Part 3
Faisal masuk ke kamar Airi, lelaki itu bermaksud menemaninya. Namun, istrinya menolak dengan halus. Airi tahu dosa besar bagi istri jika membantah suami.Hati Airi masih sakit atas pengakuan ibu mertuanya tentang pernikahan kedua Faisal. Tanpa izin darinya sebagai istri pertama. Airi merasa dirinya tak dianggap hanya sebagai figuran di rumah ini.
Semua pekerjaan ia lakukan. Walaupun Faisal tak pernah menyantuhnya. Memeluk pun tidak. Airi merasa hanya sebagai pembantu di rumah suaminya.
Sebuah tangan melingkar di perut Airi, ia sedang berada di dapur. Tak pernah Faisal memperlakukan Airi seperti ini sejak pernikahannya setahun yang lalu.
Rambut basah Faisal membuat diri Airi membayangkan suaminya memadu kasih dengan wanita lain.Perasaan sakit dan jijik tiba-tiba menghampirinya.
"Maaf Bang, aku lagi masak," ucap Airi berpura-pura sibuk. Menghindari gejolak di dada. Menahan air mata yang akan jatuh.Faisal terkejut ketika tangannya di lepas paksa oleh istrinya. Lelaki itu mendenkus kesal lalu duduk di meja makan. Menatap Airi sinis dan marah.
"Sayang, kamu gak nungguin aku, sih," ucap Bella menuruni anak tangga. Tubuhnya masih terbalut baju tidur. Sikapnya manja, aroma percintaan mereka masih tercium.
"Kamu sudah bangun, Honey." Hati Airi sedikit teriris ketika suaminya memanggil Bella dengan sebutan honey. Bella mengecup pipi suami tampannya dengan mesra.
Duduk di pangkuan Faisal tanpa melihat keadaan Airi. Bagaimanapun wanita akan sakit dan cemburu jika, melihat sang suami bermesraan.
"Aku lapar," ucapnya manja. Airi mendengar suara madunya merasa muak. Ingin melempar pisau ke arah wanita itu.
"Ayo, kita makan!" ajak Faisal. Lelaki itu mengambilkan piring untuk istri mudanya.
Airi membalikkan badan dan mengambil piring suaminya kemudian mengisi piring tersebut dengan nasi goreng. Faisal terpaku melihat Airi yang masih melakukan kewajibannya. Untuk sesaat lelaki itu terpana dengan sikap Airi yang sudah tersakiti.
Bella hanya mencibirnya, bagi Airi istri wajib melayani kebutuhan suami. Airi melangkahkan kaki tanpa berucap, ia tak sudi satu meja dengan madunya.
"Airi, kamu mau ke mana? Ayo kita makan bareng-bareng!" ucap Faisal kepada Airi. Wanita itu menoleh, tatapannya dingin.
"Tidak. Bang. Aku sudah kenyang." Airi kembali melanjutkan langkahnya.
"Sudah' lah Bang. Biarkan saja, ayo kita makan!" Bella menyodorkan sendok yang berisi nasi goreng ke mulut Faisal.
Sejak sarapan hingga sore hari, Airi tak mau keluar. Ia sudah mengerjakan pekerjaan rumah. Di dalam kamar, Airi melamun dan menangis. Matanya sembab dan penampilannya acak-acakkan.
Suara ketukan mengagetkan Airi. Airi membuka pintu perlahan. Ibu mertua berdiri di depan pintu kamarnya.
"Mama, ada apa?" tanyanya sopan. Ia bersikap setenang mungkin."Hei, pemalas! Ini sudah jam berapa. Kamu lihat! Saya dari tadi di rumah ini, tapi kamu malah tidur-tiduran di kamar."
"Lihatlah! Berantakan sekali rumah. Kamu ngapain aja dari pagi sampai sore tiduran terus?" omel Ririn dengan membulatkan matanya."Ma-maaf Ma, Ai cape. Butuh istirahat," ungkapnya. Semalaman ia menangis membuat dirinya lelah dan tak bertenaga.
"Cape apaan! Kamu aja tiduran terus. Cepat rapikan rumah. Mama sama Bella mau pergi shopping."
Tanpa membantah Airi menuruti ucapan mertuanya. Walaupun Ririn-mama mertua ketus, ia tak pernah melawan wanita itu.
