Malam Tanpa Noda
Part 2Airi berada di dalam kamar menangis di atas sejadahnya. Setelah pulang dari kantor suaminya ia mengunci diri dalam kamar. Tak makan maupun minum. Adegan tiap adegan berputar di otaknya. Hanya kepada Allah ia mengadu dan hanya pada-Nya ia memohon pertolongan.Suara mobil terdengar di garasi rumah. Bergegas ia melipat mukenah dan membukakan pintu rumah yang ia kunci dari dalam. Berharap mendapatkan jawaban dari suaminya.
Matanya terbelalak melihat wanita di kantor Faisal dan Ibu mertua turun dari mobil yang sama.
"Mama ....," panggil Airi hendak meraih tangan mertua. "Sudah tak usah basa-basi," ucap mertuanya ketus. Menabrak bahu Airi.Wanita paruh baya itu duduk di sofa dan diikuti oleh Faisal dan Airi.
"Bella, kemari Sayang. Duduk samping Mama!" ucap Ririn menepuk sofa di sampingnya. Bella menuruti ucapan wanita itu."To the point aja ya Ai. Perkenalkan ini Bella anak teman bisnis Mama dari Jerman. Dia cantik, sarjana, dan juga masih gadis tersegel," ucapnya menekan perkataannya."Mama minta kamu mau menerima Bella dengan lapang dada atau ...." Tatapan Ririn tajam ke arah Airi. Gadis itu tergugu mendengar ucapan mertuanya."Kamu cerai dengan Faisal!" ungkap Ririn tanpa merasa iba.Mata Airi membulat, bagaikan tersambar petir mendengar ucapan mertuanya yang sangat dihormati. Mudah sekali memerintahkan anaknya untuk bercerai. Tanpa berperasaan membawa istri lain suaminya.
Airi tahu kalau mama Faisal tak menyukai dirinya. Airi gadis sederhana tak memiliki orang tua. Entah ke mana mereka. Ketika masih bayi Airi di temukan di depan pagar panti asuhan.
"Ma ... mengapa jadi seperti ini? Apa salah aku kepada Mama?" tanya Airi dengan deraian air mata. Dadanya sesak dan hidupnya terasa hancur.
"Salahmu! Tanyakan pada dirimu sendiri?" bentak mertuanya. Seakan-akan semua ini adalah salahnya.
"Demi Allah, aku tak pernah melakukan hubungan itu dengan lelaki lain. Aku masih suci." Bella melirik Airi dengan senyum kebahagian.
"Kalau kamu masih suci, mana darahnya?" tanya Ririn. Mertua Airi tampak geram.
Faisal tak mengucapkan kata apapun, ia menunduk dan mendengarkannya saja. Hatinya bimbang dan dilema. Cinta itu masih ada dalam diri lelaki itu.
Mama Faisal melempar foto di meja ruang tamu. Airi menatap gambar dalam foto tersebut, hatinya terasa ditusuk ribuan belati.
"Faisal dan Bella sudah menikah lima bulan yang lalu. Faisal membuktikan bahwa Bella dapat menjaga mahkotanya untuk suami sedangkan kamu tak bisa menjaga keutuhannya."
Airi terkejut, selama setahun suaminya tak mau menyentuh dirinya. Ternyata, ia sudah mendapatkannya dari wanita lain.
"A-abang ...," panggilanya dengan suara tertahan di tenggorokan.
Airi merasa bodoh, mengapa selama ini tak pernah mengetahui hal ini. Hati gadis itu terasa sakit dan sesak. Ia percaya bahwa lelaki yang dicintainya adalah lelaki baik dan setia.
"Mau tak mau kamu menerima Bella sebagai adik madumu. Selama ini Bella tinggal di rumah Mama. Jadi, mulai besok Bella akan tinggal di rumah ini," ucap Ririn.
Ririn mengelus lengan Bella lembut. Mata Airi beralih ke arah Faisal yang masih menundukkan wajahnya. Kekecewaan terlihat di mata gadis itu. Rasa cintanya hilang sudah.
Setiap libur kerja atau pulang kerja Faisal selalu memberi alasan bahwa dirinya pulang ke rumah mama-nya. Dia memberikan jawaban yang jujur. Namun, tak memberitahu keberadaan Bella sebagai istri kedua.
