Share

4

Author: Gleoriud
last update Last Updated: 2022-06-20 11:02:20

Raras baru saja berniat mengunci mobilnya ketika suara ayahnya menggelegar, laki-laki yang masih tampak kuat dan muda di usianya yang bahkan sudah enam puluh tahun. Raras hanya menganggukkan kepala sebagai penghormatan kepada ayahnya.

"Apa yang dilakukan seorang Putri bangsawan di tengah malam begini?" Mata ayah Raras menyipit melihat keadaan mobil yang lampu depannya pecah. Penampilan Raras sudah tidak karuan, rambut berantakan dan pakaian yang sangat dibenci oleh ayahnya.

"Maaf, Ayah," jawab Raras, yang dibutuhkannya sekarang adalah tempat tidurnya.

"Ayah tunggu di ruang kerja Ayah," jawab ayahnya dingin, Raras sudah hafal sekali, jika dia disuruh masuk ke ruang kerja, maka sesuatu yang sangat serius akan disampaikan ayahnya malam ini. Raras tidak lagi peduli.

Dengan gontai dia mengikuti ayahnya dari belakang, sesaat dia kaget saat ibunya muncul tiba-tiba dan menarik tangannya sambil berbisik, "Apa yang kau lakukan hari ini? Bahkan keluarga besar Divo datang ke rumah mencarimu, tapi kau malah melarikan diri."

Raras mengembuskan nafas lelah.

"Ibu mau mengintrogasiku juga? Ikut saja ke ruang kerja ayah, supaya aku bisa menjawab satu persatu." Raras pergi meninggalkan ibunya, wanita paruh baya itu hanya mendesis jengkel.

Raras berhenti sejenak di depan pintu yang dibuat dari kayu jati berkualitas dengan ukiran cantik dan klasik. Mengetuk pintu berlahan sampai mendengar ayahnya mempersilahkan dia masuk.

Raras duduk di depan ayahnya, menutup pahanya yang terbuka dengan jaket kulit yang dibawanya, ayahnya tak sedikit pun menampakkan wajah bersahabat.

Raras mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja, ayahnya masih sibuk dengan buku di tangannya, kaca mata dan cerutunya mengepulkan asap.

Raras berdehem, kenapa sang ayah mengulur waktu, dia benat benar lelah.

"Kau tau apa salahmu?" Akhirnya introgasi itu dimulai juga.

"Iya, Ayah," jawab Raras lesu.

"Apa kau tidak bisa dididik dengan lemah lembut, apa aku harus menggunakan kekerasan untuk mengajarimu?" Ayahnya tiba-tiba memukul meja, membuat gelas kopinya tersenggol dan jatuh berderai  di lantai.

Raras memejamkan mata ketika suara ayahnya mulai meninggi, dia berusaha tidak melawan, selalu seperti ini.

"Hari ini kau mencoreng wajah keluarga kita dengan ketidak hadiranmu di acara sakral antar keluarga."

Raras menguasai diri, berusaha untuk tetap menundukkan wajah.

"Aku ingin membatalkan pernikahan ini," tegas Raras.

"Lelucon apa lagi ini?" Ayah Raras menatap tajam putrinya.

"Aku tidak akan menikahi pria yang bahkan menghamili sekretarisnya sendiri." Raras mengangkat wajahnya, menantang mata ayahnya dengan berani.

"Dari mana kau tau?" selidik ayah Raras.

"Sekretarisnya yang mengatakan langsung padaku, Ayah."

Ayah Raras terdiam, dia tidak terlihat kaget, mungkin ayahnya sudah tau kasus ini.

"Kau akan tetap menikah dengannya, sisanya biar ayah yang mengurus," tegas ayahnya.

Raras bangkit, tidak mempedulikan sopan santun yang membuatnya muak.

"Kenapa? Kenapa Ayah tidak adil padaku, kenapa kalian selalu memaksakan kehendak padaku?"

"Jangan tinggikan suaramu! di sini bukan pasar."

"Bahkan kakak saja belum menikah, dia boleh memilih laki-laki yang disukainya, sedangkan aku?"

"Dia bisa menilai laki-laki yang pantas untuk keluarga kita, tidak sepertimu."

Ayah Raras mulai tidak sabar, Raras lelah, dia tidak akan pernah menang melawan ayahnya yang terlalu menampakkan kasih sayangnya pada kakaknya.

"Aku takkan menikah dengannya, aku akan menikah dengan orang lain."

"Apa maksudmu?" Ayah Raras terkejut.

"Bahkan ayah tidak menanyakan apakah aku baik-baik saja, bahkan ayah tidak mau tau musibah berat apa yang aku lalui hari ini." Raras merosot, menangis tanpa suara.

Ayahnya terdiam, mengatupkan rahangnya dengan erat. Membiarkan Raras yang menangisi dirinya.

"Aku menabrak orang, ibunya tewas dan anaknya patah, aku sudah berjanji akan menikahi anaknya sebagai penebus rasa bersalahku, bahkan tak ada satu pun orang di rumah ini yang mau tau tentangku."

Raras bangkit, mengusap kasar air matanya.

