Share

Sakitnya Merelakan

Author: Nia Kannia
last update Last Updated: 2025-04-29 07:27:39

PoV Alya

"Ma–maksud Tante, sebelumnya kamar ini ada yang menyewa, tapi baru berapa hari ditempati dia dipindahtugaskan ke kota lain. Jadi, untuk saat ini kamar ini kosong, gak ada yang menempati." Tante Diah menjelaskan.

"Tapi gimana kalau nanti orang yang sewa datang, Tan?"

"Enggak mungkin, soalnya dia sendiri yang ngomong, suruh kasih aja kalau ada yang nerusin. 'Duitnya Ga perlu diganti', katanya," lanjut Tante Diah lagi.

Kulirik Edo yang tengah sibuk dengan ponselnya sambil berdiri—menyandarkan bahu kirinya pada kusen pintu.

Aku sedikit heran. Emang ada, ya, orang kayak gitu? Sewa kos baru ditempati beberapa hari terus dikasih ke orang tak di kenal. Rada aneh sih, tetapi semoga dilancarkan rezekinya siapa pun orang itu.

"Ya udah, kamu istirahat saja. Nanti Tante antar makan malam."

Aku buru-buru menolak. "Gak usah, Tante. Saya pesan online saja."

"Gak apa, makan dua kali sehari termasuk fasilitas di sini. Harga sewa include untuk makan. Kamu jangan khawatir, penghuni di sini bai
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Kejanggalan Penghuni Kamar

    PoV AlyaHari demi hari berlalu dengan cepat. Satu pekan sudah aku berada di tempat baru. Aku mulai terbiasa dengan ritme hidup baru di tempat kos ini. Untungnya Rayyan tidak begitu rewel. Selama tinggal di tempat baru aku belum ada keluar dari kos karena memang belum ada hal penting. Setiap pagi dan malam, aku mengambil jatah makan menggunakan kupon-kupon yang diberikan Maya. Penghuni lainnya pun rata-rata ramah, walaupun aku masih berusaha menjaga jarak, berusaha menjaga privasi.Hari ini aku mengambil jatah sarapan agak sedikit siang, jam sembilan lewat. Karena pagi tadi sudah sarapan dengan roti. Selain itu, karena memang kata Tante Diah, jatah catering bisa diambil kapan saja selama masih ada kuponnya.Aku turun sambil membawa Rayyan di gendonganku, berjalan menuju dapur catering yang cukup sepi. memang biasanya lingkungan kos sepi, karena penghuni sedang yang rata-rata karyawan sedang bekerja. Namun, memang inilah yang kucari agar aku tidak banyak bertemu dengan banyak orang.

    Last Updated : 2025-04-29
  • Malam Pertama dengan Dosenku   Utang Budi

    PoV Alya"Hah? Beberapa hari gimana? Mbak Della itu pindah sebulan lalu, dan sisa waktu sewanya pun tinggal satu bulan waktu itu, kayaknya baru habis bulan ini, deh."Aku terkesiap dengan jawabannya. Kenapa berbed dengan yang dikatakan ibu kos?Gadis itu meletakkan nampan catering—yang tadi dia bantu bawakan sejak kami akan menaiki tangga—di meja. Dia tampak menatap sekeliling kamar. "Fasilitas kamar ini kayaknya juga ditambah, ya. Ada tv, kulkas walaupun kecil, terus ada karpet ambal juga. Waktu Mbak Della tinggal di sini sebelumya gak selengkap ini," ucapnya berdecak kagum, tetapi mengundang tanya di kepalaku.Akan tetapi, aku belum ingin bertanya sekarang. Sepertinya dia sudah kelaparan dan harus makan. Jadi, tidak ada salahnya makan dulu. Setelah itu baru mengorek informasi untuk memecah kejanggalan.Entah kenapa aku merasa sangat aneh situasinya. Memang menguntungkan bagiku, tetapi aku tidak ingin ada orang yang dirugikan. Apalagi sampai berutang budi.Aku pun menurunkan Rayyan