Airi menggambil hijab instannya yang di gantung dekat lemari pakaian, sejak Faisal membawa Bella ke rumah ini, ia memutuskan untuk menutup kepalanya walaupun Faisal masih sah sebagai suami.
Wanita itu turun tergesa-gesa takut mertuanya akan ngamuk dan memakinya.
Gadis itu menatap rumah, sofa berantakan cemilan di meja penuh dengan kulit kacang. Airi beralih ke dapur tumpukan cucian piring dan peralatan masak kotor semua. Lantai berceceran kopi,susu, dan saus. Ia hanya menghela napas panjang lalu menghembuskan perlahan.
Segera mengambil sapu dan lap. Kepalanya sedikit pusing, ia memegang dahi dan memijit pelan. Seharian belum mengisi perutnya dengan makanan apapun.
Bella dan Ririn keluar rumah tanpa menyapa Airi. Mertua dan menantu idaman terlihat kompak.
"Nanti kalau kita sudah pulang. Pastikan semuanya sudah rapih." Airi hanya menganggukkan kepala.
Bella dan Ririn tertawa di dalam mobil.
"Pasti dia kewalahan melihat rumah yang berantakan," ucap Bella dengan suara tawa penuh kemenangan."Biarkan saja, mantu tak tahu diri. Pembohong!" ucap Ririn dengan sinis.
Airi membersihkan semua ruangan, selama menikah Airi tidak mau ada pembantu di rumahnya. Hanya pekerjaan rumah hal yang mudah baginya. ia sudah biasa mengerjakannya.
Tubuh Airi terasa lengket, bau badan akibat keringat yang bercucuran. Ia bergegas masuk ke kamar mandi dan meninggalkan pekerjaan rumah sementara.
Mendengar suara azan Magrib terdengar dengan merdu, Airi mengelar sejadahnya. Hatinya terasa lebih tenang ketika bersujud kepada Sang Pemilik dunia dan akhirat.
Bugh!
Suara seseorang jatuh membuat Airi terperajat. Bergegas ke luar kamar, menuruni anak tangga dengan cepat. Mukena masih melekat di tubuhnya.
"Airi, apa yang kamu lakukan? Kamu ingin mencelakai Bella!" bentak Faisal ketika melihat istri pertamanya. Bella terpeleset ketika masuk ke dalam rumah.
Ini adalah pertama kali Faisal membentak Airi. Wajahnya menyeramkan, rahangnya mengeras. Bella hanya berpura-pura sakit. Di bibir istri kedua Faisal tersenyum puas.
"Ma-maaf Bel, kamu tak apa-apa?" tanya Airi mengelus tubuh madunya. Bella merasa risih dengan sentuhan kakak madunya.
"Sudah tak apa. Aku baik-baik saja kok," ucap Bella tersenyum manis. Ia berprilaku baik dan sopan hanya di depan Faisal.
"Honey, kakiku sepertinya keseleo."
Tanpa diminta, Faisal membopong tubuh ramping Bella menaiki tangga dan masuk ke dalam kamar. Tatapan Bella tak lepas dari Airi yang berdiri terpaku melihat pemandangan tersebut. Sesak dan nyeri di hati Airi.
Ia menundukkan kepala menahan nyeri dan sesak dalam dada. Apakah Airi akan sekuat baja. Menahan rasa sakit dan kemesraan suami yang tak pernah menganggapnya ada. Hanya doa yang selalu dipanjatkannya.
Malam Tanpa Noda Perut Lily semakin membesar. Mereka sudah melakukan syukuran tujuh bulan dan kini menunggu kehadiran sang buah hati. Fian selalu Siaga. Begitu juga Airi dan Putra. Tak ingin cucu pertamanya mengalami hal buruk. Lily dan Fian kembali ke rumah Mahendra. "Aduh!" teriak Lily melepaskan ponsel hingga membentur lantai keramik putih. Fian menghampiri istrinya dan menutup panggilan begitu saja. "Drian, kita harus pulang!" pinta Prily. "Tidak bisa. Kita baru sehari di sini?" "Kamu tak dengar kalau Lily teriak kesakitan." "Belum waktunya ia lahiran masih satu bulan lagi." "Tapi, aku khawatir sekali!" "Kita hubungi adik kembar. Mereka pasti tahu." Jemari kekar Drian menekan kontak Afisah dan menunggu panggilan terangkat. Dua kali berdering baru diangkat oleh gadis manis yang beranjak dewasa.
