Share

Musuh dalam Selimut

Author: Nia Kannia
last update Huling Na-update: 2025-05-14 10:56:39

“Pak Ray, Aira baru saja posting video klarifikasi,” ujar Dani, kepala tim cyber security Rayyan, sambil menunjukkan layar laptop.

Rayyan menggeser kursinya, mendekat. Tampilan thumbnail video dengan wajah Aira muncul di depan matanya. Judulnya mencolok: “Fakta di Balik Foto Viral—Aira dan Rayyan Satria”.

Dani memutar videonya. Di sana, Aira tampak lebih kalem daripada biasanya. Nada suaranya sedikit dibuat-buat, tapi masih bisa ditangkap maksudnya.

Rayyan menghela napas setelah video selesai. Matanya memejam sejenak. Suaranya parau ketika akhirnya berkata, “Dia bohong.”

“Pak Ray?” Dani menoleh, bingung.

“Dia bohong karena diminta. Karena seseorang memaksanya untuk selamatin nama saya, bukan karena keinginannya sendiri.”

Dani menatap Rayyan dengan bingung, tak berani bertanya lebih jauh.

Rayyan menatap ke layar laptop sekali lagi. Di bawah video itu, kolom komentar mulai dipenuhi komentar netral bahkan dukungan. Sebagian publik mulai berpihak, sebagian lagi masih skeptis. Tapi setidak
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Keinginan Absurd

    Kaivan merasa gamang setelah pintu tertutup. Satu kata yang diucapkan Alya barusan cukup mengganggu pikirannya. Bukan kosakatanya, tetapi bagaimana Alya mengucapkannya. Jelas ada yang berbeda.Ia berdiri sejenak dalam diam. Mencoba mencari apa yang salah. Kenapa Alya mempertanyakan keraguan lagi. Lantas, bagaimana ia membuktikannya? Bagaimana ia menghilangkan keraguan dari dalam diri Alya? Nyaris tiga puluh tahun, merek bersama. Namun, kali ini begitu sulit untuk menyelami hati Alya. Meski ia terus mencoba. Kaivan memutar tubuh, membuka kembali pintu kamarnya dan kembali ke ruang tengah tempat di mana ia meninggalkan Alya sendirian tadi. Dia mempercepat langkahnya, sehingga menghasilkan suara ketukan pada lantai dari tongkatnya. Alya yang masih duduk di tempat yang sama, menoleh dan spontan berdiri melihat langkah tergesa-gesa sang suami.Ia makin heran saat melihat Kaivan tampak terengah-engah. Namun, ia masih berdiri di tempat untuk menunggu, tanpa menghampirinya lebih dulu."Al

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Rasa yang Tertinggal

    “Surat pengajuan cerai talak antara Bapak Kaivan dan Ibu Sahara Cahya Prameswari. Semua data administratif sudah diverifikasi dan disesuaikan. Hanya tinggal tanda tangan Bapak di sini dan di sini …,” ujarnya sambil menunjuk dua lembar halaman.Kaivan tidak langsung menyambut. Tangannya menggenggam ujung sofa, seolah butuh sesuatu untuk dipeluk. Alya pun bergeming, seolah tidak ingin ikut campur tangan dalam keputusan sang suami. Namun, tanpa diminta atmosfer ruang itu seakan berubah—perlahan, tetapi pasti.Reinaldi menoleh. “Jika Bapak membutuhkan waktu untuk membaca detailnya dulu, silakan. Saya bisa menunggu.”Kaivan mengangguk pelan. “Boleh, saya baca dulu.”Alya menatap pria di sebelahnya itu mengambil berkas dengan tangan gemetar, lalu mulai fokus menyusuri kalimat demi kalimat yang tertera di sana. Sesekali ia mengerjap, seperti mencerna tidak hanya kata-kata hukum, tetapi juga luka-luka yang tersembunyi di baliknya. Setidaknya itu yang ditangkap Alya.Alya meremas jari-jari mil