"Dari dulu aku menyadari, tidak ada tempat bagiku di rumah ini."

"Raras!" bentak ayahnya.

Raras berhenti di tempat, menoleh ke belakang memperhatikan wajah ayahnya yang geram.

"Besok setelah subuh, kita perlu bicara."

******

Raras baru saja selesai mandi dan berganti pakaian, dia berniat merebahkan tubuhnya saat wanita cantik bernama Andini sudah masuk ke dalam kamarnya tanpa diketahuinya. Wanita lemah lembut yang sangat dibanggakan keluarganya, wajah cantik dan otak cerdas, komplit jika saja orang tidak tau siapa wanita ini sebenarnya.

"Bertengkar lagi dengan ayah?" Suara lembut Andini mengalun merdu, satu hal yang tidak dimiliki Raras.

"Tidak," jawab Raras acuh, dia tidak begitu akrab dengan Andini, mereka memiliki sifat yang bertolak belakang.

"Seharusnya kau mengikuti apa yang Ayah mau," lanjut Andini. Raras mendesah lelah, menatap kakaknya bosan.

"Aku sudah kenyang dengan berbagai ceramah, jangan tambah lagi, Kak, kau akan membuatku muntah."

Andini diam

"Berhentilah membangkang, Raras, kita tidak sama dengan orang biasa, setiap gerak-gerik kita akan di konsumsi publik."

"Kak, ini sudah tengah malam, aku mau tidur, simpan nasehatmu untuk besok." Raras merebahkan dirinya dan membelakangi Andini.

"Kenapa kau membenciku, Raras?"

"Aku tidak membencimu, aku tidak suka terlalu dikekang, berhentilah bersikap seolah-olah kau sayang padaku, karena aku bukan gadis bodoh yang bisa kakak bohongi dengan tampang polos kakak."

Andini mengepalkan tangannya.

"Kau mungkin sedang mabuk, bicaramu melantur." Andini berjalan anggun, tapi suara geraman Raras menghentikannya.

"Aku tidak sehina itu sampai meminum alkohol, buka topengmu,  Kak! aku bahkan memiliki fotomu dengan seorang laki-laki di kamar hotel."

Andini memucat, baru saja dia membuka mulut, Raras melanjutkan.

"Berhenti bermain-main denganku, kalau kau tak ingin foto itu sampai ke tangan ayah. Sekarang keluar, aku tidak mengundangmu ke sini."

Andini memegang dinding, kakinya gemetar, darimana foto itu didapatkan Raras. Dia takkan membiarkannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Malam Pertama dengan Suami Lumpuh   89

    Tidak ada yang berbeda ketika Wisnu berada di rumah. Dia suka memasak dan mengerjakan pekerjaan rumah, bahkan, walaupun Raras berusaha membujuknya, pria itu tetap tak terpengaruh sama sekali."Rumah ini sudah terlihat berbeda dari terakhir kita meninggalkannya, bukan?" kata Raras, Raras berusaha bercakap-cakap, tetapi pria itu hanya diam saja."Kau masih ingat ketika kau lumpuh dulu? aku menggendongmu kesana kemari, alangkah indahnya masa itu, tidak terasa sudah bertahun-tahun berlalu, dan sekarang kita kembali di sini, tetapi suasananya sudah berbeda, tidak ada lagi tawamu seperti itu." Suara Raras serak.Raras menghela napasnya, sebenarnya, ia sudah lelah juga membujuk Wisnu. Akan tetapi, pria itu tetap teguh dengan pendiriannya, tidak terpengaruh sama sekali, ia tetap menjawab apa yang dikatakan Raras, tapi tidak seperti biasa, hanya perkataan 'iya' dan 'tidak' saja."Aku masih ingat bagaimana senyum lebarmu menyambutku ketika aku datang, dan untuk pertama kalinya, seumur hidupku,

  • Malam Pertama dengan Suami Lumpuh   88

    Felicia tidak berdaya menolak kuasa Andrew. Pria itu memaksanya, dengan cara yang kasar, memerintahkan Felicia mengikutinya.Setelah menempuh perjalanan beberapa jam, mereka memutuskan untuk istirahat di sebuah kafe. Sebuah kafe dengan tema alam yang bisa membuat pikiran mereka sedikit dingin, setelah perdebatan panjang selama beberapa saat.Felicia hanya perlu memasang taktik, untuk sementara ini, dia hanya perlu pura-pura patuh mengikuti Andrew. Dia hanya perlu cara licik, karena Andrew si pengawal dingin, bisa melukainya."Puas?" kata Felicia kemudian kepada Andrew."Untuk alasan apa?" tanya Andrew dengan senyum dingin."Kau berhasil menekanku, sehingga aku akhirnya takluk dan menuruti semua kemauanmu.""Sudahlah, Felicia. Kita ini adalah orang yang sama, kamu mencintai uang dan aku pun sama, aku tau ... kau menikah dengan suamimu karena uang, dan aku bekerja dengannya juga karena uang, jadi ... tidak ada yang lebih baik di antara kita, bukan?" Andrew menyantap santai steaknya."