Faisal mengambil koper dalam bagasi mobil dan memasukkannya ke dalam kamar yang berada disamping kamar Airi.
Bella dan Ririn meninggalkan Airi sendirian duduk di sofa. Ia menutup wajahnya dengan ke dua telapak tangannya.
Dari pintu kamar lantai atas, Faisal memandang istri pertamanya. Ada perasaan bersalah dalam hatinya. Melihat Airi berurai air mata.
Pandangannya terus menatap wanita yang duduk di sofa. Sebenaranya hatinya masih menyayangi Airi. Gadis itu masih mengurus Faisal dengan baik. Semua keperluan Lelaki itu Airi yang menyediakan kecuali urusan ranjang.
Sebuah tepukkan di bahu mengagetkan Faisal.
"Abang, kita masuk, yuk!" ajak Bella dengan manja.Faisal mengikuti Bella dengan perasaan yang bersalah.
Di dalam kamar, Faisal terbangun mendengar suara Airi yang sedang mengaji. Lantunan surat Ar-Rahman terdengar merdu dan indah. Faisal bangkit memungut pakaian yang tergeletak di lantai. Tubuhnya terasa letih setelah memberikan nafkah batin untuk istri mudanya.
Faisal memutar gagang pintu, Airi sedang duduk di atas sejadah dan tangannya memegang Al-Quraan.
Faisal duduk di tepi ranjang menatap istrinya tanpa make up di wajahnya. Lelaki itu tersenyum.
"Abang ...," panggil Airi lirih.
"Sedang apa di sini?" tanya Airi. Ia tak melepaskan mukenah dari kepalanya."Abang ingin tidur di sini. Menemani kamu," ungkap Faisal.
Airi terlihat gelisah. Seharusnya ia senang mendengar ucapan suaminya. Hatinya kini seakan tertutup untuk Faisal.
"Tak usah Abang nemenin aku. Kembalilah ke Bella. Aku tak apa," ungkap Airi datar. Tak ada air mata atau guratan luka.
Hati Faisal terasa sakit mendengar ucapan Airi--istri pertamanya seolah-olah ia sudah tak mencintainya. Faisal menatap Airi. Istrinya menghindari tatapan darinya, sikapnya berubah dingin tak sehangat dulu lagi.
"Airi, maafkan Abang."
"Sudahlah, Abang. Pergilah! Kembali ke Bella. Bahagiakan dia aku tak apa," ungkapnya dengan datar.
"Tapi ...." Lengan Faisal ditarik ke luar kamar. Airi tersenyum dan berkata," Selamat Abang atas pernikahanmu. Berbahagialah, Bang." Ucapan Airi menusuk ke dalam hati Faisal. Perkataanya membuat dirinya menyesal. Wanita itu menutup pintu kamarnya.
Di balik pintu Airi menarik napas." Ya Allah, berilah kekuatan dan kesabaran untuk diriku."
Ia tak terlalu berharap untuk mendapatkan cinta sang suami. Cinta Faisal bukan untuk Airi lagi. Malam tanpa noda mengubah hidupnya.
Malam Tanpa Noda Perut Lily semakin membesar. Mereka sudah melakukan syukuran tujuh bulan dan kini menunggu kehadiran sang buah hati. Fian selalu Siaga. Begitu juga Airi dan Putra. Tak ingin cucu pertamanya mengalami hal buruk. Lily dan Fian kembali ke rumah Mahendra. "Aduh!" teriak Lily melepaskan ponsel hingga membentur lantai keramik putih. Fian menghampiri istrinya dan menutup panggilan begitu saja. "Drian, kita harus pulang!" pinta Prily. "Tidak bisa. Kita baru sehari di sini?" "Kamu tak dengar kalau Lily teriak kesakitan." "Belum waktunya ia lahiran masih satu bulan lagi." "Tapi, aku khawatir sekali!" "Kita hubungi adik kembar. Mereka pasti tahu." Jemari kekar Drian menekan kontak Afisah dan menunggu panggilan terangkat. Dua kali berdering baru diangkat oleh gadis manis yang beranjak dewasa.
