Share

Malam Pertama dengan Kakak Suamiku
Malam Pertama dengan Kakak Suamiku
Author: Mewperis

Lari, Azaela, Lari!

"Huff... Hufff...."

Azalea berlari menggunakan kecepatan penuh di lorong hotel yang sepi mencekam. Pintu-pintu kamar tertutup rapat seolah mencegah Azalea melenceng dari jalurnya, sekaligus menyempitkan segala kesempatan untuk sembunyi.

Gadis itu merasakan nafasnya menipis. Sepasang kaki tanpa alas miliknya diharuskan menghantam ubin lantai sedingin es secara terus menerus. Setiap detik, Azalea merasakan detak jantungnya semakin cepat, semakin dekat dengan batasnya.

"Woi, sialan!!"

Raungan dari ujung persimpangan menggema ke seluruh lorong, menambah ketegangan hingga puncak. Suara yang mampu membuat dinding sekitar bergetar, sampai-sampai Azalea bisa merasakan hembusan nafas panas dari sang empunya dari belakang lehernya. Suara berat yang memanggilnya semakin nyaring, menandakan kedatangan suaminya semakin mendekat.

"Azalea jalang! Berhenti bersikap seperti anak kecil dan bawa dirimu ke sini!"

Azalea menolak menyerah. Walau kakinya sakit dan seluruh tubuhnya nyeri, ia berusaha melawan ketakutan yang memenuhi dirinya dengan terus mempercepat gerak kakinya.

Padahal, Azalea tahu kalau kondisinya sekarang benar-benar memprihatinkan. Gaun pengantin melekat di tubuh moleknya itu sudah separuh koyak, menjadikannya sesuatu yang riskan dan tidak nyaman. Azalea sangat kesulitan untuk bergerak dengan bebas akibat terus menerus merasa khawatir bahwa setiap kain pada gaunnya akan lepas atau semakin sobek.

Namun, Azalea tidak terlalu keberatan jika harus berlari tanpa busana daripada menghadapi situasi di mana ia tertangkap oleh suaminya yang sedang mengejar buas di belakang.

"AH!"

KROMPYANG!

Tak sengaja Azalea memberitahu keberadaannya setelah menabrak troli peralatan yang diparkir pada sisi dinding. Gadis itu tersungkur dengan kepala menghantam ubin, tapi meski pening sekalipun, ia tetap berjuang bangkit kembali.

"Di sana kau rupanya, hah!"

Suara menggelegar itu terus memburu, disertai derap langkah yang menghentak kuat.

"Sial, sial, sial!"

Azalea sedikit terseok-seok tapi tidak mau jatuh. Tak peduli sekarang ia sangat sedih, cemas, atau takut, situasinya tetap sangat buruk dan akan semakin buruk jika Azalea menyerah sekarang.

Bagaimana tidak?

Hari pernikahan yang seharusnya penuh kebahagiaan dan cinta itu tiba-tiba berubah menjadi mimpi buruk yang memalukan sekaligus menyedihkan. Azalea masih merasa malu dan bingung, tidak tahu harus berbuat apa.

Azalea sempat takut dan khawatir tentang apa yang akan dikatakan orang-orang jika mereka melihatnya sekarang. Jika kondisinya yang seperti ini terpapar jelas, ia akan malu setengah mati. Di sisi lain, Azalea juga kesepian dan tenggelam dalam kengerian karena tidak ada yang bisa membantunya.

Ketegangan ini sangat berat bagi Azalea. Ia merasakan cengkeraman keputusasaan di lehernya. Namun, ia harus tegar dan kuat karena ia terus berlari untuk mencari bantuan dan berusaha untuk menyelesaikan situasi ini dengan sebaik mungkin.

"Siapapun...."

Azalea bergumam di antara napasnya yang hampir habis. Setitik air mata meluncur ke pipi mulusnya.

Seharusnya semuanya baik-baik saja...

Pagi tadi, Azalea Mirabel resmi menginjak umur dua puluh tiga. Hadiah ulang tahun yang menantinya adalah pernikahan mewah nan megah dengan seorang pria dua puluh delapan tahun bernama Johan Laksmana.

Mereka diperkenalkan dalam kencan buta yang dibuat oleh wanita yang membesarkan Azalea sejak umur lima tahun, yaitu Bibi Luna. Setelah diyakinkan bahwa dirinya berhutang banyak atas jasa itu, Azalea menerima perjodohan dengan senang hati. Apalagi karena Johan terlihat sangat baik dan perhatian...

Namun, kesan memesona itu hanyalah tipu daya belaka.

