Rania wanita menikahi Faiz di kala usianya baru menginjak sembilan belas tahun, dan saat itu Faiz berusia 23 tahun, tepat di hari ulang pernikahan yang yang ke tujuh belas, Rania yang saat itu berusia 36 tahun, melihat kenyataan pahit, Faiz sang suami mengkhianatinya, bahkan sang suami berniat menikahi siri dengan wanita yang bernama Kinan, seorang janda seusia sama dengan Rania, tapi Kinan wanita yang maju dan mandiri sebuah butik dan salon, berhasil ia miliki. Berbanding terbalik dengan Rania, wanita itu sangat sederhana dan apa adanya, kesehariannya hanya mengurus suami dan putrinya, pengabdian Rania untuk pernikahannya serasa sia-sia, karena sang suami menduakannya, bahkan putrinya yang bernama Safa juga menutupi kebusukan sang ayahnya. Ditambah lagi keluarga suaminya justru memojokannya. Dorongan dari keluarga Faiz untuk menerima pernikahan kedua Faiz dan Kinan membuat Rania marah, dan bertekad tetap akan mengajukan gugatan cerai, dan mengungkap perselingkuhan Faiz, yang akan berakibat buruk bagi karir Faiz sebagai pegawai pemerintah.
View MoreRania tersenyum kecil, ketika menatap sebuah kotak merah kecil sudah bisa di duga jika isi kotak itu adalah perhiasan, karena penasaran Rania membuka kotak itu, sebuah cicin emas, di tengahnya ada mata kecil, terlihat berkilau, seperti berlian.
“Apakah ini untukku, sebagai hadiah anniversary yang ketujuh belas,” gumam Rania dengan mata berbinar.
Satu bulan lagi tepatnya, di tanggal 1 Januari adalah ulang tahun pernikahannya, dan pasti suami Rania memberikan kado yang teristimewa untuknya. Rania menyimpannya kembali di bawah tumpukan kemeja suaminya, tempat dimana ia tak sengaja menemukan kotak perhiasan itu.
“Mah!” panggil seorang gadis, lalu terdengar langkah menuju kamar.
“Iya sayang ada apa?”
“Sore ini Safa, akan pergi Mah, nanti pulangnya bareng Papah,“ ucap gadis yang berusia enam belas tahun itu, dengan pakaian modisnya.
“Iya, hati-hati,” balas Rania sambil mengulurkan tangan, dan Safa pun mencium tangan mamahnya dengan takzim, Safa melangkah meninggalkan rumah minimalis berlantai dua yang terletak di tengah perumahan.
Tiba-tiba langkah Safa berhenti dan menoleh ke arah Rania, dengan tatapan nanar.
“Ada apa?” tanya Rania.
“Mamah harus mengubah penampilan Mamah, cobalah untuk menjadi wanita yang mengikuti perkembangan jaman, jangan kalah dengan wanita di luar sana Mah.”
Ucapan Safa, membuat Rania terkejut. ”Apa ada yang salah dengan penampilan Mamah?”
Rania memindai tubuhnya sendiri, yang saat itu mengenakan daster lebar di bawah lutut.
“Ahhh sudahlah, Mamah bisa menilai sendiri penampilan Mamah,” balas Safa, lalu gadis belia itu melangkah cepat menuju pintu luar, dan menaiki ojek online yang suduh menunggu di luar.
Setelah kepergian Safa, Rania berdiri berjalan kearah cermin yang tertempel didindinh kamarnya, ia berdiri didepan cermin dan menatap pantulan tubuhnya, selama ini jika di dalam rumah, daster satu-satunya pakaian yang ternyaman, di sela kesibukannya mengurus rumah.
“Apa ada yang salah dengan penampilanku, di rumah ‘kan, semua ibu-ibu rumah tangga juga berpakaian seperti ini,” gerutu Rania mengedikan bahu.
Malam beranjak naik, wanita yang saat ini berusia 37 tahun itu, menunggu duduk diruang tengah, yang menyatu dengan ruang makan. Makan malam telah siap, tapi sang suami dan putrinya tak kunjung datang, ponsel mereka pun kompak tidak aktif, sementara perutnya sudah keroncongan minta di isi. Waktu menunjukkan jam sembilan malam, Rania mulai cemas, ia takut terjadi apa-apa dengan putri dan suaminya itu, sementara ponsel juga tidak aktif. Akhirnya ia menghubungi sang mertua. Tapi baru saja akan menekan nomor ponsel, tiba-tiba suara mobil sudah ada di depan pintu pagar, Rania bernapas lega, bergegas ia melangkah cepat untuk membuka pagar.
