Malam Tanpa Noda
Session 2Prily mampir ke kediaman Putra setelah dari kantor. Menyiapkan keperluan lelaki itu dan juga mengatur menu makanan untuk Putra.Beberapa keperluan Putra sudah disediakan. Prily telah membeli semuanya tanpa ada satupun yang tertinggal.
Wajah Putra masih terlihat bingung. Mungkin karena Putra belum menemukan jati diri yang sesungguhnya.
"Lebih baik, tidur saja," bujuk Prily. Wajah Putra tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Kali ini Putra memilih untuk tinggal di apartemen.
Ia tak sanggup mengingat-ingat masa lalunya. Entah buruk atau baik menurut Putra.
Pakaian Putra sudah terganti dengan yang baru. Piyama panjang merah ati. Putra merebahkan tubuh lelahnya setelah seharian bekerja.
"Dua hari tanggal merah. Pergunakan waktu untuk istirahat atau ke tempat yang bagus untuk dikunjungi. Saya mau ambil air putih untuk minum obat Bapak."
Prily menutupi tubu
Malam Tanpa NodaSesion 2Tatapan pria itu berubah sangar. Prily melepaskan jari lentik perlahan dari kulit pria yang berada di samping.Tubuh Prily ditarik dan terduduk di pangkuannya. Terasa sekali benda di bagian bawahnya mengeras."Astaga, keras sekali." Prily menutup mulut. Tubuhnya mendadak kaku. Tak menyangka kalau twitter pria di bawahnya cukup besar dan membuat pikiran Prily traveling."Keras! Sampai terkejut begitu," godanya terkekeh. Mengoda istrinya sendiri adalah hal yang sangat mengemaskan."Kamu, nakal!""Kita makan dulu. Aku lapar nunggu kamu lama banget.""Maaf," ungkapnya."Seharusnya perjalanan gak sampe dua jam. Kamu malah 4 jam. Untung saja gak jamuran atau kutuan."Prily terbahak mendengar candaan Drian."Kalau kamu jamuran aku kasih obat anti jamur. Kalau kamu kutuan aku botakkin sampe kutu kamu minggat.""Kasihan
Malam Tanpa NodaSession 2Prily bergegas menuju rumah sakit. Kali ini ia tak salah jalur. Pergi ke vila empat jam. Balik ke Jakarta tak sampai 2 jam.Prily tak berhenti sedikitpun di suatu tempat. Saat ini pikirannya hanya satu. Menemui Putra yang tergeletak di atas brankar rumah sakit.Prily menemui suster jaga dan bertanya tentang keberadaan Putra. "Ruang VIP 05."Prily tahu ruangan itu. Ia sedikit berlari hingga berhenti di depan pintu coklat.Suara seseorang sedang berbincang dengan Putra. Suara itu milik Airi dan Faisal. Prily bernapas lega karena mertuanya telah menjaga Putra."Maaf saya telat. Saya lagi ada di luar kota." Napasnya terputus-putus akibat berlari mencari kamar Putra. Sangat khawtir dengan keadaan lelaki yang menjadi pimpinan di perusahaan dia bekerja.Putra tersenyum tanpa berkata. Airi tersenyum kepada Prily dan mengusap pelan punggung mantunya.
Malam Tanpa NodaSesion 2Fian berpikir ulang. Obat yang diberikan sesuai dokter. Tapi, mengapa semakin parah. Fian melangkahkan kaki ke ruang perawat. Meminta contoh obat yang telah diberikan pihak rumah sakit.Mengambil gambar obat tersebut dan mengirim foto itu ke ponsel Prily. Prily menatap tiga kapsul berbeda warna.Prily mengingat-ingat apakah obat ini sama persis dengan obat yang dikomsumsi Putra beberapa hari di sini?Obat yang diminum Putra hanya dua macan saja dan kedua obat berwarna putih. Prily mengernyit heran."Apa jangan-jangan obatnya telah ditukar? Tapi siapa?"Prily menjelaskan semua ketidak cocokkan dari obat tersebut. Fian paham dan mengerti pasti ada yang berniat jahat dengan ayahnya.Tiba-tiba Putra berteriak-teriak kesakitan. Tubuhnya terasa panas seperti di bakar api."Panas! Panas!" Mengibas tubuhnya.Membuka pakaiannya dan mencabut jarum infus. "Pan
