Share

Bab 83

Author: Ummu Amay
last update Last Updated: 2025-11-06 21:39:20

Sore itu, Rafael baru saja keluar dari ruang rapat ketika ponselnya bergetar. Nama Rudi muncul di layar. Ia langsung menjawab, nadanya datar tapi penuh kendali.

“Ya, Rudi.”

“Pak, saya ingin melapor,” suara di seberang terdengar hati-hati.

Rafael menghentikan langkahnya di koridor. “Ada apa lagi?”

“Barusan Mbak Nadya datang ke toko, Pak. Bicara dengan istri Anda cukup lama.”

Rafael terdiam. Sekilas ekspresinya tetap tenang, tapi otot di rahangnya menegang.

“Ulangi,” katanya pelan.

“Mbak Nadya datang ke toko. Katanya mau beli roti, tapi dari caranya bicara ... saya rasa ada maksud lain, Pak.”

Keheningan terjadi di antara mereka. Hanya suara embusan pendingin ruangan terdengar di sekitar Rafael.

"Apa kamu bilang? Bukankah aku melarangnya ke toko hari ini?" Terdengar suara Rafael yang kesal.

"Maaf, Pak. Saya pikir Nona sudah izin pada Anda."

"Rud! Kau 'kan dengar sendiri saat di meja makan pagi tadi, aku tidak mengizinkan istriku ke toko hari ini. Situasi sedang tidak bagus untuknya seka
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Malam Pertama Penuh Gairah Bersama Cucu Presdir   Bab 84

    Sore menjelang malam. Langit mulai menggelap, dan toko milik Hanna perlahan sepi. Aroma roti yang biasanya menenangkan kini terasa lain, hambar, tergantikan oleh hawa dingin yang entah datang dari mana.Hanna duduk di ruang kecil belakang toko, menatap layar ponselnya tanpa fokus. Pesan terakhir dari nomor misterius itu masih tertera jelas:“Berhenti mencari tahu, Nyonya Bachtiar. Kamu tidak akan suka apa yang kamu temukan.”Hanna mengusap wajahnya, mencoba menenangkan diri. Tapi kepalanya justru semakin penuh dengan pertanyaan.'Siapa yang sebenarnya mengirim pesan itu?''Dan kenapa Nadya muncul tepat setelahnya?'Pikirannya kembali pada ucapan Nadya tadi siang —tentang tidak semua orang yang melindungi benar-benar berpihak padanya. Kalimat itu terus terngiang, menimbulkan rasa ragu yang menyakitkan.Rudi masuk membawa jaketnya. “Non, sudah malam. Lebih baik kita pulang. Saya khawatir Pak Rafael marah kalau kita pulang terlalu larut.”Hanna menatap jam dinding. Sudah lewat pukul tuju

  • Malam Pertama Penuh Gairah Bersama Cucu Presdir   Bab 83

    Sore itu, Rafael baru saja keluar dari ruang rapat ketika ponselnya bergetar. Nama Rudi muncul di layar. Ia langsung menjawab, nadanya datar tapi penuh kendali.“Ya, Rudi.”“Pak, saya ingin melapor,” suara di seberang terdengar hati-hati.Rafael menghentikan langkahnya di koridor. “Ada apa lagi?”“Barusan Mbak Nadya datang ke toko, Pak. Bicara dengan istri Anda cukup lama.”Rafael terdiam. Sekilas ekspresinya tetap tenang, tapi otot di rahangnya menegang.“Ulangi,” katanya pelan.“Mbak Nadya datang ke toko. Katanya mau beli roti, tapi dari caranya bicara ... saya rasa ada maksud lain, Pak.”Keheningan terjadi di antara mereka. Hanya suara embusan pendingin ruangan terdengar di sekitar Rafael."Apa kamu bilang? Bukankah aku melarangnya ke toko hari ini?" Terdengar suara Rafael yang kesal. "Maaf, Pak. Saya pikir Nona sudah izin pada Anda.""Rud! Kau 'kan dengar sendiri saat di meja makan pagi tadi, aku tidak mengizinkan istriku ke toko hari ini. Situasi sedang tidak bagus untuknya seka