Malam Tanpa NodaDua orang sejoli berada di sebuah hotel bintang lima. Sang lelaki berada di atas tubuh wanita. Meliuk-liuk bagaikan ular.Suara mereka bagaikan nyanyian kerinduan. Rindu setelah semua terjadi. Rindu setelah kehampaan menyelimuti. Pikiran negatif selalu menghantui. Kecemburuan membuat Drian tak berpikir jernih.Drian melepaskan diri dan terbaring di samping wanita tanpa sehelai kain. Wanita berwajah boneka bibir manis istri Drian.Prily selamat dari aksi penembakan itu. Walaupun, dirinya koma untuk beberapa hari.Seluruh keluarga Mahendra berdoa kepada sang pencipta agar Prily diselamatkan dari maut.Airi melakukan amal secara besar-besaran meminta doa kepada anak-anak yatim piatu.Prily meletakkan kepala di dada bidang Drian. Memainkan jemari lentik memutar-mutar. Membentuk nama dirinya dan juga lelaki yang dicintainya.“Aku lapar,” rengek Prily.&n
Malam Tanpa NodaTubuh Prily dibawa dengan mobil ambulance. Selama perjalanan tangan Drian tak lepas dari wanita berwajah boneka.Pengorbanan untuk orang tuanya sangat besar. Rela mengorbankan nyawa demi belahan jiwanya."Prily, bertahanlah!"Air mata menetes di pipi lelaki itu. Para medis menawarkan diri untuk mengobati luka Drian."Tidak usah! Selamatkan saja istri saya."Tubuh Prily terkujur kaku bagian perut mengalir noda merah. Tangan petugas menekan bagian itu agar tak kehilangan banyak darah.Semua setok darah sudah dipersiapkan untuk Prily sesuai golongan darahnya. Golongan darah Prily mudah dicari, memudahkan para medis melakukan operasi.--Drian menunggu Prily di ruang tunggu operasi. Gelisah dan takut kehilangan wanita itu. Tak peduli Prily telah mengkhiantinya. Bermain api dengan Johan dan berakhir di tempat tidur.Melihat tubuh
Malam Tanpa NodaSemua serangan Drian tak dapat menyentuh kulit Johan sedikitpun. "Kamu tak akan bisa melawanku." Johan menyeringai. Setiap serangan selalu ditangkis.Kaki kekar Drian menendang ke arah perut Johan hingga lelaki perusak itu terjerembab di lantai, tawa terdengar di bibir Johan.Johan segera bangkit dan memiringkan kepala, Drian hendak menghampiri Johan namun, lawannya mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya.Senyum menyeringai menghampiri Airi. Wajah tampan milik Johan menatap ibu dari anak-anak Mahendra. Menarik wanita itu kasar, Prily hendak menghalanginya namun kalah cepat."Drian!" panggil Airi.Johan menodongkan senjata dengan pelatuk menempel di jarinya. Tersenyum menyeringai, sekali tekan sejata api itu akan meledak dan masuk ke dalam kepala Airi dan napas akan terhenti dalam hitungan detik."Kamu mendekat aku pecahkan kepalanya. Mundur!" Membulatkan
"Kalau begitu. Jauhkan dia dan jangan ganggu wanita itu. Kamu tak ingat berapa umurnya?""Tentu Sayang. Sekarang kita selesaikan semua dan setelah itu kita bersenang-senang."Johan kembali menatap penerus Mahendra."Bawa semuanya ke mari dan habiskan mereka sekarang juga!"Teriakkan Johan menyadarkan Airi. Wanita itu membuka mata perlahan. Makian Drian membuat dirinya sadar sesuatu telah terjadi."Prily ...."Johan menoleh ke arah Airi. "Selamat datang Bunda. Bagaimana tidurmu?"Airi ingin bergerak namun, tubuhnya terikat."Lepaskan aku.""Lepas? Tidak!" Johan menyeringai."Prily, tolong ...."Wajah Prily berubah pucat. Ia tak tega melihat wanita yang telah mencurahkan kasih sayang untuknya.Johan melirik Drian sinis. "Lepaskan wanita ini!"Tali yang mengikat Airi terlepas satu persatu. Airi menyent