Dan tipu daya busuk cenderung lebih cepat terbongkarnya.

"Harusnya tidak begini.... Hidupku tidak boleh berakhir seperti ini...."

Azalea bergumam sembari memaksa dirinya untuk tetap tegar. Lorong hotel seolah tanpa batas, bahkan dalam halusinasi Azalea yang mulai kelelahan, dinding-dinding di sekelilingnya terlihat mengecil seolah akan memakannya hidup-hidup.

"Maafkan aku, Ayah... Maafkan aku, Ibu... Maafkan aku, Bibi Luna...." Azalea terisak, lalu berbelok ke lorong berikutnya.

Kenapa Azalea harus mempertaruhkan seluruh energinya untuk mati-matian lari dari Johan?

Di tengah larinya pun, Azalea tidak bisa melupakan adegan itu.

Ya, Azalea memang sudah resmi menjadi istri Johan. Meski pertemuan mereka hanya sekali, tapi Johan tampak sudah sangat terpikat dengan kecantikan alami Azalea. Raut wajah Azalea yang halus dan tenang itu memiliki pesona yang membuat siapapun terkesima.

Mungkin karena itulah... Johan menjadi begitu beringas ketika mereka masuk ke kamar hotel yang disiapkan untuk menghabiskan malam pengantin.

Azalea tahu bahwa melayani Johan adalah tugasnya sebagai seorang istri... Azalea tahu benar bahwa dirinya harus menuruti ucapan Johan... Tapi mulai detik itu, semuanya terlihat amat salah....

"Azalea, mulai detik ini kau harus menuruti ucapanku," bisik Johan sambil membimbing Azalea ke ranjang, "Aku akan memperlakukanmu dengan amat baik jika kau sangat patuh."

Mulanya, perasaan Azalea melambung tinggi karena diperlakukan seperti ratu. Sayangnya, kebaikan itu hanya bertahan beberapa jam. Johan menampakkan wajah aslinya. Seorang monster dengan birahi setinggi langit yang melakukan apa saja demi mencapai kesenangannya sendiri.

"Angkat kedua kakimu lebih tinggi, Azalea!"

Seruan lantang Johan dengan deru napas panasnya yang berbau gairah.

"Keluarkan suara manismu lebih keras!"

"AAAHH!!!"

Jeritan Azalea merobek udara dalam kamar pengantin. Berpadu dengan decit engsel ranjang yang bergoyang heboh.

Air mata mengucur deras. Azalea menginginkan seorang suami yang menghargainya, menghargai tubuhnya, menghargai keinginannya! Bukan seorang monster yang sama sekali tidak meminta persetujuannya dan langsung menyentuh setiap inchi tubuhnya dengan kasar!

"Sekarang kamu adalah istriku, Lea. Kamu harus patuh... Diam saja dan aku akan membuatmu melayang ke langit ke tujuh," bisik Johan di telinga Azalea.

Di atas ranjang besar bertabur kelopak bunga mawar itu, Azalea terisak dalam diam. Berpegangan pada sprei menahan hentakan kasar yang Jordan berikan pada tubuhnya. Bagian bawah tubuhnya bagaikan dikoyak-koyak secara brutal. Johan juga tidak ragu menggunakan tangannya untuk menambah penderitaan Azalea.

Susah payah memohon pada Johan untuk lebih lembut, tapi apa yang Azalea dapat selanjutnya? Tamparan dan pukulan menyakitkan.

"Kamu adalah jalangku, Lea. Kamu milikku, budakku, propertiku!" bisik Johan menyeringai di tengah napas panasnya.

Semuanya terasa menjijikan sekaligus memuakkan. Azalea ingin sekali meludahi Johan yang sibuk menghentakkan pinggulnya secara kasar.

Karena itulah, Azalea mengambil satu menit kesempatannya ketika Johan pergi ke kamar mandi.

Di sinilah Azalea sekarang, masih berusaha sembunyi dari kejaran Johan si monster.

"Tuhan, tolong aku... Tolong aku... Aku tidak mau menghabiskan sisa hidupku di tangan lelaki jahat berlabel suami itu!" Azalea meraung dalam hati. "Ini tidak adil!"

Naas, pelarian Azalea menemukan titik akhir ketika yang ia hadapi adalah lorong buntu. Hendak berbalik pun, Azalea melihat bayangan dan teriakan Johan makin mendekat.

Azalea merasakan detak jantungnya semakin cepat ketika ia tergesa-gesa meraih gagang pintu-pintu yang terkunci.