Mobil masuk dan berhenti, Safa keluar dari mobil setelahnya Faiz suami Rania turun.
“Kenapa sampai malam Safa, terus kenapa ponsel kalian tidak aktif, bikin Mamah khawatir,” cerca Rania.
“Namanya saja acara ulang tahun, ya pasti lama ,” balas Safa sambil berlalu.
Rania hanya bisa menggelengkan kepala, melihat tingkah anak gadisnya beranjak dewasa, lebih sering berkumpul dengan teman-temannya daripada di rumah.
“Mas Faiz, makan dulu, pasti capek ‘kan nungguin Safa,” tawar Rania pada sang suami yang berjalan masuk ke dalam rumah.
“Ran, aku sudah makan tadi, aku mau langsung tidur saja, Safa juga pasti sudah kenyang, tadi di pesta ulang tahun kami sudah makan banyak,” jawab Faiz datar.
“Lho, jadi Mas Faiz ikut makan-makan disana?”
“Iya sekedar makan, ditawari, masak nggak mau.”
“Ya sudah, bersih-bersih dan istirahat.”
Rania meraih tas kerja suaminya, lau mengikuti langkah sang suami menuju kamar, tercium aroma mawar khas sekali dengan parfum seorang wanita. Rania membuang jauh pikiran yang buruk yang tiba-tiba menghampirinya.
Ia menghela napas pelan dan menghembuskannya lalu pergi ke ruang makan, dan sendiri memakan menu makan malam yang sudah disiapkannya sedari sore.
Malam semakin larut, Rania terhenti di kamar Safa, karena terlihat pintu sedikit terbuka, dan lampu kamar menyala, Rania membuka pintu.
“Safa, kamu belum tidur?”
“Belum Mah, Safa mematikan ponselnya, ketika tahu mamahnya masuk ke dalam kamar.
“Tadi kamu pergi ke ulang tahun siapa, dan Papahmu juga ikut makan disana,?
“Iya Mah, Safa di undang oleh Tante Kinan, Tantenya Nayla, teman sekelas Safa.”“Ooo begitu, ya sudah tidur, sudah malam,” suruh Rania.
“Mah, Tante Kinan, itu sangat cantik, pakaian selalu modis, ia juga memiliki butik dan salon, hebatkan ya Ma. Safa sering datang kesana, dan gratis mendapat perawatan disana, padahal Tante Kinan seorang janda tapi sangat mandiri ,” seloroh Safa.
“Janda”
“Iya, Tante Kinan bercerai dengan suaminya dua tahun yang lalu,” timpal Safa sambil memegangi tas barunya.
“oh.”
Lalu Rania beranjak keluar dan menutup pintu kembali, lalu melangkah masuk ke dalam kamarnya, terlihat Faiz sang suami sudah tertidur. Rania menatap sejenak, wajah tampan suaminya, meskipun usianya sudah 40 tahun justru suaminya semakin terlihat gagah dan tampan, tubuh tinggi dan tegapnya juga badan yang berotot, didapatnya, karena sering berolah raga, beda dengan Rania, usia Rania terpaut empat tahun lebih muda dengan sang suami, tapi terlihat lebih tua, karena Rania tidak perduli dengan penampilannya.
Tapi perkataan Safa tadi pagi membuatnya terusik. Lalu Rania berjalan di depan cermin, mengerai rambut hitam sebahu dan menatap tubuhnya.
Apakah penampilanku begitu membosankan hingga putriku sendiri mencibirnya, tapi Mas Faiz tidak pernah mengeluhkan tentang penampilanku,” batin Rania.
Hari berganti, Rania sibuk membuat kue tart, hari ini adalah ulang tahun pernikahannya, ia akan memberi kejutan untuk sang suami, selama ini memang hari spesial itu berlalu begitu saja, tapi khusus tahun ini adalah spesial, Anniversery sweet seven teen, sungguh suatu kebanggaan bagi sepasang suami istri telah melewati tujuh belas tahun pernikahan. Dengan berbagai ujian, suka dan duka terlewati, bagi Rania mendampingi Faiz selama tujuh belas tahun adalah suatu kebahagian.
Tangan Rania membuat ceke, cokelat berbentuk hati tentu saja dengan penuh cinta ia membuatnya, sesekali senyum menghiasi bibirnya merah muda alami tanpa balutan lisptik.
Sebuah chat masuk di ponsel Rania.
{Ran hari ini aku belum bisa pulang, tugas luar kota diperpanjang dua hari lagi}
Wajah Rania berubah kecewa, ia menatap cake yang sudah jadi, ia mencoba menghubungi Faiz, tapi ponsel tidak aktif.