  • Malam Pertama dengan Suami Lumpuh   87

    Hujan tidak berhenti mengguyur desa sejak tadi malam, bahkan udara dingin ini tidak mematahkan semangat Wisnu untuk bangun jam 03.00 Subuh menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim yang taat. Dia mendirikan dua rakaat salat tahajud yang tidak pernah absen dilakukannya. Dia adalah pria yang dibesarkan dengan agama yang kuat. Akan tetapi, sejauh ini, sebuah ujian sebagai suami, dia belum mampu membuat Raras untuk istiqomah dalam menjalankan ibadahnya. Wanita itu bahkan belum bisa menutup auratnya secara sempurna. Dia dulu pernah sempat memakai hijab, lalu kembali berhenti memakainya, alasannya karena merasa tidak nyaman. Entah untuk alasan apa, yang jelas ... Wisnu tidak pernah memaksakan. Yang penting, Raras bisa menunaikan kewajiban salat lima waktu. Memang benar, pengalaman agama Raras begitu minim, dia dibesarkan di lingkungan keluarga yang moderat dan tidak begitu mementingkan persoalan agama, aqidah serta ibadah, akan tetapi Wisnu berusaha membimbingnya.Seusai salat tahaju

  • Malam Pertama dengan Suami Lumpuh   86

    Walau keadaan terasa berbeda saat ini, Wisnu memutuskan untuk duduk di beranda rumahnya. Mengamati Aryo yang sibuk melayani pembeli.Adiknya itu tumbuh menjadi anak yang tampan, pemuda baik hati dan pengganti Wisnu di rumah itu. Dua adik Wisnu pun sudah tumbuh menjadi remaja yang cantik. Begitu cepat waktu berlalu, membuat Wisnu merasa terharu. Andaikan ibunya masih hidup, tentu dia akan bangga memiliki anak-anak yang begitu pintar, cerdas, tampan dan cantik seperti mereka.Wisnu kemudian berusaha menghabiskan air mineral yang ada di tangannya. Sudah tiga hari dia berada di sini, dan sama sekali dia belum berniat untuk menghubungi Raras. Dia sengaja mematikan ponselnya, bahkan beberapa kali Raras menelepon ke ponsel adiknya, Wisnu melarang untuk mengangkatnya, entah kenapa ... dia hanya butuh sendiri. Ketika mengingat tuduhan Raras, hatinya benar-benar sakit.Setelah pelanggan cukup sepi, Aryo kemudian mendekati Wisnu, pria yang tingginya sudah menyamai Wisnu itu, menatap sang kakak d

  • Malam Pertama dengan Suami Lumpuh   85

    Katakanlah Felicia adalah jalang yang sesungguhnya. Wanita itu bahkan tidak butuh waktu lama untuk ditaklukkan oleh Andrew. Dalam beberapa menit saja, dia mengerang dan memohon kepada pria itu.Mungkin Andrew adalah pria yang bisa memperlakukan dia seperti apa yang dia butuhkan. Dia begitu lihai dalam memanjakan setiap inci kulitnya, semua itu membuat Felicia mengakui, bahwa Andrew adalah pria terbaik yang pernah menemaninya."Sialan kau, Andrew!" Felicia memakai pria itu, di tangah napasnya yang tersengal. Sedangkan Andrew memamerkan senyum iblisnya.Felicia menyumpahi dirinya yang begitu bodoh, seakan tidak lagi memiliki harga diri di depan pria itu. Dengan mudahnya Andrew menghancurkan semua keangkuhannya, bahkan dengan status sebagai atasan itu, sama sekali tidak membuat Andrew segan padanya.Setelah pertempuran semalaman itu, paginya Felicia dihantam oleh kesadaran, bahwa apa yang terjadi pada dirinya saat ini, adalah hal gila yang selalu terulang. Ditambah kenyataan, dia tengah

  • Malam Pertama dengan Suami Lumpuh   84

    Putus asa, sedih serta merasa tertekan, itu yang dirasakan oleh wanita cantik berambut lurus bernama Raras. Tidak terhitung sudah berapa jam dia berkeliling di pulau kecil itu. Dia mendatangi tempat-tempat yang mungkin bisa jadi akan didatangi oleh Wisnu. Akan tetapi suaminya itu sama sekali tidak terlihat batang hidungnya.Raras kemudian mematikan motornya. Jam 01.00 dini hari, sewajarnya tidak pantas wanita sendirian di malam hari dengan suasana yang teramat sepi di tepi pantai.Wanita itu kemudian membuka jaket kulitnya. Menanggalkan helm. Tak lupa sepatu sportnya. Kakinya yang jenjang, menapak pasir basah. Mata wanita itu terlihat basah, dengan semua keputus-asaannya, dia tak tau, apa yang harus dilakukannya."Kenapa ponselmu mati?"Raras menyugar rambutnya yang berantakan. Dia lebih memilih, bertengkar hebat asalkan dia bisa melihat suaminya walaupun tak menegurnya sama sekali.Ketika Wisnu lebih memilih untuk diam saja, maka itu adalah sebuah wujud kemarahan yang tidak bisa dib

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status