Malam Tanpa Noda
Session 2Matahari telah masuk di cela-cela jendela. Lily meraba seseorang yang berada di sebelahnya.Membuka mata perlahan mencari keberadaan seseorang.
"Fian!" panggil Lily. Tubuhnya bangkit dan keluar kamar mencari lelaki itu. Jantungnya berdegup kencang tak rela harus berpisah lagi.
Tangan lentiknya membuka pintu kasar. Penampilan Lily acak-acakkan.
Bima tersenyum menyambut sang cucu yang baru saja bangun dari tidurnya. Duduk di sofa dan menyapa ramah.
"Selamat pagi, cucu kakek."
"Selamat pagi. Kakek Fian mana?" Wajah Lily panik seperti kehilangan seseorang.
"Ada apa?" jawab Fian muncul dari dapur. Membawakan mangkuk bergambar ayam jago untuk istrinya. Meletakkan di atas meja makan. Aroma bawang goreng mengugah selera.
"Ehm ... tidak apa-apa." Lily menatap jam dinding di dekat televisi.
"Astaga, sudah jam delapan. Aku belum masak buat saMalam Tanpa NodaSesion 2Wajah Fian berubah sumringah. "Iya, Kek. Ini uang buat jajan. Biar lama di sana. Puas-puasin," ucap Fian. Menempelkan uang berwarna merah ke tangan Bima.Bima memakai sendal dan hendak pergi."Kakek, jangan jauh-jauh dua jam saja cukup kalau lebih juga boleh," cerocosnya.Bima mengelengkan kepala melihat tingkah Fian yang sudah berpuasa sebulan lebih.Fian segera menutup pintu dan menguncinya rapat-rapat."Yes, bebas!"Lily melihat tingkah sang suami mengernyit heran. "Kamu kenapa? Joget-joget gak jelas.""Ayo kita mandi!" ajak Fian merangkul bahu Lily."Kamu bukannya udah mandi?" Aroma sabun di tubuh Fian masih tercium."Bau asap. Mau mandi lagi, gerah.""Tapi ... nanti kakek ....""Kakek pergi ke rumah temannya.""Teman yang mana?""Ehm, entahlah. Ayo buka bajunya!"Fi
Malam Tanpa Noda Lily mengusap perutnya manatap sang suami pergi lagi. Walaupun hanya sehari saja bertemu bagi dirinya itu sudah cukup menyembuhkan rasa rindu. Mereka semua melangkah ke dalam rumah. Saling tersenyum dan memberi kekuatan kalau semua bisa dilewati bersama-sama.Tanpa mereka sadari. Seseorang telah mengawasi mereka dalan diam di dalam mobil. Menatap iba istri Fian yang sudah banyak berkorban. Dari kehilangan orang tua, terpaksa menikahi Fian, ikut bersama suaminya walaupun hidup susah dan sekarang harus merelakan sang suami menyelamatkan keutuhan keluarga. Drian menyalakan mobil yang ia pinjam mendekati rumah tersebut. Drian menekan klakson dua kali. Melambaikan tangan ke arah adik kembarnya. "Hai, Abang pulang!" "Bang Drian!" panggil mereka bersamaan. Drian bergegas keluar memeluk adik-adiknya. Mencium puncak kepala mereka. Drian mengeluarkan banyak barang
Malam Tanpa NodaPutra menatap langit-langit. Pikirannya melayang jauh. Kondisi tubuhnya membaik namun, hatinya hampa. "Pak, makan siang dulu." Fian membuka plastik wrap yang menutup piring Putra. Menekan tombol brankar ke posisi duduk. Menyodorkan sendok ke mulut Putra. "Buka mulutnya," pinta Fian. "Ron, makanan ini rasanya hambar." "Sabar, Pak. Kalau Bapak sembuh pasti bisa makan enak." "Saya tak ingin masakan restaurant atau hotel bintang lima. Saya ingin masakan rumahan. Tapi, bukan masakan bibi." "Lalu masakan siapa?" "Entahlah. Saya tak tahu." "Kalau gitu, Bapak sembuh dulu. Makan yang banyak. Saya akan masak buat Bapak." "Apa kamu bisa masak?" "Tentu saja. Buka mulutnya dan habiskan semua," rayu Roni. Putra membuka mulutnya perlahan dan mengunyahnya. Baru dua sendok, ia sudah mengelengkan kepala. "Lagi, Pa
Malam Tanpa NodaJohan keluar ruangan Putra. Fian bergegas bangkit dan tersenyum hambar. Johan menyodorkan uang selembar berwarna merah. Fian hanya menatap uang tersebut. Tanpa mau menyentuh."Ambil!"Ketika tangan Fian terpaksa mengambil uang tersebut. Johan melepaskannya begitu saja. Uang terjatuh di lantai. Fian enggan mengambil uang tersebut."Ambil dan berikan untuk keluargamu." Menepuk bahu Fian dan melewati tubuhnya.Fian melangkah masuk ke dalam ruangan Putra. Ayahnya sudah memejamkan mata. Tangan kanannya masih mengenggam pulpen.Lutut Fian melemas dan tak bertenaga. Tubuhnya luruh ke lantai. Bertekuk lutut dan memaki dirinya."Maafkan Fian, ayah, bunda. Fian tak bisa berbuat apa-apa," lirihnya.Airi membuka pintu kamar Putra dan bergegas masuk. Mendengar seseorang datang Putra membuka matanya.Fian berdiri tak jauh dari mereka. Mengambil"Selamat sore