  • Malam Pertama Penuh Gairah Bersama Cucu Presdir   Bab 82

    Sore itu, suasana toko terasa aneh. Pelanggan sudah mulai sepi, dan sinar matahari yang menembus kaca menimbulkan bayangan panjang di lantai. Hanna berdiri di balik meja kasir, menatap layar ponselnya yang kini gelap. Tak ada balasan dari Nadya. Sudah hampir dua jam sejak ia mengirim pesan.“Kenapa dia diam saja?” gumamnya pelan.Rudi yang baru saja kembali dari menutup pintu depan, menatap sekilas ke arahnya. “Ada yang salah, Non?”Hanna buru-buru menyembunyikan ponsel di balik buku resep. “Tidak, hanya pesan dari supplier yang belum dibalas.”“Kalau begitu, saya cek bagian belakang dulu. Mau memberi tahu karyawan di belakang, karena ada suara aneh dari kulkas penyimpan bahan tadi,” ucap Rudi sebelum melangkah ke gudang.Hanna mengangguk. "Ya."Begitu Rudi menghilang dari pandangan, Hanna menarik napas panjang. Ia membuka kembali ponselnya. Layar menampilkan pesan terakhir dari nomor misterius malam itu —pesan yang sama yang membuatnya tidak bisa tidur.“Termasuk orang yang selalu me

  • Malam Pertama Penuh Gairah Bersama Cucu Presdir   Bab 81

    Pagi itu rumah keluarga Bachtiar diselimuti keheningan aneh. Matahari sudah naik tinggi, tapi hawa tegang dari malam sebelumnya masih menggantung di udara. Hanna duduk di meja makan dengan secangkir teh yang sudah dingin sejak setengah jam lalu, sementara Rafael sibuk berbicara di telepon dengan nada rendah namun tajam.“Pastikan semua jalur akses diblokir. Tidak, jangan pakai kontraktor luar. Gunakan orang dalam saja,” ucapnya, lalu berhenti sejenak. “Dan aku ingin laporan hasil forensik digital itu sore ini juga.”Begitu telepon ditutup, Rafael menatap Hanna. Tatapan itu lembut, tapi di baliknya ada kekhawatiran yang belum padam.“Kamu masih belum tidur, ya?” tanyanya pelan.Hanna hanya menggeleng. “Tidak bisa. Tiap kali memejamkan mata, aku melihat pesan itu lagi.”Ia menunduk, jari-jarinya bermain di tepi cangkir. “Dan wajah orang di taman itu, masih jelas di kepalaku.”Rafael duduk di kursi seberangnya. “Aku janji, aku akan cari tahu siapa yang berani melakukan ini.”Namun dalam

  • Malam Pertama Penuh Gairah Bersama Cucu Presdir   Bab 80

    Langit malam mulai digantikan cahaya lembut dini hari. Jam menunjukkan pukul dua lewat lima belas, namun ruang kerja di lantai dua kediaman keluarga Bachtiar masih menyala terang.Rafael duduk di kursinya, menatap layar laptop yang menampilkan barisan data dari sistem keamanan rumah. Beberapa log aktivitas mencurigakan tercatat sekitar pukul sebelas malam —waktu yang sama dengan saat Hanna melihat sosok di taman.Ia mengetik cepat, membuka rekaman CCTV. Namun, layar hanya terlihat bayangan hitam putih. Tidak ada gambar, tidak ada suara.Rafael mengetuk meja dengan jari telunjuk, napasnya berat.“Tidak mungkin,” gumamnya pelan. “Sistem ini terkunci ganda. Seharusnya tidak bisa diakses tanpa izin.”Di sisi lain ruangan, Hanna berbaring di sofa kecil, memeluk bantal, mencoba menahan kantuk dan rasa cemas. Tatapannya sesekali beralih ke Rafael, yang wajahnya kini terlihat tegang.“Kenapa? Ada yang aneh?” tanya Hanna pelan. "Kenapa kau tak juga tidur?" Rafael malah balik bertanya. "Entah

  • Malam Pertama Penuh Gairah Bersama Cucu Presdir   Bab 79

    Hanna menatap layar ponsel itu lama, menunggu balasan lain yang tak kunjung muncul. Suara jam dinding berdetak pelan, tapi entah mengapa, malam terasa menyesakkan.Ia memutuskan untuk keluar kamar. Langkahnya ringan, tapi hati kecilnya berdebar tidak wajar. Ia berjalan menyusuri koridor menuju dapur, sekadar ingin meneguk air putih dan menenangkan diri. Namun, baru beberapa langkah, bayangan seseorang terlihat di luar jendela kaca.Tubuh Hanna menegang seketika.Refleks, ia mematikan lampu meja kecil dan bersembunyi di balik tirai. Dari celah sempit, ia melihat sosok tinggi berjaket hitam berdiri di tepi taman, menatap ke arah rumah.Hanna menutup mulutnya, menahan napas.Ia tidak tahu harus memanggil siapa —Rudi sudah pulang karena tidak ada jadwal berjaga malam ini, dan Rafael tengah sibuk di ruang kerjanya.Setelah beberapa menit yang terasa sangat lama, sosok itu akhirnya pergi. Tapi, jejak ketakutan yang ditinggalkan tidak ikut menghilang.Hanna melangkah mundur, tubuhnya gemetar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status