    Last Updated : 2025-04-30
  • Malam Pertama dengan Dosenku   Mencari Kebenaran

    "Oya, dari tadi aku lupa terus mau tanya, suami Kakak emang di mana?"Aku bergeming mendengar pertanyaan yang disangka-sangka. Ya, seharus aku sudah siap mendapat pertanyaan ini. Siapa yang tidak akan bertanya, aku datang menempati kos-kosan sambil membawa bayi tanpa suami. Aku pun tidak yakin jika kehadiranku di lingkungan ini tidak mengundang gosip bagi para penghuni kos lain saat berkumpul.Karena yang aku tahu, mereka sering saling mengobrol saat makan malam di ruang makan dapur catering. Hanya aku saja yang berusaha menutup diri."Maaf, yang aku tanya terlalu privasi, ya," ucap Lita akhirnya.Aku menggeleng. "Sudah kurelakan untuk yang lain." Aku menjawab asal."Hah? Maksudnya suami Kak Alya selingkuh?" Aku hanya mengangkat bahu. Tidak mengelak atau mengiakan."Kamu gak kuliah hari ini?" tanyaku mengalihkan pembicaraan. Lita menepuk jidatnya sendiri sambil memejamkan mata."Astaghfirullah, aku lupa. Ada emka setengah jam lagi. Mana dosennya killer lagi." Dia kemudian beranjak.

    Last Updated : 2025-04-30
  • Malam Pertama dengan Dosenku   Cuma Mimpi, 'kan?

    Pov AlyaWanita itu tampak terkejut setelah mendengar kalimatku."Alya, Sayang. Jangan, ya. Oke, Tante akan katakan yang sebenarnya."Aku bergeming dan menanti apa yang akan dikatakan oleh wanita yang menurut Lita pelit ini."Edo." Dia tampak menghela napas dalam. "Edo yang bayar semuanya."Aku menelisiknya sekali lagi."Udah, Tante udah jujur. Sekarang Tante mau keluar, mau ada urusan." Wanita berhijab itu berkata lagi sambil kemudian menyandang tas yang tadi di pangkuannya.Aku akhirnya beranjak pergi setelah mengucapkan terima kasih. Namun, entah kenapa aku merasa masih ada yang wanita paruh baya itu sembunyikan. Baiklah, aku akan cari tahu lagi nanti. ***Malam itu, aku terlalu lelah untuk berpikir panjang. Setelah menidurkan Rayyan, aku ikut terlelap di sisinya.Aku tidur lebih cepat karena beberapa malam ini susah tidur. Dalam tidur aku seakan bermimpi aneh. Bukan aneh, sih, tetapi lebih terasa nyata dan menghangatkan. Aku merasa seseorang menarikku ke dalam pelukan. Aku menghi

    Last Updated : 2025-05-01
  • Malam Pertama dengan Dosenku   Sosok Misterius

    Aku memeluk tubuh sendiri sembari memegang pipi yang terasa menghangat. Tadi itu benar-benar cuma mimpi, tetapi kenapa pipiku rasanya mengembang, jantung juga deg-degan. Aku beranjak dan menuju kamar mandi. Setelah membersihkan diri aku berwudhu dan melaksanakan salat subuh. Sepertinya tadi memang aku hanya berkhayal, karena aroma maskulin itu sekarang sudah tidak ada. Aku menghela napas panjang, lalu mulai memanjatkan doa pada pemilik semesta. Usai salat, aku bersiap untuk turun ke bawah. Berniat mengambil pesananku pada Bu Ranti kemarin. Namun, sebelum itu aku mengecek ponsel yang sudah kuisi dengan kartu sim dan sudah aku daftarkan dengan akun aplikasi cat hijau. Ada balasan chat dari Edo yang semalam kukirim. "Iya, Al. Aku yang bayar uang sewa selama satu tahun buat kamu. Maaf, gak izin. Tapi aku beneran tulus kok mau bantuin. Jangan ditolak, ya. Aku tahu kamu sedang ada masalah," tulis Edo dalam pesan chatnya. Aku hanya membaca balasan pesan itu, tidak ingin membalas s