Malam Tanpa NodaDua orang sejoli berada di sebuah hotel bintang lima. Sang lelaki berada di atas tubuh wanita. Meliuk-liuk bagaikan ular.Suara mereka bagaikan nyanyian kerinduan. Rindu setelah semua terjadi. Rindu setelah kehampaan menyelimuti. Pikiran negatif selalu menghantui. Kecemburuan membuat Drian tak berpikir jernih.Drian melepaskan diri dan terbaring di samping wanita tanpa sehelai kain. Wanita berwajah boneka bibir manis istri Drian.Prily selamat dari aksi penembakan itu. Walaupun, dirinya koma untuk beberapa hari.Seluruh keluarga Mahendra berdoa kepada sang pencipta agar Prily diselamatkan dari maut.Airi melakukan amal secara besar-besaran meminta doa kepada anak-anak yatim piatu.Prily meletakkan kepala di dada bidang Drian. Memainkan jemari lentik memutar-mutar. Membentuk nama dirinya dan juga lelaki yang dicintainya.“Aku lapar,” rengek Prily.&n
Malam Tanpa NodaTubuh Prily dibawa dengan mobil ambulance. Selama perjalanan tangan Drian tak lepas dari wanita berwajah boneka.Pengorbanan untuk orang tuanya sangat besar. Rela mengorbankan nyawa demi belahan jiwanya."Prily, bertahanlah!"Air mata menetes di pipi lelaki itu. Para medis menawarkan diri untuk mengobati luka Drian."Tidak usah! Selamatkan saja istri saya."Tubuh Prily terkujur kaku bagian perut mengalir noda merah. Tangan petugas menekan bagian itu agar tak kehilangan banyak darah.Semua setok darah sudah dipersiapkan untuk Prily sesuai golongan darahnya. Golongan darah Prily mudah dicari, memudahkan para medis melakukan operasi.--Drian menunggu Prily di ruang tunggu operasi. Gelisah dan takut kehilangan wanita itu. Tak peduli Prily telah mengkhiantinya. Bermain api dengan Johan dan berakhir di tempat tidur.Melihat tubuh
Malam Tanpa NodaSemua serangan Drian tak dapat menyentuh kulit Johan sedikitpun. "Kamu tak akan bisa melawanku." Johan menyeringai. Setiap serangan selalu ditangkis.Kaki kekar Drian menendang ke arah perut Johan hingga lelaki perusak itu terjerembab di lantai, tawa terdengar di bibir Johan.Johan segera bangkit dan memiringkan kepala, Drian hendak menghampiri Johan namun, lawannya mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya.Senyum menyeringai menghampiri Airi. Wajah tampan milik Johan menatap ibu dari anak-anak Mahendra. Menarik wanita itu kasar, Prily hendak menghalanginya namun kalah cepat."Drian!" panggil Airi.Johan menodongkan senjata dengan pelatuk menempel di jarinya. Tersenyum menyeringai, sekali tekan sejata api itu akan meledak dan masuk ke dalam kepala Airi dan napas akan terhenti dalam hitungan detik."Kamu mendekat aku pecahkan kepalanya. Mundur!" Membulatkan
"Kalau begitu. Jauhkan dia dan jangan ganggu wanita itu. Kamu tak ingat berapa umurnya?""Tentu Sayang. Sekarang kita selesaikan semua dan setelah itu kita bersenang-senang."Johan kembali menatap penerus Mahendra."Bawa semuanya ke mari dan habiskan mereka sekarang juga!"Teriakkan Johan menyadarkan Airi. Wanita itu membuka mata perlahan. Makian Drian membuat dirinya sadar sesuatu telah terjadi."Prily ...."Johan menoleh ke arah Airi. "Selamat datang Bunda. Bagaimana tidurmu?"Airi ingin bergerak namun, tubuhnya terikat."Lepaskan aku.""Lepas? Tidak!" Johan menyeringai."Prily, tolong ...."Wajah Prily berubah pucat. Ia tak tega melihat wanita yang telah mencurahkan kasih sayang untuknya.Johan melirik Drian sinis. "Lepaskan wanita ini!"Tali yang mengikat Airi terlepas satu persatu. Airi menyent
Malam Tanpa NodaJohan sangat bergairah melihat hal ini. "Sangat cantik dan memesona," puji Johan. Drian berteriak memaki Lelaki itu dengan segala macam nama binatang. "Jangan sentuh dia!" teriak Drian. Rahangnya mengeras dan wajah memerah. Johan tak peduli tetap berjalan menuju wanita itu. Wanita cantik bagaikan bidadari. "Hentikan Johan! Kamu menyentuhnya akan aku bunuh!" ancam Drian. Wajahnya memerah urat leher terlihat membesar. Napasnya terputus-putus. Satu pukulan menimpa punggung Drian. Lelaki itu tetap bertahan. Johan menghentikan langkahnya, berbalik arah dan menghampiri Drian. Tersenyum menyeringai. Tubuhnya menjongkong menarik rambut belakang hingga rontok."Kamu ancam aku. Padahal, umurmu tak lama lagi. Ha ... ha ...." Menjambak rambut Drian lebih keras."Cuih!"Johan mengusap wajahnya dengan tangan kiri.Anak buah Johan menendang tubuh Drian berkali-k
Malam Tanpa NodaKedua tangan Fian terikat ke belakang, Fian tak sadarkan diri sejak beberapa jam lalu. Johan menatap lelaki gagah dan tampan dihadapannya."Bang ... bangun ...." Drian menatap kakak kandungnya yang belum sadarkan diri sejak beberapa jam. Memastikan keadaan lelaki itu baik-baik saja.Putra juga berada bersama mereka. Tiga lelaki terikat dengan lutut bertekuk di hadapan Johan.Putra juga diculik ketika mengantar kedua anak kembarnya ke sekolah. Fian tak menyadari kalau sang ayah telah diculik oleh mereka."Jangan sakiti anakku, Johan!" ancam Putra menatap tajam lelaki yang telah dianggap keponakan olehnya."Tenang saja Om. Rasa sakitnya hanya sekilas." Tawa mengema di pabrik tua itu."Mengapa kamu lakukan ini, Johan?""Om tak ingat?" Menaikkan satu alis ke atas. "Papaku meninggal karena Om." Kebencian terlihat jelas di mata Johan."Itu buk
Malam Tanpa NodaHari penembusan Lily telah tiba, Fian di temani Faisal menuju pabrik kosong pada malam hari."Om, yakin ini tempatnya?""Tentu saja.""Sepi sekali!""Pabrik ini sudah tak digunakan bertahun-tahun tentu saja tak berpenghuni."Fian mendesah panjang. Kedua tangannya membawa dua tas besar hitam kaluar dari mobil."Om, tunggu di sini," ucap Faisal."Baik, aku akan mencari mereka." Fian berjalan ke arah pintu masuk pabrik.Bulu leher Fian bergidik ngeri. Pasalnya, tempat yang sudah lama tak berpenghuni banyak sekali makhluk halus. Fian membuang pikiran negatif. Tujuannya saat ini adalah menjemput Lily."Tega sekali mereka kalau Lily berada di tempat ini."Fian berjalan hingga berada di pintu masuk pabrik. Pintu itu telah rusak dan tak terbentuk lagi.Suara dering telepon Fian memecahkan pikirannya saat ini. Fia
Malam Tanpa Noda"Sakit!" rintih Lily menyentuh perutnya."Kita ke bidan kemarin. Kamu tahan dulu." Prily menyalakan mesin mobil dan meninggalkan kediaman Johan."Aku gak mau, Prily. Aku ingin Fian." Lily meringis berkali-kali. Mengapa nasibnya seperti ini.Kehamilan pertama adalah hal yang ditunggu-tunggu. Seharusnya, Lily dimanja dan disayang Fian. Namun, ia jadi tahanan."Please! Kamu bersabar dulu. Kita gak mungkin melawan Johan. Keselamatan bayi dan dirimu bisa bahaya.""Aku ingin Fian. Aku ingin pulang," rengeknya bagaikan anak kecil."Sudah, jangan pikirkan hal itu. Lebih baik kita periksa kandunganmu. Bersabarlah!""Aku kangen suamiku. Apa aku salah jika merindukannya. Prily, tolong bebaskan aku!""Tidak bisa. Ini bisa berbahaya. Johan itu nekad."Prily membawa Lily ke bidan. Wajah istri mantan kekasihnya itu pucat dan merintih berkali-kal