemudian beranjak ke luar bersamaku. "Desi, tolong rapikan kamar saya, ya!" perintah Nyonya begitu beliau datang. Aku memperhatikannya dari atas sampai bawah. Bukannya ia bilang ingin diantar ke suatu tempat? Kenapa masih berpakaian seperti itu? Tak lama kemudian, terdengar derap langkah menuruni tangga. Terlihat Pak Andra datang
Bab 3Kami semua terdiam, menunggu jawaban Bapak. "Baik, saya terima, Bu.""Alhamdulillah." Air mata mengucur deras dari dua bola mata Ibu. Beliau mencium pipiku. "Nduk, Ibu nggak pernah meminta muluk. Hanya ingin kamu bahagia. Jangan hiraukan uang, yang penting kamu bahagia. Jangan hanya karena kamu menikah dengan orang kaya, menjadikanmj pribadi yang jelek, sombong. Jangan ya, Nduk?!" Aku mengangguk. Aku sedih, namun juga bahagia. Ah, ntah perasaan apa ini namanya? "Ya, walaupun Nining hanyalah gadis kampung tak berpendidikan..."Deg! Aku dan Ibu saling pandang. Kami paham betul itu suara siapa. Gawat, jangan sampai hal yang menimpa Dara juga menimpa denganku! -Setelah hari itu, aku menetap di rumah. Drama Keysha yang tak ingin jauh dari aku pun tak bisa dielakkan. Meskipun sekarang harus video call setiap hari. "Nduk, kamu sudah yakin? Besok acara ijab qabulmu, loh." Aku yang tengah membantu para tetangga masak di rumah, pun menghentikan aktivitasku memotong wortel. "Me
Bab 4Saya terima nikah dan kawinnya Ningsih Setya Dewi dengan mas kawin emas lima gram dan seperangkat alat salat dibayar, tunai!" ucap Pak Andra lantang. "Bagaimana saksi? Sah?" "Sah!" sahut saksi dan juga tamu yang datang. Setelah menandatangani buku nikah, lalu aku diminta mencium takzim tangan Pak Andra. Entah bagaimana, tiba-tiba Pak Andra malah menarikku dan mencium kening ini. Deg! Jantung, tolong baik-baik saja! --Setelah akad tadi, aku langsung dibawa ke kota. Tak ada kata istirahat buat Pak Andra. Ya aku paham, dia adalah seorang pembinis. Membuang waktunya, sama saja dengan membuang uang. Aku sudah berada di kamar. Kamar Pak Andra maksudnya. Kulirik jam, pukul sebelas malam. Kini, Pak Andra tengah mandi, sekalian melepas penat. "Kamu gak mau mandi juga, Ning?" Aku terkesiap saat mendengar suaranya, terlebih lagi, saat melihatnya hanya memakai handuk saja. Ia berjalan mendekat, semakin dekat, hingga melaluiku begitu saja. Setelah berpakaian lengkap, Pak Andra men
Bab 5Seorang wanita memakai busana kebaya, tampak anggun. Di sebelahnya berdirj seorang pria. Lelaki dengan senyum yang bahkan hanya beberapa kali kulihat. Pak Andra, tersenyum. Aku tak percaya, foto pernikahan kami menjadi wallpapernya. Aku pun belum pernah melihat album pernikahan kami karena belum jadi. Insya Allah, besok baru diantarkan. Tapi, dari mana Pak Andra dapat ini? Di sana memang aku tak melihat ke layar, aku tengah menatap ke arah lain. Perlahan, kurasa pipiku memanas. Pak Andra, ternyata bisa sweet juga. Ah, Ibu, putrimu memang sedang jatuh cinta! -Jarum jam di dinding sudah pukul satu siang. Sambil menunggu Keysha bangun, aku berjalan menuju kamar belakang. Berniat membantu Desi dan Mbok Minah yang biasanya tengah menyetrika di jam segini. "Enak ya, Mbok, jadi Nining. Aku juga mau, lah, kenapa harus dia, coba?" Aku berhenti saat mendengar suara Desi berbicara pada Mbok Minah. "Hust! Jangan ngawur, kamu. Coba kamu pikir lagi. Si Nining itu banyak kelebihannya.