    Last Updated : 2025-05-01
  • Malam Pertama dengan Dosenku   Sosok Misterius 2

    PoV Alya Aku menyodorkan sejumlah uang yang kupikir cukup untuk mengganti uang Edo yang dipakai untuk membayar sewa kamar. Sebenarnya aku tidak berniat tinggal di sini selama satu tahun. Apa lagi aku tahu biaya sewa kamar elit dengan fasilitas super komplit untuk standar kos-kosan pasti cukup mahal. Uang yang kubawa juga tak seberapa. Uang itu adalah uang sisa belanja bulanan untuk keperluanku dan Rayyan yang diberikan oleh Mas Kaivan sejak menjadi istrinya. Namun, cukup untuk mengganti uang Edo. Meski setelah ini, aku harus benar-benar berjuang untuk mulai mencari sumber pendapatan tanpa meninggalkan Rayyan."Gak perlu dikembalikan, Al. Itu uang kamu." Edo menyodorkan amplop cokelat yang keberikan.Aku mengernyit. "Maksudku, anggap aja ini bayaran untuk balas budi."Aku menatap heran. "Balas budi apa?""Kan kamu dulu sering bantu aku ngerjain tugas kuliah dulu." Edo menjawab sebelum kemudian menyeruput kopi yang disediakan anaknya Tante Diah. Kami memang bertemu di teras rumah p

    Last Updated : 2025-05-01
  • Malam Pertama dengan Dosenku   Tragedi di Ujung Senja

    Tidak! Tidak mungkin Mas Kaivan di sini.Aku mempercepat langkah untuk naik, ingin memastikan bahwa pandanganku tak menipu. Namun, beban menggendong Rayyan yang terus bertambah berat badannya, cukup membuatku kesulitan berjalan cepat naik tangga. Sampai di atas, napasku aku mengatur napas yang tak beraturan.Tak ada siapa-siapa di sana selain suara toa masjid yang sudah mulai mengumandangkan syalawat tanda sebentar lagi masuk waktu salat. Dinginnya angin yang meniupkan bau tanah basah makin mendukung suasa misteri yang tengah menguasai imajinasiku.Aku mengerjap cepat. Jantung seakan berdetak lebih kencang dari sebelumnya. Lebih kencang dari angin yang tiba-tiba juga menambah kecepatan.Apa iya Mas Kaivan tadi memang di sini? Ah, mungkin aku hanya berhalusinasi. Memangnya dari mana dia tahu aku di sini? Apa selama ini dia mengikutiku dan ... tetapi Edo bilang Mas Kaivan masih mencariku.Tak ada siapa pun di lorong menuju kamarku. Sepertinya memang aku tadi berhalunisasi. Aku hanya sed

    Last Updated : 2025-05-02
  • Malam Pertama dengan Dosenku   Harapan yang Menipis

    Aku mematung beberapa saat. Menatap mata sayu yang hampir meredup. Wajahnya memerah seperti menahan sakit. "Maaas!!!" Akhirnya aku bisa bersuara. Mengeluarkan jeritan dengan lantang. "Ray—yan!" Tangannya terulur hendak menggapai Rayyan yang sempat kubelakangi. Aku bergegas menggendong dan memeluk putraku. Kemudian menggapai tubuh Mas Kaivan. Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana ini bisa terjadi? Siapa yang melakukan ini?Aku belum benar-benar memahami situasi saat sekelebat tubuh bergerak cepat menuju jendela, menggeser dengan cepat daun jendela dan menghilang dari sana. Aku bahkan tidak tahu jika ternyata jendela itu bisa dibuka. Kupikir jendela mati. Sebab itu, aku tak pernah membuka jendela selain tirainya saja. Tangan dingin itu menggemggam jemariku. "Ma–af, Sa–ayang." Aku menggeleng. Air mata sudah tak mampu ditahan lagi. "Sial! Dia kabur!" Suara itu mengejutkanku. "Cepat kejar! Jangan sampai lolos! Panggil ambulans, cepat!" . Entah sejak kapan mereka masuk dan bagaima