Sial, sial.

Bangunan hotel itu adalah properti keluarga Laksmana yang disewa khusus untuk hari ini. Sudah pasti sebagian besar kamarnya kosong, jadinya dikunci rapat.

"Akhirnya!"

Setitik keberuntungan membawa Azalea ke dalam sebuah kamar. Segera ia tutup pintu rapat-rapat.

Kamar tempatnya berada sekarang itu cukup remang-remang, tapi setidaknya gadis itu bisa bernapas lebih lega meski tetap waspada akan kedatangan Johan.

"Mungkin aku bisa sembunyi di sini untuk beberapa menit," gumam Azalea, mengamati ujung gaunnya yang kotor dan kakinya yang polos. Sejak tadi tangannya juga harus memegangi dada karena gaun itu terus melorot.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

Sebuah suara yang dalam nan berat itu merobek keheningan.

Perlahan Azalea mendongak dan melihat siluet setinggi nyaris dua meter tak jauh di depannya. Siluet berbentuk manusia tapi wajahnya tak terlihat sebab ia berdiri di sisi gelap yang tak terkena cahaya lampu nakas.

Walau begitu, Azalea merinding. Ia bisa merasakan darahnya berdesir saat menduga dirinya sedang ditatap oleh sorot mata yang menembus jiwa.

Azalea membeku di tempat. Ia merasa terjebak dalam kegelapan yang aneh. Azalea tak bisa menjawab. Ia masih terlalu terkejut untuk berbicara.

"Tidak bisakah kau menjawab pertanyaan saya?" Suara itu kembali menggema di dalam kamar.

Azalea masih tak bisa bergerak. Ia merasa seperti terhipnotis oleh suara tersebut.

Siluet tinggi itu melangkah mendekat ke dinding. Seketika, secercah cahaya terang menghujani seluruh sudut ruangan sekaligus memperjelas siapa yang sedang berdiri di depan Azalea sekarang.

Seorang lelaki dengan wajah simetris rupawan, memiliki mata almond gelap yang tajam, rahang yang tegas nan kaku, serta raut dingin tak ramah.

"Apa kau tuli?"

Lelaki itu mengernyit. Kedua tangannya tersilang di depan dada bidang yang terpampang jelas otot-otot kokohnya.

Ya, ia sedang bertelanjang dada. Tanpa mau repot-repot menutupi dirinya.

"Ma–Maaf!" Azalea memekik panik. "Tolong, jangan salah paham dulu!"

"Tidakkah kau melihat penampilanmu sendiri? Bagaimana bisa saya tidak salah paham?"

Lelaki itu membalas sambil mendengus.

"Keluarlah."

"Tidak!"

Azalea menahan suaranya. Mungkin lelaki ini bisa diajak kerjasama.

"Tolong mengertilah, Tuan. Sekarang aku harus bersembunyi! Biarkan aku di sini selama lima belas menit, lalu aku akan pergi!"

Lelaki di hadapan Azalea itu adalah Bima, hanya bisa mengamati penuh curiga.

Gaun koyak yang menempel di tubuh Azalea itu justru memperlihatkan beberapa bagian yang tidak pantas. Separuh bahu Azalea bahkan juga terekspos. Usaha Azalea menahan bagian depan gaunnya dengan tangan juga sepertinya sia-sia. Setengah lekukan dada bulat gadis itu terekspos keluar.

"Kenapa saya harus menolongmu?" tanya Bima dingin, menjauhkan matanya dari tubuh Azalea.

"Aku mohon... Aku harus mengh—"

TOK! TOK! TOK!

Deg. Jantung Azalea berhenti berdetak.

"Azalea! Buka pintunya! Aku tahu kau ada di dalam sana!" Johan menggedor di balik pintu.

Mampuslah. Air mata menggenangi pelupuk mata Azalea tatkala ia menatap lelaki di hadapannya dengan penuh permohonan.

"Azalea! Buka pintunya atau aku dobrak!" Johan menggedor pintu makin keras.

"Aku mohon...."

Azalea mengiba dengan suara serak yang bahkan tak lagi terdengar jelas.

"Tolong sembunyikan aku... Aku tidak mau menikah dengan dia... Aku tidak mau menderita...."

BLAM!

Terlambat. Pintu telah terbuka lebar. Johan berdiri di ambang pintu dengan napas menggebu. Matanya melotot saat melihat istrinya, tapi segera teralih ke Bima.

"Tidak bisakah kau masuk dengan lebih sopan, Adikku?" tanya Bima, melirik Johan amat tajam.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status