“Yah, dua hari cakenya keburu basi,” gumam Rania sedih. Di saat hatinya galau tiba-tiba sapaan Safa mengejutkannya.
“Mah, Safa pergi dulu,” pamit gadis itu memakai gaun warna pink lembut dengan tas kecil dijinjingnya.
“Kamu mau kemana? Ke pesta lagi?” cerca Rania.
“Iya Mah, ke pesta pernikahan,” sahut Safa.
“Siapa yang menikah?”
“Tante Kinan.”
“Oh syukurlah, Tante Kinan sudah mendapatkan jodoh lagi.”
Safa mencium tangan Rania, dan bergegas pergi, di luar sudah ada taksi online yang menunggunya.
Rania berjalan ke lantai atas, tiba-tiba ia melihat ponsel Safa, yang tertinggal di meja kamar, dengan cepat meraihnya, dan terdengar bunyi panggilan ponsel, Rania menyalakannya.
Belum sempat menyapanya suara di seberang ponsel, terlebih dahulu terdengar.
“Safa, kamu sampai dimana, cepat sedikit, Papahmu sudah menunggu, cepat ya.”
Tut...tut, sambungan ponsel terputus. Rania menatap dan meneliti kembali siapa yang barusan menelpon, nama Nayla, keponakan dari Kinan yang katanya akan menikah hari ini.
“Tapi kenapa Mas Faiz menunggu disana, bukankah ia barusan bilang masih di luar kota ?” tanya Rania pada dirinya sendiri.
Empat bulan berlalu, usia kandungan Nayla memasuki bulan kedelapan, saat ini ia sedang menatap Bastian yang sedang sibuk dengan ponselnya sambil menyerutup secangkir kopi, pria yang mengenakan kaos dan celana pendek itu sedang duduk santai di kursi balkon.Perlahan Nayla mendekati Bastian, tubuh kurusnya semakin terlihat lemah, selama empat bulan ini, ia berhasil menyembunyikan sakitnya.“Kak Bastian, bisa kita bicara?”Bastian sesaat menoleh ke arah Nayla, yang dengan pelan menghempasakan tubuhnya di kursi samping Bastian.“Bicara saja,”celetuk Bastian tanpa menatap Nayla“Aku ingin, menjual saham dua puluh persen Harafa Hospital padamu,”ucap Nayla, pelan.Bastian menghentikan tatapannya ke ponsel, dan beralih menatap Nayla“Kamu serius mengatakan itu?”“Aku sangat serius,”jawab Nayla.“Tanya syarat apapun?”Nayla menggeleng.”Tanpa syarat, milikilah saham itu, aku sudah tidak berminat lagi dengan Harafa Hospital, yang terpenting bagiku, kamu akan menjadi ayah yang baik untuk anaku.
Akhirnya Bastian, menikahi Nayla, sebagai rasa tanggung jawabannya pernikahan yang hanya dilakukan di kantor Urusan Agama, dan hanya disaksikan Fathan dan Rania, tidak ada senyum, bahagia, semua tampak tegang, apalagi Bastian, ia masih kesal, dengan pernikahan yang terkesan mendadak.“Kalian akan tinggal dimana?” tanya Fathan.“Aku tetap tinggal di aparteman, jika Nayla mau, dia bisa tinggal bersamaku,” jawab Bastian bernada ketus.“Aku sekarang istrimu, jadi aku akan tinggal bersamamu, perutku ini akan semakin besar, jika tidak tinggal bersama, nanti di kira aku tidak punya suami,“ ucap Nayla, mengamit lengan Bastian, tapi dengan kasar Bastian, melepaskan tangan Nayla, dari lengannya.“Nayla, jangan bertindak ceroboh, jika kamu mempunyai niat jahat percayalah itu akan sia-sia, karena kami tidak akan memberikan celah itu,”tegas Rania.“Tante Rania, aku sudah cukup dewasa, untuk menentukan nasibku,”sahut Nayla.Lalu Rania dan Fathan meninggalkan Bastian, dan Nayla. Selanjutnya Bastian