    Last Updated : 2025-05-02

Latest chapter

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Pesona yang Tak Terlawan

    "Sayang, aku di sini," ucapnya lirih.Aku mengangguk. Namun, tak dapat bersuara. Ya, Allah Kenapa ini harus terjadi lagi? Aku harap ini hanya mimpi."Alya."Air mataku makin deras. Tak mungkin lagi bisa dibendung. Seperti darah yang mengalir deras dari perutnya. Aku tak bisa berbuat apa pun lagi."Mas, kenapa ini terjadi lagi?"Dia masih bisa tersenyum. Aku tidak tahu apa yang bisa kulakukan.Aku teriak minta tolong. Namun, teriakanku seakan tak sampai di ujung lidah pun."Alya, sssstt!" Aku memeluk tubuhnya. Dia menepuk-nepuk punggungku."Alya, Sayang .... Alya!" Dia menyeka air mataku kemudian menepuk-nepuk pipiku pelan. Aku bergeming. Menghela napas dalam. "Alya, bangun, Sayang." Tepukan di pipi makin keras.Aku mengerjap beberapa kali. Memutar pandanganku ke sekeliling. Sekarang aku di kamar, bukan lagi di dapur. Aku kembali menatap Mas Kaivan yang memangku kepalaku. Bukan aku yang memangku kepalanya seperti tadi.Dia mengusap keningku yang berkeringat. "Mas?" bisikku pelan.

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Dejavu

    Aku menunggu Mas Kaivan dengan gelisah. Dia pergi sejak siang setelah dijemput oleh Pak Arga, tetapi sampai sekarang belum ada tanda-tanda mereka pulang. Terakhir kali pria itu memberi kabar dan memintaku untuk bersiap-siap karena dia akan membawa bayi Bu Kinan pulang. Namun, kenapa sampai selarut ini belum juga sampai. Padahal aku sudah menyiapkan tempat khusus untuk baby Haura. Box bayi dengan kasur mungil lengkap dengan printilannya bernuansa pink yang kupesan via online tadi siang. Sore baru diantar kurir. Aku sengaja menggunakan fitur pengiriman same day agar bisa tiba di hari yang sama.Nomor Mas Kaivan tidak bisa dihubungi. Sementara itu, aku segan untuk menghubungi Pak Arga. Rayyan sudah berhasil kutidurkan sejak jam setengah malam tadi. Dja sempat menangis memanggil saat melihat foto papanya yang terpajang di nakas. Meski dengan mudah bisa ditenangkan, tetap saja aku masih gelisah hingga kini.Setelah beberapa kali menimbang akhirnya aku menelepon nomor Pak Arga. Satu kal

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Haura

    "Pagi, Sayang." Dia mengecup keningku lama begitu aku membuka mata. "Jam berapa, Mas?" tanyaku dengan nada masih mengantuk.Aku kembali merapatkan wajahku ke dadanya yang masih tak berlapis. "Bentar lagi azan subuh." Dia menjawab sambil mengeratkan pelukan."Astaghfirullah, tahajud lewat, dong." Aku terkejut dan menjauhkan kepala dari dadanya.Akan tetapi, dia menarik lagi. Membuat tubuh kami kembali tanpa sekat."Sekali-kali gak apa, Sayang. Kan udah diganti sunah yang lain semalam."Kalimatnya seketika membuatku pipiku terasa menghangat. "Ih, apaan, sih?"Aku kembali membenamkan wajah agar ia tak melihat pipiku yang mungkin semerah tomat.Dia terkekeh, seraya kembali mengeratkan pelukannya. Tak hanya sampai di situ, tangannya kembali bergerak mencari sesuatu yang tersembunyi dari bagian tubuhku."Mas, plis deh. Udah mau subuh nih. Kita harus gegas mandi.""Masih lama, Yang, subuhnya. Masih cukup kalau nambah satu lagi," ucapnya manja sembari mendaratkan beberapa kecupan di leher.

