Rania menutup laptop, menyimpan kembali flash disk, diusapnya perlahan air mata yang menetes, kemudian menghela napas pelan, berusaha menenangkan hatinya yang telah hancur. Tujuh belas tahun pernikahan bukanlah waktu yang singkat, ia pikir rumah tangganya baik-baik saja, tapi nyatanya sangat hancur, siapa yang disalahkan dirinya, suaminya ataukan seorang wanita yang menarik perhatian sang suami.
Sebagai seorang istri, Rania berusaha menjadi istri yang baik, ibu yang baik, semua dikorbankan demi menjaga keluarga kecilnya, tapi sedikitpun Faiz dan Safa menghargai apa yang ia lakukan, sedih, hancur meratapi betapa malangnya nasibnya.
“Ran, kemana saja sih, apa semua catering sudah siap!” suara Larasati membuat Rania tersadar dari lamunannya.
“Ibu tidak usah cemas, besok pagi Rania pastikan semua beres,” jawab Rania.
“Ya sudah, ibu mampir kesini hanya untuk memastikan, sekarang aku dan Dinda mau ke salon. Kamu tahu ‘kan bes
Rania bangkit perlahan, semua mata menatap ke arahnya, hanya Safa yang membantunya berdiri.“Mah, lebih baik Mamah tinggalkan rumah nenek dulu,” ajak Safa.“Mamah memang akan pergi, acaranya sudah selesai, dan pertunjukannya sangat memuaskan,” balas Rania, mengusap darah yang mengalir di sudut bibirnya.“Benar ‘kan ini ulahmu!” bentak Dinda lagi.“Siapapun penyebar foto dan video itu tidak penting, perbaiki akhlakmu itu,” sarkas RaniaRania berlalu pergi meninggalkan rumah ibu mertuanya yang sedang kacau. Ia menaiki taksi dan menuju ruko yang baru dibelinya beberapa hari ini, kini Rania sudah berdiri di depan ruko berlantai dua, ia merasa lega, walaupun tidak besar, tapi ia berharap dari ruko sederhananya impiannya akan terwujud menjadi wanita mandiri, dan tidak tergantung pada siapapun.Sedangkan di tempat lain, di sebuah rumah mewah, Bastian meninju meja dengan genggaman tangannya, ia t
Di sebuah rumah sederhana, Dinda menangis sambil meluapkan amarahnya dengan membanting semua barang yang dipegangnya.Brak!Sebuah piring dilempar hingga membentur dinding.“Hai, hentikan sikap konyolmu itu!” bentak pemuda dengan asap rokok yang mengepul membentuk bulatan-bulatan kecil.“Kalau bukan kamu pelakunya siapa?” Dinda kembali histeris, menuduh Rafa yang menyebarkan video asusilanya.“Din, kamu tahu ‘kan, aku mencintaimu, aku rela jika kamu menikah dengan dokter itu, asalkan kita masih bersama, itu sudah cukup bagiku sesekali kita menghabiskan waktu bersama, aku terima itu kok,” jelas Rafa kekasih Dinda, berusaha membuat tenang wanita di depannya sambil mengusap punggung dan air mata Dinda.Dinda menghentikan tangisannya, ia duduk di sofa tangannya sibuk memeluk sang kekasih hati.“Akan aku hancurkan orang yang telah menghancurkan nama baiku!” ujar Dinda
Faiz tampak serius di depan laptopnya memeriksa pekerjaan dengan seksama, sejak di angkat menjadi kepala departemen tugas berat selalu menanti tapi semua akan terbayar dengan kenaikan gaji yang berlipat, dan kemungkinan ada promosi jabatan lagi, jika kinerjanya cukup berprestasi.Tiba-tiba sebuah ketukan pintu terdengar membut Faiz mengalihkan tatapannya dari laptop ke arah pintu sembari mempersilahkan sang pengetuk untuk masuk.Ceklek! Pintu terbuka sosok wanita sudah berdiri di ambang pintu.“Pak Faiz, Bapak Kepala Dinas, ingin bertemu dengan Bapak,” ujar wanita itu dengan serius“Baik aku akan ke ruang Bapak Kepala.”Faiz mematikan laptopnya, lalu berjalan keluar ruangan, ia berpikir pasti akan ada dinas luar kota, yang akan diberikan padanya.Faiz mengulum senyum, baru beberapa hari ia bertugas sebagai kepala departemen, kini ia sudah dipercaya untuk mewakili departemenya ke tingkat nasional.Dengan rasa percaya diri pria matang berusia empat puluh tahun itu mengetuk pintu. Tok!
