Share

BAB 4

HAPPY READING

“Bilang apa sama om?” Tanya Naomi.

“Makasih papi,” ucap Kayla tersenyum kepada Tigran.

“Iya, sama-sama,” Tigran mengelus puncak kepala Kayla.

Tigran menatap Naomi yang beranjak dari duduknya, wanita itu mengemasi barang-barangnya, “Kamu mau pulang?”

“Iya, jam tiga nanti Kayla ada les piano.”

Tigran memandang Naomi, “Kamu ke sini pakai apa?”

“Saya bawa mobil sendiri,” ucap Naomi.

“Saya antar kalian hingga ke basement.”

“Ah, enggak usah,” tolak Naomi.

“Mau dianter papi,” rengek Kayla.

Mata Naomi melotot, ia ingin mengakhiri pertemuan dengan Tigran di sini, namun Kayla  justru menginginkan pria itu bersama mereka lagi. Oh Tuhan, kenapa Kayla susah sekali diajak kerja sama. Terlalu percaya dengan pria asing itu tidak baik.

Tigran menyungging senyum, ia lalu menggendong tubuh Kayla, “Let’s go kita pulang.”

“Tapi saya bawa mobil sendiri, Tigran,” ucap Naomi menjelaskan.

“Saya antar kalian hingga ke parkiran, Naomi.”

Naomi melihat Tigran menggendong Kayla keluar dari area restoran. Naomi mengikuti langkah itu dari belakang, lalu menyeimbanginya.

“Papi janji mau kasih biscuit untuk Kayla?”

“Iya janji, besok papi kirimin buat kamu. Kamu maunya seberapa?”

“Maunya banyak papi, nanti Kayla bagi-bagi sama temen Kayla di sekolah.”

“Besok papi kirimin ke sekolah kamu.”

“Bener?”

“Bener dong.”

“Asyik, asyik, akhirnya papi ke sekolah Kayla.”

Tigran tertawa, hingga Kayla merasakan getaran tubuh Tigran. Kayla memeluk Tigran dan menyandarkan kepalanya ke bahu bidang itu.

“Ngantuk?” Tanya Tigran, ia memencet tombol lift sambil melirik Naomi di sampingnya.

“Enggak, cuma mau peluk papi.”

Tigran mendengar itu hatinya berdesir, ia tahu pasti Kayla mendambakan sosok ayah dalam hidupnya. Ia mengelus punggung Kayla.

“Peluk papi hingga erat,” gumam Tigran.

“Iya, papi.”

Mereka masuk ke dalam lift dan lift membawa mereka menuju lantai basement tempat Naomi memarkir mobilnya. Beberapa detik kemudian pintu lift terbuka. Naomi memang sengaja memarkir mobilnya tidak jauh dari lift. Ia menekan tombol central lock, suara mobil terdengar.

Tigran menatap mobil Mercedes Benz C Class berwarna putih tidak jauh darinya. Tigran membuka hendel pintu untuk Kayla dan mendudukan Kayla di kursi. Padahal ia ingin berlama-lama dengan Naomi dan Kayla, karena ia merasa menemukan keluarga baru dalam hidupnya. Seumur hidupnya baru pertama kalinya ia merasakan kehangatan seperti ini.

“Papi nggak ikut kita?” Tanya Kayla memandang Tigran memasang sabuk pengaman untuk dirinya.

Tigran menyungging senyum, “Papi sebenarnya mau ikut kalian, tapi papi juga bawa mobil, cantik. Papi juga mau ke kantor sebentar lagi. Papi janji besok kita akan ketemu lagi di sekolah.”

“Janji?”

“Iya, janji.”

Thank you, papi.”

“Iya, sama-sama, sayang,” ucap Tigran.

Tigran memandang Naomi yang tidak jauh darinya, “Kamu hati-hati bawa mobil.”

“Iya. Dah,” ucap Naomi.

Tigran mengangguk, “Dah.”

Tigran melihat Naomi sudah masuk ke dalam mobil. Suara mesin menyala, ia melihat Kayla melambaikan tangan ke arahnya. Ia melambaikan tangan balik dan mobil Naomi menjauh darinya. Setelah itu menghilang dari pandangannya. Ia bersumpah ia akan bertemu lagi dengan Naomi dan Kayla besok.

***

“Iya, Ren,” ucap Naomi, ia menyimpan tas nya di meja kamar, ia  memandang Kayla sudah melesat ke dalam . Ia melihat jam menunjukan pukul 14.20 menit. Jam tiga nanti guru les Kayla akan datang. Selama ini Kayla tahu jadwalnya les piano kapan. Ia memandang Kayla sudah bersama bibi, untuk berganti pakaian dan mandi.

“Lo di mana?” Tanya Reni di balik speaker ponselnya, ia melangkahkan kakinya menuju kamar.

“Gue baru aja nyampe rumah. Kenapa?” Tanya Naomi.

“Nanti malam temenin gue ke Sofia ya.”

Naomi mengerutkan dahi, “Sofia? Ngapain?” Tanya Naomi penasaran.

“Enzo ngajak makan malam gitu, dia sama temennya. Jadi gue ngajak lo aja deh buat ke sana. Enggak enak kan kalau gue sendiri gitu perginya.”

Naomi lalu berpikir, ia lalu duduk di sofa kamar menyandarkan punggungnya di sana, apakah ia menerima ajakan Reni atau tidak. Ia tidak tahu ini murni beneran ingin dinner atau alibi saja, masalahnya Reni memang senang menjodohkan dirinnya dengan beberapa temannya.

Ia tahu sejak jaman Siti Nurbaya hingga sekarang masih cerita tentang perjodohan selalu menjadi trend. Baik keluarga dan sahabat-sahabatnya. Reni salah satu sahabatnya senang menjodohkan dirinya dengan berbagai pria berkualitas di luar sana, alasannya sepele agar ia tidak  kesepian.

Untuk saat ini ia memang tidak tertarik untuk menjalin hubungan serius dengan pria manapun, jadi ia santai saja tidak perlu menanggapi terlalu serius. Ia maklumi ini hal wajar, karena statusnya single parent dan membuat siapapun merasa iba, karena terlalu lama sendiri. Namun ia tidak mempermasalahkan itu, baginya sendiri itu tidak rumit seperti berpasangan. Ia tahu hidup berumah tangga itu sangat rumit dan sulit dipecahkan. Dari pada berumah tangga menderita, lebih baik seperti ini, ia merasa bahagia.

Baginya menikah itu menghabiskan waktu sepanjang usia bersama seseorang, jadi ia harus memilih benar-benar yang terbaik.  Menikah itu  tentang mewujudkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam hidup. Tentang memegang tanggung jawab dan mempercayakan seseorang untuk bertanggung jawab terhadap kehidupan seseorang. Ia tidak ingin kejadian waktu dulu terulang lagi. Banyak sekali pertimbangan jika ia menikah lagi, yang ia pikirkan saat ini hanya fokus kerja dan Kayla.

Ia mengakui masih nyaman dengan status jandanya, lantaran tidak terikat dengan tanggung jawab sebagai istri. Dengan sendiri seperti ini, ia lebih banyak menikmati hidup, bisa jalan-jalan ke berbagai tempat. Ia bisa traveling bersama Kayla ketemu banyak orang dan benar-benar enjoy life. Ia bisa bebas, tidak ada yang melarang, dan pastinya tidak ada yang bawel.

“Lo mau nggak?” Tanya Reni lagi.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status