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Ledakan Rindu

    Malam ini rumah sudah terasa lebih sunyi. Terasa dingin dan tenang karena hujan baru saja mengguyur bumi. Rayyan sudah tidur nyenyak di boxnya. Setelah dokter menyatakan aku tidak perlu bedrest lagi, Mas Kaivan mengizinkan Mbak Rani untuk cuti. Kesempatan ini kugunakan untuk bisa lebih dekat lagi dengan Rayyan. Masa bedrest kemarin intensitas waktuku bersamanya sangat jarang sekali. Aku masih duduk di ujung ranjang, punggung menyandar di sandaran kepala tempat tidur. Mas Kaivan baru saja keluar dari kamar mandi, mengenakan kaus abu-abu ketak mencetak dada dada bidangnyabdan celana pendek santai. Rambutnya masih basah, menetes sedikit, tetapi matanya langsung mencari-cari mataku.Aku mengalihkan pandang.Dia diam sebentar, lalu menghampiri meja rias dan mengambil sisir. Dengan gerakan tenang, ia duduk di belakangku di ranjang. “Boleh aku bantu sisirin rambut kamu?”Aku mengangguk pelan, tetap tak berkata apa-apa.Dengan lembut, sisir bergeser melalui rambutku yang panjang. Ia melaku

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Tak Terbujuk

    Mataku terpaku pada layar laptop di hadapanku. Judul dokumen itu menampar kesadaran seperti angin dingin di pagi hari:Hasil Pemeriksaan DNA – Haura Azkia Putri dan Kaivan Satria Aksa.Tanganku gemetar ketika kursor mouse bergerak perlahan membuka file PDF yang dikirimkan via email. Di sebelahku, Mas Kaivan duduk tegak. Wajahnya kaku, nyaris tak menunjukkan emosi apa pun. Namun, aku tahu, dia sama tegangnya denganku.Lembar pertama hanya berisi data teknis. Nama laboratorium, tanggal pengambilan sampel, dan identitas subjek.Lembar kedua—itulah jawabannya.> Hasil: Kecocokan genetik menunjukkan bahwa kemungkinan hubungan biologis antara Haura Azkia Putri dan Kaivan Satria Aksa adalah 99.98%.Aku menutup mulut. Tubuhku limbung, seolah semua udara dalam paru-paru menguap seketika.Mas Kaivan mengusap punggungku pelan. “Sayang … kamu gak apa-apa?”Aku tak bisa langsung menjawab. Rasanya seperti ditampar kenyataan yang ... entah kenapa tetap terasa menyakitkan meski aku sudah mempersiapka

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Hasil Tes DNA

    [Untuk Alya,Dari wanita yang suaminya telah kau ambil.]Tidak. Baris kedua itu tidak ada. Hanya khayalanku saja. Aku duduk di pinggir ranjang, membuka perlahan.> Alya ....Aku tahu mungkin menurutmu aku tidak berhak menulis surat ini. Tapi tolong, baca sampai akhir. Aku… sudah kalah. Sudah jatuh. Tapi setiap malam aku dihantui oleh tatapan sedihmu dan darah di baju Kaivan. Aku minta maaf.Aku gak minta dibebaskan. Aku gak pantas minta itu. Tapi aku mohon, kalau nanti terbukti anakku anak Kaivan … tolong jangan jauhi dia. Jangan benci dia. Dia gak minta dilahirkan dari ibu sepertiku.Kamu boleh tetap membenciku. Tapi tolong… jangan teruskan kebencian itu pada bayi ini. Namanya Haura.Aku gak tahu apa yang akan terjadi padaku nanti. Tapi aku tahu, kamu jauh lebih kuat dari yang aku kira.—Kinan.Aku menatap lembaran itu lama sekali. Hatiku campur aduk. Tanganku bergetar saat meletakkan kertas itu di meja samping tempat tidur."Sayang?" Kaivan duduk di sebelahku, matanya menatap waja

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Surat dari Lapas

    "Mas, apa tuntutan kita ke Bu Kinan tidak bisa ditarik?" tanyaku pelan, membuat semua mata tertuju padaku.Mas Kaivan mengernyit menatap padaku sesaat kemudian ganti menoleh pada sahabatnya yang menghela napas panjang."Itu … udah masuk tahap akhir, Alya. Pelaporan dan penyelidikan awal memang kita yang dorong, tapi sekarang kasusnya udah jadi milik negara. Penuntut umum yang pegang kendali."Aku menggigit bibir bawah, menunduk."Ini kasus percobaan pembunuhan berencana, Al. Gak sesederhana laporan biasa yang bisa dicabut kapan aja. Ini bukan sekadar konflik pribadi, tapi kejahatan serius," lanjut Mas Azzam terdengar datar, tetapi jelas dan tegas.Mataku kini berali pada Mas Kaivan. "Tapi … dia baru aja melahirkan, Mas," ucapku lirih. Sebagai seorang Ibu dan seorang wanita, rasanya pasti berat sekali menjadi Bu Kinan.Wajah Mas Kaivan mengeras. Rahangnya mengatup. Seakan menahan sesuatu."Itu tidak bisa menjadi alasan untuk membatalkan hukum, Sayang. Dia berusaha bunuh kamu, Sayang.

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Tuntutan

    "Anak yang dikandung Bu Kinan–" Dia mengeratkan genggaman. "Dengar, Sayang. Usia kehamilannya memang selisih satu bulan lebih lama dengan usia perceraian kami. Tapi, kita akan tunggu anaknya lahir dan aku akan tes DNA untuk membuktikan apakah anak itu benar anakku. Jika dia memang terbukti anakku aku hanya akan bertanggung jawab terhadap anaknya, bukan ibunya." Untuk sesaat keheningan menguasai setelah kalimat itu terucap dari bibirnya. Aku mengangguk perlahan. Aku tahu, Mas Kaivan tidak sedang berbohong. Namun, tentang kemungkinan anak itu adalah darah dagingnya masih menjadi duri kecil di pikiranku. *** Aku menatap dengan wajah cemberut pada Mas Kaivan yang tengah menyuapiku makan. Pria itu benar-benar tak mengizinkanku bergerak sedikit pun, bahkan hanya untuk menyuap makanan. Berlebihan banget, 'kan? "Mas, aku bisa makan sendiri. Jangan berlebihan," ucapku tadi saat dia baru saja membawa makan siangku ke kamar. "Aku tahu, kamu bisa makan sendiri, tapi sekarang aku lagi mau

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Tulus

    Nyaris satu pekan berlalu sejak malam yang terasa seperti titik balik segalanya. Mas Kaivan sudah jauh lebih baik. Lukanya memang belum sembuh sempurna, tapi ia sudah bisa berjalan tanpa banyak meringis. Sementara aku, diperbolehkan pulang oleh dokter, dengan syarat harus bedrest total sampai batas waktu tertentu.“Pelan, Sayang. Jangan sok kuat. Biar aku aja yang bawa tasnya.” Ia merebut tas kecil dari tanganku begitu kami sampai di depan rumah.Duh, ini orang udah kayak alarm berjalan yang nyaris tak memberiku ruang bernapas. Protektif bukan main.Aku menghela napas dalam, lalu menggeleng. “Tasnya bahkan lebih ringan dari dompet aku, loh, Mas.”Dia menatap tajam. “Itu tetap terlalu berat untuk orang yang lagi hamil dan baru keluar dari rumah sakit, Sayang." Tuh, kan lebay.Aku tertawa kecil, tetapi tidak membalas. Ini hari pertama aku kembali ke rumah, dan aku tidak ingin merusak suasana hati Mas Kaivan.Begitu masuk ke dalam rumah, aroma wangi melati yang biasa kugunakan sebagai p

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status