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Tamu yang Ditunggu

    “Naik, pelan-pelan … ya, begitu,” ucap Bagas, sang terarapis yang tengah mendampingi Kaivan menjalani fisioterapi pagi ini.Tangan Alya menopang lengan Kaivan ketika pria itu berusaha menaiki satu tangga kecil ke atas step board bertekstur karet. Sementara Bagas berdiri tepat di sisi satunya. Matanya awas, memperhatikan setiap detail gerak kaki pasiennya yang perlahan-lahan mulai menunjukkan kemajuan.Kaivan menggigit bibir bawah. Ia tahu tidak boleh memaksakan beban ke lutut kirinya terlalu berat. Tapi hari ini, ia ingin mencoba lebih banyak."Bagus, Pak Kaivan. Tahan, dua detik, ya. Sekarang turun, perlahan,” kata Bagas sambil mencatat sesuatu di ponselnya.Kaivan menuruni tangga kecil itu pelan-pelan, kemudian duduk di kursi rotan yang sudah disiapkan di sudut teras samping rumah mereka.Alya cepat-cepat menyodorkan handuk kecil untuk menyeka keringat di pelipis suaminya. “Cukup, Mas. Udah bagus banget hari ini,” katanya pelan.Kaivan menoleh, mata mereka bertemu. Tatapan itu tak

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Tertangkap Basah

    "Aku geser kalau kamu baring, Yang. Benaran," jawab Kaivan pelan. Alya tak menjawab, tetapi akhirnya pelan-pelan merebahkan tubuh di sisi Kaivan dengan membelakangi tubuh sang suami. Sesuai janjinya Kaivan menggeser tubuhnya pelan, memberi tempat yang cukup pada Alya untuk ikut mengistirahatkan diri. Sementara itu, Kaivan yang tadi terlentang, kini mengubah posisi miring menghadap tubuh sang istri. Perlahan tangannya terulur menggapai pinggang Alya dan sedikit menarik untuk membuat lebih rapat. Alya sedikit menggerakkan tagannya untuk menepis, tetapi Kaivan cepat menghalau dengan setengah berbisik," Biar kamu gak jatuh, Yang." Tak ada respons ataupun penolakan Alya. Napas Alya terdengar lebih berat, tetapi mulai teratur. Beberapa detik berlalu. Mereka masih sama-sama menjemput kantuk yang seperti enggan untuk datang. “Sayang,” bisik Kaivan kemudian, nyaris seperti gumaman sebelum tidur. “Kalau kamu tanya apa aku menyesal … jawabannya, iya. Tapi bukan menyesal karena mengucap tal

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Menguasai Hati

    "Duh, refleksnya jelek banget, lemah banget ya aku. Kamu malah gak jadi tidur, Yank." Kaivan yang masih terduduk di lantai tertawa nyengir menatap pada Alya yang sudah ikut berlutut di lantai.Kaivan masih menata kekuatannya sendiri untuk bangkit. Ia berusaha duduk, tangannya bertumpu pada lantai kayu yang dingin. Napasnya sedikit memburu pelan, lebih karena kaget daripada sakit.“Mas, gak apa-apa?” tanya Alya masih terlihat cemas. Tangannya meraih bahu pria itu, menopangnya."Aku nggak apa-apa, Yang." Kaivan cepat-cepat berkata, meski getaran halus masih terasa di suaranya. “Cuma kaget aja, bisa-bisanya lupa kalau aku belum jalan normal."Alya bergeming. Mengulum senyum agar tak terbit. Sebenarnya ingin tertawa karena kalimat sang suami. Namun, berusaha ia tahan."Makanya jangan keras kepala, deh, Mas,” omel Alya lirih. “Harusnya jam segini tuh tidur, bukan kelayapan," lanjutnya lagi sambil merangkul bahu Kaivan dan membantunya berdiri.Kaivan menatap mata Alya. Dan untuk sesaat, wak

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Kenangan

    Alya sudah menarik selimut dan mulai memejamkan mata. Beberapa waktu terakhir, ia merasa kesulitan untuk tidur. Sehingga lingkaran di kelopak matanya mulai terlihat meski samar. Di saat yang sama, Kaivan sudah berdiri di depan pintu. Pria itu memutar pelan handel pintu. Tidak terkunci. Dengan langkah pelan sekali ia masuk dan menutup pintu lagi. Namun, ia duduk di meja kerja, membuka laptopnya yang sudah cukup lama tak tersentuh. Sejak pensiun, Kaivan memang jarang membuka laptop. Namun, hari ini Kaivan membukanya karena memiliki tujuan tertentu. Kaivan membuka beberapa email perusahaan yang juga terhubung di laptopnya. Matanya fokus menatap layar. Jarinya yang masih sedikit kaku karena kebas. Namun, berbanding terbalik dengan pikirannya yang lebih dulu terbang ke bagian ruang lebih dalam. Di mana ada Alya yang juga belum mampu memejamkan mata. Alya mengerutkan dahi. Merasakan kehadiran seseorang di ruangan itu dan membuatnya bangkit, kemudian melangkah keluar. Kaivan meno

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status