Malam Tanpa NodaPrily menyiapkan pesta di salah satu gedung milik Mahendra. Seharusnya, pesta ini tak penting. Hanya menyambut kedatangan Johan.Sejak pagi sibuk menyiapkan semua pesta sesuai keinginan lelaki licik itu. Disaat Putra sakit, Johan memaksa Putra menandatanganinya.Johan memberikan perincian lengkap dan kebutuhan yang harus dibeli."Jangan lupa anggur kualitas terbaik. Jangan yang abal-abal atau KW.""Pastikan semua makanan enak dan keamanan lingkungan terjaga. Jangan sampai terjadi sesuatu. Bisa saja ada seseorang yang menerobos masuk. Mengagalkan pestaku.""Tak akan ada yang seperti itu. Tak ada yang berani.""Tentu saja tak ada yang berani."Prily mendelikkan mata. Entah berapa ratus juta yang dikeluarkan Mahendra. Prily tak akan membeli anggur mahal. Ia hanya memesan 2 botol wine asli dengan harga sepuluh juta saja. Sedangkan lainnya diberi wine KW."K
Malam Tanpa Noda Senyum menyeringai terlihat lebih menyeramkan dari sebelumnya. Prily hanya bisa diam tanpa melawan. Tatapan matanya mengarah ke arah luar mobil. Mengikuti kerlap-kerlip lampu dan bintang. Tubuh Prily begitu lelah hingga tak bisa bergerak atau menolak. Sesekali melihat lelaki yang memegang kemudi. Prily diam tanpa memberontak.Mereka masuk di sebuah hotel luar kota. Banyak hotel di Jakarta mengapa harus hotel ini. Hotel tak terlalu besar. Mungkin hanya hotel bintang tiga. Tak banyak bicara. Wanita berwajah boneka menelusuri keadaan hotel tersebut. Prily menelan salivanya. Untuk apa mereka datang ke mari. Lengan Prily ditarik lelaki itu. Wajahnya tertutup masker dan mengenakan kacamata. Memesan satu kamar di bagian resepsionis hotel. Melakukan cek in sehari saja. Bagai kerbau yang di cocok hidungnya. Prily menuruti keinginan lelaki itu. Kakinya mengikuti langkahnya
Malam Tanpa Noda"Prily," panggil Putra lemah masih posisi rebahan.Prily tersenyum dan menatap iba lelaki itu. Sehari tak melihat Putra merasa bersalah kepada mertuanya apalagi dengan kejadian tadi. Semoga saja benih itu tak tumbuh di rahimnya."Bodoh, kenapa aku baru menyadarinya," gerutu Prily dalam hati. Hanya menghela napas panjang dan berharap."Prily," panggil Putra kedua kalinya."Iya, Pak.""Aku mau kamu mengeluarkanku dari rumah sakit ini," pintanya.Fian mendengar hal itu terkejut dan melangakah lebih dekat."Tapi, Anda. Belum sembuh dan harus rawat inap.""Prily, aku tak mau di sini.""Lalu mau di mana?""Di rumah," ungkap Putra menatap langit-langit."Rumah kakek Anda?""Bukan. Rumah panti."Prily dan Fian saling berpandangan. Rumah panti yang dulu pernah ditempati Airi dan anak-anak
Malam Tanpa Noda"Kasihan mereka, Bun. Selalu menanyakan kabar ayah." Lily sering mendengar pertanyaan dari bibir mungil mereka.Tak bisa melakukan apa-apa selain menjadi pendengar yang baik untuk mereka.Airi menatap wajah mungil kedua anaknya yang tak berdosa. Ia takut Putra akan menghardik dan mencela. Airi tahu di mana lelaki itu berada. Tapi, untuk mempertemukan mereka sangat beresiko."Baiklah, Bunda akan membawa kalian ke tempat ayah. Tapi, harus berjanji dulu."Sebelum mereka bertemu Putra, Airi menjelaskan mana yang tak boleh dilakukan oleh mereka.Airi juga memberitahu agar berhati-hati dengan orang yang terlihat baik padahal jahat.Azila dan Afisah memahami penjelasan Airi. Wajah mereka ceria kembali ketika, Airi mengabulkan keinginan mereka.Si Kembar mengingat apa yang harus dilakukan dan apa yang tak boleh. Airi tak akan mengizinkan mereka. Jika, melanggarnya.