Rania terus berteriak napasnya mulai sesak karena asap telah memenuhi kamarnya, ia berlari ke jendela, dan membuka jendela, sambil terus berteriak minta tolong.Orang–orang mulai terlihat di bawah. Sementara api terus menjilat–jilat, pemilik ruko sebelah Rania, mulai panik dan mengamankan barang dagangan mereka.Fathan yang melihat kejadian itu dari jendela apatermennya terlihat cemas, ia tahu yang terbakar adalah ruko milik Rania.“Apa Ranai ada di dalam sana, aku harus memastikanya.” Bergegas Fathan berlari kecil keluar apatermen, ia terus berlari menuju ruko.“Apa ada yang tinggal di dalamnya, Pak?” tanya Fatah pada seseorang.“Tadi ada seorang wanita yang berteriak minta tolong, aku rasa wanita itu sudah pingsan, jika tidak diselamatkan pasti tidak tertolong,” balas seseorang di depan rukoTidak lama kemudian dua unit mobil pemadam kebakaran tiba di lokasi, pertugas bersiap-siap akan
“Okay Bu Rania, fokuslah pada kesembuhanmu dulu,” jawab Fathan, lalu pria itu berpamitan.Rania tampak sakit, kepalanya masih terasa pening, lalu ia berpikir kenapa rukonya kebakaran, bahkan dia belum memiliki kompor, ia hanya bisa menunggu penyelidikan pihak berwajb. Dalam hatinya Rania masih bersyukur bisa selamat dari kobaran api, walau ia harus kehilangan beberapa benda penting seperti ponsel,dan dompetnya.Sementara itu di temapt lain, Larasati dan Dinda sudah mendengar musibah yang dialami Rania. Ibu dan anak itu tersenyum puas, melihat ruko milik Rania habis di lalap api.“Hah..puas aku lihat Rania hancur, sekarang dia tidak punya apa-apa lagi ruko tempat tinggal satu-satunya telah di lalap api,” ujar Dinda.“Dinda, apa kebakaran itu kebetulan atau...” tatapan Larasati menunjukkan seakan menuduh Dinda otak dari kebakaran itu.“Atau apa Bu, aku dan Rafa yang merencanakan?” timpal Dinda.&
Rania menatap pria tampan dan gagah di depannya, ia tak percaya dengan apa yang ditawarkan Fathan. Sejak dulu ia memimpikan bisa belajar memasak, untuk meningkatkan kemampuanya dan saat ini ada seseorang yang mau mendukungnya.“Dokter Fathan, dengan cara apa saya harus membayar kebaikan Dokter Fathan?”“Kenapa Bu Rania menganggap, seakan apa yang saya lakukan adalah sesuatu yang mengharapkan imbalan, Apa salah jika aku menolong seorang wanita yang hidupnya baru saja dihancurkan,” balas Fathan.“Tapi aku tidak mau berhutang apapun pada seseorang.”“Baiklah, aku kelak akan memotong gajimu, jika Bu Rania sudah menjadi karyawanku. Bagaimana, sekarang setuju dengan kesepakatan kita?”“Baiklah Pak Fathan saya setuju.”Setelah berpamitan dengan Dokter Fathan, Rania melangkah pergi. Sementara Fathan menatap punggung Ranai sampai menghilang dari pandangannya lalu senyum kecil terbit di bibirnya.Dalam hati Fathan, ia sangat bersyukur bertemu dengan Rania.Di tempat lain Kinan dan Faiz sedang
“Kinan... apakah wanita itu sejahat itu, Pak Fathan?”Fathan sekilas menoleh ke arah Rania.”Apa kamu pikir wanita yang merayu suami orang itu adalah orang baik?”Rania tersenyum getir, ia memang tidak menganggap Kinan adalah orang baik, tapi berusaha melenyapkan nyawa itu adalah orang yang sangat jahat dan Rania tidak habis pikir, kenapa Faiz harus jatuh cinta pada wanita seperti itu.“Ah, aku rasa bukan Kinan,“ sahut Rania ragu.“Ya, itu ‘kan baru dugaan, dan aku curiga pada Kinan, tapi kalau kamu masih ragu, waktu yang akan membuktikannya,” Fathan terlihat menghela napas pelan dan kembali fokus menyetir.“Kamu sudah makan?”Rania terbengong, ketika pria di sampingnya kini tidak lagi menyebut Bu Rania.“Bolehkan aku hanya menyebut namamu sekarang?” pinta Fathan sekali lagi dan itu membuat Rania gugup.“Boleh Pak Fathan.”Rania tersipu malu, tapi ia menyadari dirinya bukanlah seorang gadis, yang berbunga-bunga ketika seorang pemuda memberi perhatian. Baginya Fathan adalah orang ba
Larasati hanya menghela napas kesal, melihat sikap Safa, ia menatap punggung kecil cucu satu-satunya itu. Lalu Larasati menghubungi Faiz, lama ponsel Faiz tidak diangkat dan itu membuat Larasati kesal, jam dinding rumahnya menunjukkan pukul sembilan malam.Akhirnya panggilan ponsel, terjawab.“Hallo Bu, ada apa?” tanya Faiz di seberang ponsel.“Faiz, kamu dimana?”“Aku bersama Kinan di apartemen.”“Faiz, kamu jangan memikirkan dirimu saja dong, pikirkan Safa, dia sekarang ada di rumah ibu.” Larasati menghela napas sebentar kemudian melanjutkan pembicaraannya.”Kapan kamu pulang, Safa mengeluh kamu mulai mengabaikannya,” lanjut Larasati.“Itu perasaan Safa saja Bu, biasalah anak ABG, cari perhatian, dia sudah besar bisa melakukan keperluannya sendiri, kalau mau makan tinggal pesan di aplikasi makan ‘kan, kalau mau kemana-mana tinggal pakai ojek on