Malam Tanpa NodaSession 2Hari ini adalah hari ulang tahun Lily. Wanita itu menatap pantulan wajahnya di cermin. Menatap ponsel berkali-kali. Berharap sang suami menghubunginya.Desahan panjang berkali-kali terdengar di bibir wanita itu.Lily tahu kalau Fian sangat sibuk menjaga sang ayah. Akan tetapi, wanita itu butuh suami dan mendekap tubuhnya dalam tidur.Apakah tak ada sedikit saja untuk dirinya. Pikir saat itu. Lily membuang jauh-jauh pikiran negatif.Sudah sebulan lebih, Fian belum juga datang mengunjunginya. Lily mengambil surat hasil pemeriksaan dua minggu yang lalu. Senyum terukir di bibir. Senyum kebahagiaan.Airi juga tak ada bersamanya. Mertuanya itu telah tinggal terpisah agar semua sandiwara mereka tak ketahuan oleh Johan. Lelaki itu sangat licik. Memilih tinggal di kontrakan yang tak jauh dari tempat tinggal Faisal.Lily menyeka air mata kerinduan untuk sang suami dan berdoa se
Malam Tanpa NodaSession 2Matahari telah masuk di cela-cela jendela. Lily meraba seseorang yang berada di sebelahnya.Membuka mata perlahan mencari keberadaan seseorang."Fian!" panggil Lily. Tubuhnya bangkit dan keluar kamar mencari lelaki itu. Jantungnya berdegup kencang tak rela harus berpisah lagi.Tangan lentiknya membuka pintu kasar. Penampilan Lily acak-acakkan.Bima tersenyum menyambut sang cucu yang baru saja bangun dari tidurnya. Duduk di sofa dan menyapa ramah."Selamat pagi, cucu kakek.""Selamat pagi. Kakek Fian mana?" Wajah Lily panik seperti kehilangan seseorang."Ada apa?" jawab Fian muncul dari dapur. Membawakan mangkuk bergambar ayam jago untuk istrinya. Meletakkan di atas meja makan. Aroma bawang goreng mengugah selera."Ehm ... tidak apa-apa." Lily menatap jam dinding di dekat televisi."Astaga, sudah jam delapan. Aku belum masak buat sa
Malam Tanpa NodaSesion 2Wajah Fian berubah sumringah. "Iya, Kek. Ini uang buat jajan. Biar lama di sana. Puas-puasin," ucap Fian. Menempelkan uang berwarna merah ke tangan Bima.Bima memakai sendal dan hendak pergi."Kakek, jangan jauh-jauh dua jam saja cukup kalau lebih juga boleh," cerocosnya.Bima mengelengkan kepala melihat tingkah Fian yang sudah berpuasa sebulan lebih.Fian segera menutup pintu dan menguncinya rapat-rapat."Yes, bebas!"Lily melihat tingkah sang suami mengernyit heran. "Kamu kenapa? Joget-joget gak jelas.""Ayo kita mandi!" ajak Fian merangkul bahu Lily."Kamu bukannya udah mandi?" Aroma sabun di tubuh Fian masih tercium."Bau asap. Mau mandi lagi, gerah.""Tapi ... nanti kakek ....""Kakek pergi ke rumah temannya.""Teman yang mana?""Ehm, entahlah. Ayo buka bajunya!"Fi
Malam Tanpa Noda Lily mengusap perutnya manatap sang suami pergi lagi. Walaupun hanya sehari saja bertemu bagi dirinya itu sudah cukup menyembuhkan rasa rindu. Mereka semua melangkah ke dalam rumah. Saling tersenyum dan memberi kekuatan kalau semua bisa dilewati bersama-sama.Tanpa mereka sadari. Seseorang telah mengawasi mereka dalan diam di dalam mobil. Menatap iba istri Fian yang sudah banyak berkorban. Dari kehilangan orang tua, terpaksa menikahi Fian, ikut bersama suaminya walaupun hidup susah dan sekarang harus merelakan sang suami menyelamatkan keutuhan keluarga. Drian menyalakan mobil yang ia pinjam mendekati rumah tersebut. Drian menekan klakson dua kali. Melambaikan tangan ke arah adik kembarnya. "Hai, Abang pulang!" "Bang Drian!" panggil mereka bersamaan. Drian bergegas keluar memeluk adik-adiknya. Mencium puncak kepala mereka. Drian mengeluarkan banyak barang
Malam Tanpa NodaPutra menatap langit-langit. Pikirannya melayang jauh. Kondisi tubuhnya membaik namun, hatinya hampa. "Pak, makan siang dulu." Fian membuka plastik wrap yang menutup piring Putra. Menekan tombol brankar ke posisi duduk. Menyodorkan sendok ke mulut Putra. "Buka mulutnya," pinta Fian. "Ron, makanan ini rasanya hambar." "Sabar, Pak. Kalau Bapak sembuh pasti bisa makan enak." "Saya tak ingin masakan restaurant atau hotel bintang lima. Saya ingin masakan rumahan. Tapi, bukan masakan bibi." "Lalu masakan siapa?" "Entahlah. Saya tak tahu." "Kalau gitu, Bapak sembuh dulu. Makan yang banyak. Saya akan masak buat Bapak." "Apa kamu bisa masak?" "Tentu saja. Buka mulutnya dan habiskan semua," rayu Roni. Putra membuka mulutnya perlahan dan mengunyahnya. Baru dua sendok, ia sudah mengelengkan kepala. "Lagi, Pa