Pernyataan Fathan didukung oleh para pemegang saham yang lainnya, Bastian menatap sinis Nayla, tapi sebaliknya, Nayla menatap penuh kehangatan.Rapat pun selesai, Nayla mengejar Bastian yang berjalan cepat menuju ruangannya.“Kak Bastian!” panggil Nayla, mempercepat langkahnya.“Aku tak ingin bicara denganmu, gara-gara tingkahmu, Dinda marah padaku,”ucap Bastian, sambil terus berjalan.“Kak Bastian tidak bisa mengabaikan aku begitu saja,”sarkas Nayla, bergerak cepat menghadang langkah Bastian.Terlihat Fathan mengeryitkan dahi, melihat tingkah Nayla, yang menurutnya aneh, lalu Fathan mendekati Bastian dan Nayla yang tampak bersitegang.“Ada masalah apa kalian?”tanya Fathan membuat Bastian salah tingkah.“Hemm... tidak ada masalah Kak Fathan,”sahut Bastian.“Iya Pak Fathan tidak ada masalah, aku hanya ingin mengajak Bastian, makan siang,”dalih Nayla.“Iya Kak, kami akan makan siang dulu,”pamit Bastian, lalu menarik Nayla, menjauh dari Fathan.Setelah jauh dari Fathan, pria yang berk
“Apa maksud perkataanmu Nay, sepertinya kamu menyembunyikan sesuatu dariku?”tanya Dinda.“Lebih baik, Tante tanya sendiri, pada Kak Bastian, aku pamit dulu,”jawab Nayla, meraih tas kecilnya, dan beranjak pergi meninggalkan rasa penasaran di hati Dinda.Dinda menjadi tidak tenang, wanita berusia 26 tahun, itu berjalan meninggalkan kafe dengan rasa penasaran yang semakin membuncah, haruskah ia menanyakan pada Bastian, tentang perkataan Nayla, atau lebih baik diam, menunggu Bastian untuk menjelaskannya.Dengan langkah lebar, Dinda menuju ruang kerjanya, satu ruangan di tempati beberapa staf administrasi.“Dinda, aku tadi lihat , Pak Bastian, berbicara di kafe dekat rumah sakit, bersama seorang gadis belia, tampaknya mereka bicara serius, dan tegang, dan aku lihat, Pak Bastian, pergi meninggalkan gadis itu tanpa makan terlebih dahulu,”ujar teman Dinda satu ruangan.“Tadi aku juga bertemu, dengan Pak Bas, disana, katanya baru saja bertemu temannya, membicarakan masalah pekerjaan,”jawab Din
Bastian, ada dibelakang setir, pikirannya kembali pada kejadian semalam, ia tak habis pikir, kenapa malam kemarin hawa panas tiba-tiba menyergap tubuhnya.“Apa aku salah minum ya, aku hanya minum, wine merah sedikit, tapi seperti minum obat perangsang,”gumam Bastian, menjalankan mobilnya menuju apartemen pribadinya.Sesampainya di apartemen, Bastian mencharge ponselnya, Bastian duduk disofa, desahan kesal, keluar dari bibirnya, pikirannya tertuju pada gadis belia yang direnggut kesuciannya, dan ia kini merasa berdosa sekali. Lalu pikiranya beralih pada Dinda, wanita yang dicintainya, sekaligus kekasihnya, semalam ia belum sempat menyapa Dinda, hingga akhirnya terjebak satu malam dengan Nayla.Sementara itu, Nayla masih dikamar hotel, wajahnya ditatapnya di cermin, dan tersenyum kecil, menginggat kejadian yang begitu indah bersama pria yang bernama Bastian, walau tidak ada rasa cinta, tapi semalam adalah pengalaman pertama, dan ia menyerahkan kesuciannya pada pria yang baru ditemui s
Bastian menatap lekat gadis didepannya itu. ”Jadi Fahri, melepaskan saham dua puluh persen itu padamu, kamu masih sangat muda.”“Anda pasti terkejut, dan penasaran, bagaimana bisa saham itu jatuh ketangan saya, jika Pak Bastian, tidak keberatan, aku akan bercerita, sambil berdansa, apa Anda bersedia?” pinta Nayla.“Tentu saja,” jawab Bastian, lalu mengulurkan tangan dan disambut oleh Nayla, keduanya sudah menari di lantai dansa, Nayla, tampak bahagia, dengan mesra telapak tanganya bertumpu pada dada Bastian.Rania seketika, menghentikan gerakkan kakinya, matanya menajam ke arah Bastian dan Nayla.“Ada apa Ran?” tanya Fathan.“Lihatlah Mas, Bastian bersama Nayla,” balas RaniaTatapan Fathan beralih pada jari yang menujuk kearah Bastian.“Nayla, kapan dia bebas, kenapa bisa ada dipernikahan kita, bukannya tamu yang datang harus menunjukkan undangan?”“Beberapa hari yang lalu, aku menemui Kinan, dan memberikan dia undangan pernikahan kita, tapi aku tak menyangka, undangan itu dipakai N
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments