Share

BAB 5

HAPPY READING

Naomi menarik nafas, di satu sisi ia malas untuk berhubungan pria dan di satu sisi ia sudah lama tidak makan malam bersama sahabatnya itu. Ia tidak enak jika sudah diajak seperti ini. Semenjak Reni bertunangan kemarin, dirinya dan Reni jarang bertemu, karena mereka sama-sama sibuk dengan pekerjaan, terlebih Reni mempersiapkan pernikahannya yang sebentar lagi dalam hitungan hari.

“Jam berapa?” Tanya Naomi.

“Jam tujuh. Nanti gue jemput lo.”

“Oke, jemput di butik Kemang aja ya.”

“Oke.”

“Lo lagi di mana?” Tanya Naomi  penasaran, ia melepaskan jam tangannya, ia melangkah menuju walk in closet, menaruh jamnya di tempat semula.

“Gue lagi klink, pasien gue banyak banget. Ini gue berhenti break bentar, karena dari tadi nggak sempet makan.”

“I see, kirain di mana, soalnya berisik,” ucap Naomi terkekeh.

Reni tertawa, “Biasa sih, anak-anak therapist ada yang ulang tahun gitu, tapi udahlah biarin aja, asal di room nggak berisik aja sih.”

“Gue liat Kayla dulu ya, soalnya sebentar lagi guru les nya udah datang. Gue juga mau balik ke butik, ada kerjaan sedikit.”

“Yaudah, salam buat Kayla.”

“Iya.”

Naomi mematikan sambungan telfonnya, ia melangkah menuju kamar mandi. Ia menatap dirinya di cermin, seketika ia teringat tentang pria bernama Tigran. Pria itu tiba-tiiba akrab dengan Kayla. Bahkan ia melihat secara jelas wajah bahagia putrinya saat berbincang dengan pria itu.

Oh God, kenapa memikirkan Tigran di saat seperti ini. Pria itu mengatakan akan bertemu Kayla di sekolah membagikan kotak snack. Ah, yang benar saja? Seketika pria itu menjelma sosok seoarang ayah bagi Kayla. Ia berharap Kayla tidak bertemu dengan pria itu lagi. Karena ia melihat pengaruh Tigran sangat kuat untuk Kayla.

Naomi membuyarkan lamunannya, ia akan membuang jauh-jauh tentang Tugran. Ia melepaskan pakaiannya, dan lalu menghidupkan shower, ia membersihkan tubuhnya. Karena selepas mandi tubuhnya menjadi rilexs dan segar kembali. Ia butuh secangkir kopi, agar tidak terlalu ngantuk.

***

Beberapa menit kemudian, Naomi keluar dari kamar,  ia memandang putrinya sudah duduk di kursi piano di damping guru les nya. Naomi melangkah menuju kitchen, sambil mendengarkan dentingan piano yang dimainkan oleh Kayla.

Sejujurnya banyak sekali kursus music di Jakarta, dari mulai informal hingga les private seperti Kayla dengan biaya beragam. Dulu ia pernah memasukan Kayla ke sekolah music, hingga menari balet. Namun tidak terlalu ada pergerakan signifikan, karena Kayla hanya tertarik dengan piano, dibanding dengan balet dan alat musk lainnya.

Ia pernah bertanya kepada Kayla, kamu suka yang mana? Piano, gitar atau balet dan Kayla menjawab tertarik dengan piano. Menurutnya  Kayla berbakat di alat  music ini, dia dengan mudahnya menirukan notasi piano dengan susunan not sederhana, yang menurutnya itu susah, karena pada dasarnya ia sama sekali tidak berbakat soal music.

Ia tahu bahwa inilah bakat Kayla, sesuatu yang melekat masih kecil, jika ia pancing dengan minat maka bakatnya bertambah tajam. Ia tidak peduli dengan biaya yang dikeluarkan, yang terpenting anaknya mampu mengembangkan kognitif, keterampilan social,  dan keterbukaa pikiran.

Ia pernah membawa artikel ilmuan telah mencoba memahami belajar music memiliki pengaruh terhadap perkembangan dan kemampuan intelektual anak. Topik penelitian ini sangat popular  di komunitas neurologis dan anak cenderung memiliki jawaban positif. Oleh sebab itu, ia tidak ragu Kayla belajar piano.

Nanti ketika Kayla sudah masuk primary school, ia akan memasukan ke YPM, The Resonanz atau sekolah music yang menggunakan kurikulum ABRSM atau Trinity. Ia melihat Kayla di sana, dia sangat tenang bermain piano.

Naomi membuat secangkir kopi sachet, ia lalu menuangkan air panas. Ia melihat bibi menyiapkan kue dan teh hangat untuk guru les Kayla. Ia menatap bibi menaruh nampan di lemari.

“Ibu mau pergi lagi?” Tanya bibi memandang penampilan majikannya, dia mengenakan sheath dress bewarna hijau botol, rambut panjangnya diikat seperti ekor kuda.

Naomi mengangguk, “Iya, ada kerjaan yang harus dikerjakan bi,” ia teringat kalau Reni mengajaknya makan malam.

“Kemungkinan, aku pulang agak malam. Pastikan Kayla tidur awal.”

“Iya, non.”

“Sebentar lagi mama dan papa ke sini, mau ketemu Kayla. Kalau mama dan papa nanya. Nanti bilang aja kalau aku ada kerjaan.”

“Baik non.”

Naomi kembali menyesap kopinya secara perlahan. Ia melihat guru les Kayla tersenyum kepadanya, dan ia tersenyum balik. Naomi melirik jam melingkar di tangannya menunukan puku; 15.20 menit.  Ia meletakan cangkir di meja.

“Aku pergi dulu ya bi,” ucap Naomi, ia melangkahkan kakinya menuju pintu utama, ia membiarkan Kayla bersama guru les dan bibi.

Jujur ia memang sering meninggalkan Kayla bersama orang tuanya dan bibi, demi pekerjaan, terlebih ini hari senin. Karena ia membesarkan Kayla seorang diri, ia harus mandiri, ia bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri dan anaknya. Jika bukan dirinya siapa lagi.

Mengingat Reni akan mengajaknya makan malam, jadi Naomi memutuskan untuk memesan taxi online. Beberapa menit kemudian taxi pun datang, tepat di depan pagar rumahnya. Semenit kemudian ia masuk ke dalam, menuju butiknya yang terletak di Kemang.

***

Malam harinya, ia sengaja menyuruh Reni menjemputnya di butik. Ia terjun ke dunia bisnis ini, umurnya seumuran dengan umur Kayla sudah lima tahun beberapa bulan lagi tahun ke enam, ia berjualan tas branded ini secara online ataupun offline. Ia melihat beberapa karyawannya sedang menyusun tas di dalam lemari kaca.

Sudah enam tahun, ia fokus  pada bisnis jual beli dan titip jual tas branded, items luxury seperti Hermes, Chanel, Gucci, Louis Vuitton dan Europe brands lainnya. Awalnya ia membangun bisnis ini karena ia mencintai salah satu brand yang diakui. Hingga ia jatuh cinta dan bertekat mengoleksi dan menjadi reseller tas itu.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status