Malam Tanpa NodaJohan sangat bergairah melihat hal ini. "Sangat cantik dan memesona," puji Johan. Drian berteriak memaki Lelaki itu dengan segala macam nama binatang. "Jangan sentuh dia!" teriak Drian. Rahangnya mengeras dan wajah memerah. Johan tak peduli tetap berjalan menuju wanita itu. Wanita cantik bagaikan bidadari. "Hentikan Johan! Kamu menyentuhnya akan aku bunuh!" ancam Drian. Wajahnya memerah urat leher terlihat membesar. Napasnya terputus-putus. Satu pukulan menimpa punggung Drian. Lelaki itu tetap bertahan. Johan menghentikan langkahnya, berbalik arah dan menghampiri Drian. Tersenyum menyeringai. Tubuhnya menjongkong menarik rambut belakang hingga rontok."Kamu ancam aku. Padahal, umurmu tak lama lagi. Ha ... ha ...." Menjambak rambut Drian lebih keras."Cuih!"Johan mengusap wajahnya dengan tangan kiri.Anak buah Johan menendang tubuh Drian berkali-k
Malam Tanpa NodaKedua tangan Fian terikat ke belakang, Fian tak sadarkan diri sejak beberapa jam lalu. Johan menatap lelaki gagah dan tampan dihadapannya."Bang ... bangun ...." Drian menatap kakak kandungnya yang belum sadarkan diri sejak beberapa jam. Memastikan keadaan lelaki itu baik-baik saja.Putra juga berada bersama mereka. Tiga lelaki terikat dengan lutut bertekuk di hadapan Johan.Putra juga diculik ketika mengantar kedua anak kembarnya ke sekolah. Fian tak menyadari kalau sang ayah telah diculik oleh mereka."Jangan sakiti anakku, Johan!" ancam Putra menatap tajam lelaki yang telah dianggap keponakan olehnya."Tenang saja Om. Rasa sakitnya hanya sekilas." Tawa mengema di pabrik tua itu."Mengapa kamu lakukan ini, Johan?""Om tak ingat?" Menaikkan satu alis ke atas. "Papaku meninggal karena Om." Kebencian terlihat jelas di mata Johan."Itu buk
Malam Tanpa NodaHari penembusan Lily telah tiba, Fian di temani Faisal menuju pabrik kosong pada malam hari."Om, yakin ini tempatnya?""Tentu saja.""Sepi sekali!""Pabrik ini sudah tak digunakan bertahun-tahun tentu saja tak berpenghuni."Fian mendesah panjang. Kedua tangannya membawa dua tas besar hitam kaluar dari mobil."Om, tunggu di sini," ucap Faisal."Baik, aku akan mencari mereka." Fian berjalan ke arah pintu masuk pabrik.Bulu leher Fian bergidik ngeri. Pasalnya, tempat yang sudah lama tak berpenghuni banyak sekali makhluk halus. Fian membuang pikiran negatif. Tujuannya saat ini adalah menjemput Lily."Tega sekali mereka kalau Lily berada di tempat ini."Fian berjalan hingga berada di pintu masuk pabrik. Pintu itu telah rusak dan tak terbentuk lagi.Suara dering telepon Fian memecahkan pikirannya saat ini. Fia
Malam Tanpa Noda"Sakit!" rintih Lily menyentuh perutnya."Kita ke bidan kemarin. Kamu tahan dulu." Prily menyalakan mesin mobil dan meninggalkan kediaman Johan."Aku gak mau, Prily. Aku ingin Fian." Lily meringis berkali-kali. Mengapa nasibnya seperti ini.Kehamilan pertama adalah hal yang ditunggu-tunggu. Seharusnya, Lily dimanja dan disayang Fian. Namun, ia jadi tahanan."Please! Kamu bersabar dulu. Kita gak mungkin melawan Johan. Keselamatan bayi dan dirimu bisa bahaya.""Aku ingin Fian. Aku ingin pulang," rengeknya bagaikan anak kecil."Sudah, jangan pikirkan hal itu. Lebih baik kita periksa kandunganmu. Bersabarlah!""Aku kangen suamiku. Apa aku salah jika merindukannya. Prily, tolong bebaskan aku!""Tidak bisa. Ini bisa berbahaya. Johan itu nekad."Prily membawa Lily ke bidan. Wajah istri mantan kekasihnya itu pucat dan merintih berkali-kal